Rabu, 25 April 2012

Pahlawan Ditengah Badai Globalisasi

Oleh:
Anam Lutfi
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Solo 


Ketika terdengar kata pahlawan sebagian orang akan langsung mengapresiasikan ke masa penjajahan dulu, seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan lain sebagainya. Pengertian pahlawan untuk era modern ini haruslah dimaknai lebih luas bukan hanya pahlawan ketika terlibat perang angkat senjata ataupun pistol tetapi pahlawan adalah seorang yang mampu menjadi pemenang yang menebar manfaat bagi lingkungan sosialnya.

Kita ketahui bahwa era penjajah telah berlalu, dan bagaimana sebagai generasi muda mampu mengambil hikmah sejarah yang pernah terjadi di negeri kita. Tentunya pahlawan pendahulu berjuang melawan penjajah dengan penuh semangat dan rasa tanpa pamrih. Ada beberapa hal yang perlu kita jadikan panutan sebelum menjadi pahlawan yang melibatkan orang banyak, tetapi menjadi pahlawan bagi diri kita. Bagimana menjadi sosok yang berarti, bermanfaat dan bermartabat?

Sosok pahlawan yang melawan banyak kita baca dan pelajari. Tetapi kita masih memahami luaran saja belum mendalam dalam meresapi jiwa seorang pahlawan. Sebagai contoh, kita tahu bahwa dalam catatan sejarah seorang guru SD yang menjadi panglima perang kemerdekaan dan walaupun sakit beliau masih berjuang melawan penjajah, padahal kemampuan berjalannya kurang baik sehingga harus ditandu, tapi hasilnya luar biasa beliau mampu mengomando pasukannya menyerang dengan semangat yang berkobar. Ya, sosok Jendral Soedirman yang masih melekat dibenak kita. Sebagai generasi muada tentunya kita dapat menhgambil hikmah untuk itu.

Bagaimana hikmahnya? Pertanyaan ini akan terjawab ketika kita mampu mengetahui siapa kita dan mengapa kita ada? Jendral Soedirman tentu pasti mengetahui betul misi hidupnya dan penyebab dirinya ada di dunia ini. Kita bisa membanyakan sebelum Jendral Soedirman mengambil keputusan perang walaupun dengan keadaan sakit, tentunya pemahaman sikap beliau yang berhasil mengalahkan musuh-musuh dalam dirinya, yaitu kemalasan, keputusasaan, kesombongan dan ketidakikhlasan. Musuh-musuh itu beliau gempur dengan senjata keteguhan hati, pantang menyerah dan visi misi jelas yang berorientasikan keikhlasan serta mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam sebuah keterbatasan. Perjalanan hidup beliau juga memberikan contoh sikap yang santun dan memiliki kewibawaan walaupun dalam keadaan yang tidak sehat. Kita akan mengambil sebuah refleksi sejarah tentang perjuangan Ir. Soekarno dan beberapa tokoh diplomasi Indonesia dlam konferensi Linggarjati. Dalam konferensi tersebut beliau mau menerima apa yang dikehendaki Belanda yaitu pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat). Walaupun keadaan politik saat itu masih labil sehingga banyak pendapat yang menyudutkan delegasi perundingan tersebut. Dalam hal ini tentunya misi tersembunyi yang dijadikan sebagai peluang dalam sebuah kesempitan dankesabaran yang ekstra, sehingga RIS hanya dapat berdiri di bumi NKRI selama beberapa bulan saja.

Sikap seorang pahlawan sejati tentunya memiliki karakter diri yang kuat dalam orientasi hidup dan konsep hidupnya. Pahlawan yang miliki tujuan dan visi misi jelas dalam menjalani hidup. Perang gerilya yang berlaku digalakan untuk membentuk pribadi yang kuat karakternya. Seperti yang kita ketahui bahwa usaha yang dilakukan pahlawan dulu adalah penyeimbangan kemampuan individu dan kemampuan sosial yang ada. Tetapi sebelumnya tentu kemampuan individu akan menjadi ponadasi awal yang harus tahan badai dan terjangan musuh. Karena sejatinya bukan hanya musuh yang terlihat mata saja tetapi musuh yang tak tampak lebih kuat dalam menerjang kita.

Beberapa tahun terakhir ini banyak kita mendengar berita tentang berbagai konflik, pembunuhan, pergaulan bebas, narkoba dan korupsi. Mengapa semua terjadi? Kembali kepermasalahan awal bahwa sebagai generasi muda punya andil besar tidak hanya sebagai agent of change tetapi lebih pada owner of change. Kita bukan hanya agen yang terlewati tetapi kita adalah yang memiliki perubahan itu.  Kepemilikan perubahan inilah yang mampu menjadikan kita sebagai sentra pembangunan dalam mengatasi berbagai permasalahan bangsa.  Keterlibatan dalam manajemen dirilah yang lebih menentukan hal ini. Manajemen diri inilah yang dilakukan para pahlawan terdahulu sebelum beliau-beliau turun di medan pertempuran.

Pembangunan seseorang menjadi sosok yang tangguh dalam memanajemen kehidupannya akan menjadikan dirinya pahlawan bagi dirinya sendiri. Dengan pengertian lain, sebelum angkat senjata melawan musuh secara eksternal tetapi, melawan musuh yang terselubung dalam diri kita yaitu secara internal. Karena kita harus mengawali langkah dari dalam diri kita walaupun hal itu kecil. Sekecil apapun hal ini adalah pondasi utama sebelum menjadi pahlawan yang sejati.

Musuh-musuh dalam diri kita yang oerlu kita terjang adalah sikap kemalasan dalam diri kita. Kemalasan dapat menghambat berbagai mimpi-mimpi kita ataupun cita-cita kita untuk menjalani hidup. Kemalasanlah yang membuat kehancuran awal jiwa seorang pahlawan sejati. Disamping kemalasan, kita harus menekan musuh sikap keputusasaan. Sikap inilah yang dapat membuat seseorang benar-benar dalam kerugian. Sikap ini harus dilawan dengan komitmen tinggi dan pantang menyerah. Kita bisa membanyangkan jika pada saat perang seperti dulu seorang Jendral Soedirman mengalami keputusasaan tentunya akan berakibat cukup fatal dan mungkin saja nama beliau tidak tercatat dalam sejarah. Walaupun saat itu dalam keadaan sakit yang cukup parah tetapi, beliau bangkit dengan gelora semangat yang mampu membakar jiwa-jiwa pasukannya untuk maju perang bersama. Dismaping itu beliau menanamkan kuat sikap pantang menyerah untuk melawan keterbatasan dan rasa sakitnya.

Pengorbanan dapat dikaitkan dengan perbuatannya, hal ini yang menjadi arah orientasi seseorang untuk melakukan perjuangan. Visi misi harus jelas dan dapat dijadikan jiw sehingga mampu menjadikan motivasi internal yang membara. Ketika zaman Nabi Muhammad kita mengetahui bahwa para sahabat membela panji islam dengan gelora semangat berapi-api, mengapa? Karena mereka meyakini bahwa jihad fi sabilillah  mampu mengantarkan mereka berdampingan dengan Tuhan dan Kekasih-Nya. Sehingga pertempuran tersebut dijadikan sebagai visi misi dalam diri mereka dengan mempertebal keikhlasan. Dengan kata lain, tujuan kita tentang apa yang dilakukan harus diorientasikan jelas untuk apa? Kepada siapa?  Bagaimana caranya? Orientasi inilah yang dapat ditanamkan dalam diri kita untuk menjadi pahlawan dalam diri kita sehingga mampu memberikan manfaat kepada orang lain.

Kesabaran juga merupakan landasan awal untuk berpijak, senjata seorang pahlawan sejati adalah menjadi kesabaran sebagai langkah strategis untuk memikirkan langkah ke depan dan wujud tawakal kepada Tuhan. Kesabaran bukan berarti menyerah, tetapi kesabaran adalah sikap penyerahan diri dengan penuh optimisme yang tenang dalam mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Kesabaran dibutuhkan setiap jiwa untuk melawan rasa ceroboh dan menghindari keputusan yang salah. Tindakan inilah yang memberikan sebuah semangat yang mampu melahirkan seseorang pahlawan baik dirinya maupun secara sosial kemasyarakatan. Dalam kesabaran memperjuang sesuatu diperlukan sebagai sikap pengatur kestabial emosi dalam diri kita. Setelah beberapa sikap yang harus dimiliki tersebut mungkin seorang pahlawan mampu menjadikan dirinya pahlawan untuk dirinya sendiri dan pahlawan dimasyarakat

Sebagai generasi muda hendaknya mulai membangun diri dulu sebelum kita memberikan ilmu atau sumbangsih kita kepada masyarakat bangsa ataupun negara. Hal ini dilakukan secara bersama, jangan saling mendahului. Dengan pengertian pembentukan sikap diri diutamakan bersama mengimplimentasikannya di masyarakat. Jadilah pengubah diri sebelum menjadi kaum pengubah bangsa Negara, jadilah pahlawan dirisendiri sebelum menjadi pahlawan didepan orang lain atau masyarakat. Generasi muda jadilah pahlawan sejati bukan pahlawan yang pragmatis. Lakukan dari diri kita sendiri.

0 Pendapat: