KEI FEB UNS

Kajian Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Islam Pasti Menang!

Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membenci." {QS. Ash Shaff (61): 9}

Kamis, 09 Desember 2010

Menimbang Relasi Zakat dan Pajak


Menimbang Relasi Zakat dan Pajak

Yusuf Wibisono, Wakil Kepala PEBS (Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah) FEUI
Dalam proses amendemen Undang-Undang No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang kini draf rancangannya sedang dalam pembahasan akhir di DPR dan ditargetkan selesai pada 2010, salah satu isu krusial yang mengemuka adalah wacana zakat sebagai pengurang pajak (tax credit). Wacana ini mengundang perdebatan hangat, manfaat dan biaya dari wacana ini banyak diulas, namun belum terlihat pilihan kebijakan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan yang ada.
Relasi zakat dan pajak pertama kali diperkenalkan dalam UU No. 38/1999 sebagai insentif fiskal bagi pembayar zakat dengan menjadikan zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deduction). Semangat ketentuan ini adalah agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yaitu kewajiban membayar zakat dan pajak. Kesadaran membayar zakat diharapkan juga dapat memacu kesadaran membayar pajak.
Namun terlihat jelas bahwa masuknya insentif pajak dalam UU Zakat ini tidak melibatkan otoritas pajak. Ketika Departemen Keuangan setahun kemudian mengajukan draf revisi RUU PPh, sama sekali tidak ada ketentuan yang mendukung zakat sebagai tax deduction. Ketentuan zakat sebagai tax deduction baru diakomodasi dalam RUU PPh setelah pembahasan di DPR.
Undang-Undang No. 17/2000 mengukuhkan UU No. 38/1999, yaitu zakat yang diterima Badan Amil Zakat (BAZ)/Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan mustahik tidak termasuk sebagai obyek pajak, serta zakat penghasilan yang dibayarkan wajib pajak (WP) orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau WP badan dalam negeri yang dimiliki pemeluk agama Islam ke BAZ/LAZ menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Namun zakat sebagai tax deduction ini baru dapat diimplementasikan tiga tahun kemudian setelah keluarnya Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-163/PJ/2003. Dalam prakteknya, meminta zakat sebagai tax deduction ini juga tidak mudah jika muzakki gagal mendapatkan Bukti Setor Zakat dari BAZNAS sebagaimana diminta aparat pajak.
Eksperimen menarik terjadi di Aceh. Melalui UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, zakat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan dikelola secara terpisah oleh Baitul Mal Aceh dan baitul mal kabupaten/kota, serta zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terutang dari wajib pajak. Dengan kata lain, zakat telah menjadi tax credit di Aceh. Namun hingga kini ketentuan ini tampak belum diakomodasi Dirjen Pajak sehingga tidak dapat diimplementasikan.
Pengalaman terkini
Lemahnya koordinasi antara otoritas zakat dan otoritas pajak kembali terulang ketika Departemen Keuangan dan DPR mengukuhkan ketentuan lama perihal zakat sebagai tax deduction pada UU No. 17/2000 ke dalam UU No. 36/2008 tentang PPh. Departemen Agama, yang sejak 2008 telah memiliki wacana zakat sebagai tax credit dalam draf amendemen UU No. 38/1999, terlihat sama sekali tidak dilibatkan. Yang terjadi adalah, Departemen Agama kembali dengan memasukkan ketentuan zakat sebagai tax credit dalam RUU Zakat yang menjadi RUU Prioritas 2009, namun gagal diselesaikan oleh DPR periode 2004-2009 dan kini kembali dibahas DPR periode 2009-2014.
Seolah menafikan wacana zakat sebagai tax credit yang kini sedang menghangat perdebatannya dalam pembahasan RUU Zakat di DPR, pemerintah mengeluarkan PP No. 60/2010 sebagai amanat UU No. 36/2008, yang menegaskan bahwa zakat hanya sebagai tax deduction, dan fasilitas ini hanya berlaku bagi zakat yang disalurkan melalui BAZ/LAZ resmi yang disahkan pemerintah.
Semua pengalaman ini secara jelas memperlihatkan lemahnya koordinasi antara otoritas pajak dan otoritas zakat, dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah. Harmonisasi regulasi zakat dan pajak juga tidak berjalan dengan baik. Relasi pajak-zakat dibangun di rezim undang-undang nonperpajakan dan tanpa melibatkan otoritas pajak. Hal ini diganjar dengan lemahnya penegakan relasi zakat dan pajak di lapangan. Kegagalan eksperimen zakat sebagai tax credit di Aceh dan keluarnya PP No. 60 Tahun 2010 di tengah proses pembahasan RUU Zakat secara jelas memperlihatkan resistensi otoritas pajak terhadap wacana zakat sebagai tax credit. Untuk mencegah terulangnya upaya fait accompliâ, pemerintah juga kini menyertakan otoritas pajak sebagai mitra DPR dalam pembahasan RUU Zakat.
Kelemahan kerangka regulasi dan institusional zakat nasional semakin memperburuk relasi zakat-pajak ini. Hingga kini terdapat ketidakjelasan otoritas zakat. Dunia zakat nasional juga tidak memiliki tata kelola yang baik. Posisi tawar dunia zakat pun menjadi lemah di depan otoritas pajak. Dari pengamatan cepat, pelaksanaan zakat sebagai tax deduction sendiri terlihat banyak kelemahan, seperti zakat sebagai tax deduction hanya berlaku pada zakat atas penghasilan, BAZ/LAZ yang diakui oleh aparat pajak di tingkat teknis-operasional umumnya hanya BAZNAS, serta dugaan bahwa WP cenderung tidak meng-exercise fasilitas ini karena tidak seimbang antara benefit dan cost.
Arah ke depan
Zakat sebagai tax credit diperkirakan akan menjadi insentif yang memadai bagi muzakki untuk menunaikan kewajibannya. Fasilitas ini juga dianggap akan memberi dampak positif terhadap kepatuhan membayar pajak. Namun proposal ini tidak dipersiapkan dengan baik. Dalam semua draf RUU Zakat yang ada, tidak ada satu pun pasal yang berbicara tentang otoritas pajak dalam kaitan zakat sebagai pengurang pajak. Padahal wacana zakat sebagai tax credit mensyaratkan adanya koordinasi yang kuat antara otoritas pajak dan otoritas zakat, dari tingkat tertinggi hingga terbawah.
Zakat sebagai tax credit juga diperkirakan akan berdampak signifikan pada penerimaan perpajakan. Diterimanya wacana zakat sebagai tax credit, dan di saat yang sama juga dilakukan equal treatment terhadap sumbangan keagamaan wajib lainnya, akan menurunkan penerimaan perpajakan dalam negeri, yaitu penerimaan PPh nonmigas, sebesar penerimaan zakat nasional dan penerimaan sumbangan keagamaan wajib nasional lainnya.
Selain itu, implementasi zakat sebagai tax credit akan menimbulkan restitusi pajak yang proses administrasinya rumit dan potensial untuk disalahgunakan. Dengan kelemahan tata kelola dunia zakat nasional saat ini, zakat sebagai tax credit akan menjadi eksperimen yang terlalu berisiko bagi dunia zakat nasional yang kini sedang berkembang pesat.
Ke depan, wacana yang harus lebih dikedepankan adalah menata ulang hubungan koordinasi otoritas pajak-zakat nasional dengan tujuan jangka pendek untuk memperbaiki secara mendasar pelaksanaan zakat sebagai tax deduction. Di saat yang sama, dunia zakat nasional sebaiknya berkonsentrasi pada perbaikan tata kelola yang baik (good governance) di internal dunia zakat nasional dengan membentuk otoritas zakat yang kuat dan kredibel. Upaya penting lain di sini adalah konsolidasi BAZ/LAZ yang saat ini jumlahnya terlalu banyak, dalam rangka mendorong transparansi dan kredibilitas dunia zakat nasional.
Wacana yang juga perlu dikedepankan adalah bahwa insentif untuk meningkatkan kinerja zakat nasional tidak harus selalu berupa insentif kepada muzakki, terlebih ketika insentif berupa zakat sebagai tax credit memiliki potensi negatif terhadap stabilitas keuangan negara dan distribusi pendapatan.
Wacana alternatif yang lebih menarik dan progresif untuk meningkatkan kinerja dunia zakat nasional adalah integrasi zakat dalam pembangunan dengan mendorong kemitraan strategis pemerintah dan BAZ/LAZ untuk akselerasi pengentasan masyarakat miskin. UU Zakat harus mengamanatkan bahwa pemerintah akan secara aktif mengikutsertakan BAZ/LAZ dalam program penanggulangan kemiskinan.
Kemitraan pemerintah-BAZ/LAZ dalam program penanggulangan kemiskinan dapat berupa pemberian hibah (block-grant) ataupun kontrak penyediaan jasa sosial (specific-grant), dengan pemerintah menerapkan kriteria dan persyaratan (eligibility criteria) bagi BAZ/LAZ penerima dana program penanggulangan kemiskinan, seperti transparansi finansial, efektivitas pendayagunaan dana, dan kesesuaian dengan prioritas nasional/daerah. *
Sumber: Milis FoSSEI (Koran Tempo, 3 Desember 2010)

Selasa, 23 November 2010

Kedudukan Pertanian dalam Ekonomi Syariah


oleh: Mustafa Kemal Rokan
Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN Sumatera Utara


Penulis menuturkan berita “miris” tentang perkembangan perbankan syariah saat ini. Penulis sebut “miris” sebab kurangnya keberpihakan perbankan syariah pada sektor pertanian. Indikasinya jelas, bahwa pembiayaan bank syariah dalam sektor pertanian masih sangat minim. Begitu banyaknya skim-skim bank syariah yang beroperasi saat ini, namun faktanya pembiayaan bank syariah dalam sektor ini masih sangat sedikit dibanding dengan sektor lainnya.  Dengan kata lain, sektor pertanian masih dipandang sebelah mata oleh perbankan syariah saat ini. Apa pasal?

Minimnya pembiayaan disektor ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi perbankan, sebab pembayaran terhadap pembiayaan yang diberikan tidak secepat pembiayaan dalam sektor perdagangan. Jika pada sektor perdagangan intensitas hasil dapat dihitung dalam waktu yang relatif singkat, bisa per-bulan, per-minggu bahkan per-hari. Berbeda dengan pembiayaan pertanian yang menunggu waktu yang relatif lama, empat atau enam bulan.

Concern ekonomi syariah dalam bidang pertanian

Sungguh, penulis melihat bahwa fakta ini sangatlah ironis. Paling tidak ada tiga alasan yang patut diuraikan. Pertama, bahwa perbankan syariah belum merepresentasikan perbankan yang memahami konsep syariah secara utuh, alih-alih mengatakan dan melebelkan bank yang dikelolanya adalah bank syariah. Sangat penting ditegaskan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang utama dibicarakan dalam ekonomi syariah. Betapa tidak, satu-satunya kitab suci dan agama yang paling concern membicarakan sektor pertanian adalah Islam melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Menarik jika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan tentang pertanian. Ratusan ayat Al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah sungguh banyak membicarakan sektor pertanian. Paling tidak terdapat tiga surah dalam Al-Quran yang concern membicarakan sektor pertanian (agribisnis), yakni surah Yasin, Ar-Rahman dan Al-Waqiah dan puluhan ayat lainnya dalam sebaran surah lainnya.

Sebutlah beberapa contoh diantaranya, Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?. (Surah Yasin 33-35).

Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13).  Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya) (Al-Waqi’ah: 28-29).

Membahas ayat-ayat pertanian dalam artikel ini tentu tidak akan cukup, kita membutuhkan puluhan bahkan ratusan jilid buku untuk membahas konsep pertanian dalam Al-Quran. Yang penting dipertegas bahwa Islam adalah agama yang sangat concern dalam bidang ini.   

Kedua, dalam khazanah hukum bisnis syariah (muamalah) bahwa akad atau kontrak dalam sektor pertanian justru dibuat secara khusus. Saya mengira bahwa tidak satupun hukum kontrak yang ada didunia ini yang mengkhususkan pembahasan kontrak dalam bidang pertanian. Seperti yang dimaklumi bahwa dari lima jenis core hukum kontrak syariah yang bersifat bagi hasil yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah, tiga diantaranya khususu berkaitan dengan kontrak di bidang pertanian. 

Demikian juga hukum Islam secara khusus membicarakan tentang bab zakat dalam masalah pertanian. Banyaknya bentuk kontrak dalam bidang pertanian menunjukkan keberpihakan ekonomi syariah dalam bidang ini. Hal ini tentu terkait dengan kultur agribisnis yang ada pada masa Rasulullah Saw. Namun, pertanyaannya bukankah kita merupakan negara agraris?

Revitalisasi sektor pertanian

Dalam konteks inilah, penulis melihat bahwa tidak ada alasan bagi industri perbankan untuk tidak concern dalam sektor pertanian. Bukankah sebagian besar penduduk ini hidup dari sektor agraris? Khusus dalam konteks perbankan syariah yang masih enggan untuk melakukan pembiayaan pada sektor ini, menunjukkan keberpihakan perbankan syariah untuk melakukan tujuan ekonomi Islam itu sendiri menjadi diragukan. Penulis melihat telah terjadi kesalahan atau pergeseran orientasi ekonomi syariah. Padahal orientasi bisnis Islam tidak hanya mementingkan keuntungan an sich. Ekonomi Islam lahir dari rahim kasih sayang dan sifat tolong menolong. Meski mencari keuntungan sebuah keniscayaan dalam berbisnis, namun visi tolong menolong dan pemberdayaan rakyat adalah visi utama ekonomi Islam.

Dengan demikian, mengenyampingkan sektor pertanian yang merupakan salah satu objek pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia berarti mengenyampingkan ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Lebih dari itu, perbankan yang masih takut untuk concern terhadap pembiayaan sektor pertanian yang disebabkan margin keuntungan yang sedikit menunjukkan kata syariah yang dilabelkan pada perbankan tersebut patut dipertanyakan. Kondisi ini terjadi disebabkan terdegradasinya visi ekonomi syariah pada perbankan syariah, disamping ketidakmampuan perbankan syariah untuk menggali dan mendinamisasi konsep agribisnis syariah secara praktis di lapangan.   

Karenanya, sudah saatnya perbankan syariah saat ini berani menunjukkan “tampil beda” dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ekonomi syariah yang diusung hendaknya sejalan dengan misi maqashid syariah itu sendiri. Sehingga, kesan bahwa perbankan dan asuransi syariah yang diklaim sebagai duplikasi atau “ganti baju” dari bank konvensional dapat diretas. Meretas stigma yang masih kuat melekat pada bank syariah tentu dengan cara mereformasi atau menyegarkan kembali visi ekonomi Islam yang berorientasi menjadikan human falah. Dengan demikian, menjadikan bank syariah sebagai bank yang hanya berorientasi profit minded tanpa memperhatikan kesejahteraan merata akan mereduksi makna kesyariahan, lebih dari itu akan mencederai ekonomi syariah itu sendiri.

Lebih penting dari itu, bahwa sudah saatnya umat Islam menggali sistem ekonomi Islam dalam bidang agribisnis yang teruji secara konsep dan praktis. Belum maksimalnya pemberdayaan ekonomi di bidang pertanian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam melihat konsep pertanian negeri ini. Adagium ibarat “petani mati di lumbung” menandakan terjadi kesalahan besar manajemen pertanian di Indonesia. Tentu pembahasan konsep ini harus dilakukan secara komprehensif dari mulai sistem pertanian, manajemen pertanian hingga tata kelola swasta dan negara dalam bidang pertanian.

bertitik tolak dari wacana di atas, tentu banyak strategi yang bisa dikembangkan oleh bank syariah.
Sumber: Milis FoSEI

Kedudukan Pertanian dalam Ekonomi Syariah


oleh: Mustafa Kemal Rokan
Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN Sumatera Utara


Penulis menuturkan berita “miris” tentang perkembangan perbankan syariah saat ini. Penulis sebut “miris” sebab kurangnya keberpihakan perbankan syariah pada sektor pertanian. Indikasinya jelas, bahwa pembiayaan bank syariah dalam sektor pertanian masih sangat minim. Begitu banyaknya skim-skim bank syariah yang beroperasi saat ini, namun faktanya pembiayaan bank syariah dalam sektor ini masih sangat sedikit dibanding dengan sektor lainnya.  Dengan kata lain, sektor pertanian masih dipandang sebelah mata oleh perbankan syariah saat ini. Apa pasal?

Minimnya pembiayaan disektor ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi perbankan, sebab pembayaran terhadap pembiayaan yang diberikan tidak secepat pembiayaan dalam sektor perdagangan. Jika pada sektor perdagangan intensitas hasil dapat dihitung dalam waktu yang relatif singkat, bisa per-bulan, per-minggu bahkan per-hari. Berbeda dengan pembiayaan pertanian yang menunggu waktu yang relatif lama, empat atau enam bulan.

Concern ekonomi syariah dalam bidang pertanian

Sungguh, penulis melihat bahwa fakta ini sangatlah ironis. Paling tidak ada tiga alasan yang patut diuraikan. Pertama, bahwa perbankan syariah belum merepresentasikan perbankan yang memahami konsep syariah secara utuh, alih-alih mengatakan dan melebelkan bank yang dikelolanya adalah bank syariah. Sangat penting ditegaskan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang utama dibicarakan dalam ekonomi syariah. Betapa tidak, satu-satunya kitab suci dan agama yang paling concern membicarakan sektor pertanian adalah Islam melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Menarik jika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan tentang pertanian. Ratusan ayat Al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah sungguh banyak membicarakan sektor pertanian. Paling tidak terdapat tiga surah dalam Al-Quran yang concern membicarakan sektor pertanian (agribisnis), yakni surah Yasin, Ar-Rahman dan Al-Waqiah dan puluhan ayat lainnya dalam sebaran surah lainnya.

Sebutlah beberapa contoh diantaranya, Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?. (Surah Yasin 33-35).

Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13).  Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya) (Al-Waqi’ah: 28-29).

Membahas ayat-ayat pertanian dalam artikel ini tentu tidak akan cukup, kita membutuhkan puluhan bahkan ratusan jilid buku untuk membahas konsep pertanian dalam Al-Quran. Yang penting dipertegas bahwa Islam adalah agama yang sangat concern dalam bidang ini.   

Kedua, dalam khazanah hukum bisnis syariah (muamalah) bahwa akad atau kontrak dalam sektor pertanian justru dibuat secara khusus. Saya mengira bahwa tidak satupun hukum kontrak yang ada didunia ini yang mengkhususkan pembahasan kontrak dalam bidang pertanian. Seperti yang dimaklumi bahwa dari lima jenis core hukum kontrak syariah yang bersifat bagi hasil yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah, tiga diantaranya khususu berkaitan dengan kontrak di bidang pertanian. 

Demikian juga hukum Islam secara khusus membicarakan tentang bab zakat dalam masalah pertanian. Banyaknya bentuk kontrak dalam bidang pertanian menunjukkan keberpihakan ekonomi syariah dalam bidang ini. Hal ini tentu terkait dengan kultur agribisnis yang ada pada masa Rasulullah Saw. Namun, pertanyaannya bukankah kita merupakan negara agraris?

Revitalisasi sektor pertanian

Dalam konteks inilah, penulis melihat bahwa tidak ada alasan bagi industri perbankan untuk tidak concern dalam sektor pertanian. Bukankah sebagian besar penduduk ini hidup dari sektor agraris? Khusus dalam konteks perbankan syariah yang masih enggan untuk melakukan pembiayaan pada sektor ini, menunjukkan keberpihakan perbankan syariah untuk melakukan tujuan ekonomi Islam itu sendiri menjadi diragukan. Penulis melihat telah terjadi kesalahan atau pergeseran orientasi ekonomi syariah. Padahal orientasi bisnis Islam tidak hanya mementingkan keuntungan an sich. Ekonomi Islam lahir dari rahim kasih sayang dan sifat tolong menolong. Meski mencari keuntungan sebuah keniscayaan dalam berbisnis, namun visi tolong menolong dan pemberdayaan rakyat adalah visi utama ekonomi Islam.

Dengan demikian, mengenyampingkan sektor pertanian yang merupakan salah satu objek pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia berarti mengenyampingkan ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Lebih dari itu, perbankan yang masih takut untuk concern terhadap pembiayaan sektor pertanian yang disebabkan margin keuntungan yang sedikit menunjukkan kata syariah yang dilabelkan pada perbankan tersebut patut dipertanyakan. Kondisi ini terjadi disebabkan terdegradasinya visi ekonomi syariah pada perbankan syariah, disamping ketidakmampuan perbankan syariah untuk menggali dan mendinamisasi konsep agribisnis syariah secara praktis di lapangan.   

Karenanya, sudah saatnya perbankan syariah saat ini berani menunjukkan “tampil beda” dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ekonomi syariah yang diusung hendaknya sejalan dengan misi maqashid syariah itu sendiri. Sehingga, kesan bahwa perbankan dan asuransi syariah yang diklaim sebagai duplikasi atau “ganti baju” dari bank konvensional dapat diretas. Meretas stigma yang masih kuat melekat pada bank syariah tentu dengan cara mereformasi atau menyegarkan kembali visi ekonomi Islam yang berorientasi menjadikan human falah. Dengan demikian, menjadikan bank syariah sebagai bank yang hanya berorientasi profit minded tanpa memperhatikan kesejahteraan merata akan mereduksi makna kesyariahan, lebih dari itu akan mencederai ekonomi syariah itu sendiri.

Lebih penting dari itu, bahwa sudah saatnya umat Islam menggali sistem ekonomi Islam dalam bidang agribisnis yang teruji secara konsep dan praktis. Belum maksimalnya pemberdayaan ekonomi di bidang pertanian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam melihat konsep pertanian negeri ini. Adagium ibarat “petani mati di lumbung” menandakan terjadi kesalahan besar manajemen pertanian di Indonesia. Tentu pembahasan konsep ini harus dilakukan secara komprehensif dari mulai sistem pertanian, manajemen pertanian hingga tata kelola swasta dan negara dalam bidang pertanian.

bertitik tolak dari wacana di atas, tentu banyak strategi yang bisa dikembangkan oleh bank syariah.
Sumber: Milis FoSEI

SEBUTIR KORMA PENJEGAL DO’A


Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa.
Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.
4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah
tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali.
Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu
dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu. "Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan  sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab  malaikat yang
satu lagi.
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini
ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullahal adzhim" ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia
tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya ibrahim. "Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu. "Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta  penghalalan ?"

Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan  penuh minat. "Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli  waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku  makan tanpa izinnya?".

"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan
saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya."
"Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."

Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan,
akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.
4 bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. "Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain."

"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan
dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas." "Oleh sebab itu berhati-hatilah dengan makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? Lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu...
Sumber: Milis FoSEI

Minggu, 07 November 2010

Menitikkan Air Mata Membaca Kisah Qurban Bu Sumi


Cerita pedagang hewan Qurban

Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.
Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang
terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor laku
terjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi). Kami cukup
gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak saya
untuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan. Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk
dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya
laku/ habis terjual.
Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami
jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang
disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon
pembeli. Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani
teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor
kambing. “Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”, Syukur saya dalam hati.
Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat
seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah
lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya
memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?”  sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi nunggu bus kali.
Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.

Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan. “Silahkan bu dipilih
hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?” Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu
itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa bang ?” Ibu itu menunjuk hewan
yang paling murah dari hewan yang lainnya. “Kalau yang itu harganya Rp.
600.000,- bu,” jawab saya. “Harga pasnya berapa bang ?”. “ Gak usah tawar lagi ya bu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau.” Fikir saya memang dari harga segitu
keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Uang saya Cuma ada
450 ribu, boleh gak”. Waduh... saya bingung, karena itu harga modal kami,
akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. “Biarlah mungkin ini jalan
pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya
sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu
untuk berqurban”. Sepakat kami berempat. “Tapi bawa sendiri ya.. ?” akhirnya si
ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia
yang bayar dirumah. Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu langsung
pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.
Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....
Allaahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat
keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya
di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak
melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh.
Diatas dipan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam
kondisi sakit. “Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apa” (oh ternyata ibu
ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar. “Ini ibu
saya bang” ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya. Mak Sumi udah beliin
kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak. Orang tua itu kaget
namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing
orang tua itu berucap, Allaahu Akbar, Alhamdulillaah, akhirnya kesampaian juga
emak qurban.
“Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah, saya hanya kuli
cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat
qurban ibu saya.”
Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan
dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu ini. Rasanya saya
sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung pamit
meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
“Bang nih ongkos bajajnya.!” panggil si Ibu, “sudah bu cukup, biar ongkos bajaj
saya yang bayar.” Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah
basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Sumber: Milis FoSSEI

Jumat, 29 Oktober 2010

PEMENANG LKTEI 4th SETIA KEI FE UNS


Inilah pemenang LKTEI 4th SETIA KEI FE UNS. Final telah diselenggarakan pada hari Ahad, 24 Oktober 2010 di FE UNS. Acara dimulai pukul 8.00 sampai dengan pukul 11.00. Selamat kepada para pemenang. Tetap semangat dalam membumikan ekonomi Islam.
PEMENANG LKTEI 4th SETIA KEI FE UNS
Juara 1
Fina Ariyana, Wendy Adithia (FOSEI FE UNSOED)
Judul Paper : Wakaf City Sebagai Solusi UMKM untuk Meningkatkan Daya saing produk Lokal dalam persaingan global serta efek berkah bagi ummat
Juara 2
Windi Adi Wibowo, Muhammad Agus Khoirul Wafa (UII)
Judul Paper : Integrasi sistem LKMS dan Trading House “Upaya pemberdayaan Ekonomi Rakyat  yang Kompetitif Menghadapi Persaingan Ekonomi Global”
Juara 3
Verdina Parasmita, Binarlyn Indri Rahayu, dan Muhammad Nur Haulahuddin (FOSEI FE UNSOED)
Judul Paper : Manajemen Strategik Global Market Melalui Penerapan Sistem Cyber Market Pada Sentral UMKM


Rabu, 27 Oktober 2010

Dinamika Psikologis Perbankan Syariah


Oleh: Ahmad Ifham Sholihin, Pemerhati Ekonomi dan Sosial
Konsep Bank Syariah adalah menjalankan sistem perbankan sesuai dengan ketentuan syariah (hukum Islam). Cita-cita luhur yang diusung oleh bank syariah adalah mewujudkan kemaslahatan nasabah, menjadikan sistem perbankan yang adil, menenteramkan dan menguntungkan.
Sama halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga memiliki produk pendanaan, pembiayaan (kredit), jasa, dan lain-lain. Namun, bank syariah dijalankan dengan konsep nirbunga.
Operasional perbankan syariah dijalankan untuk meniadakan sistem bunga dengan menggunakan akad-akad bisnis yang sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Misalnya akad jual beli, bagi hasil, sewa menyewa, dan lain-lain.
Ada 3 cara bank syariah dalam memodifikasi produk perbankan, yaitu menyariahkan produk yang bisa disesuaikan dengan syariah, menghilangkan produk yang tidak bisa disyariahkan, dan membuat produk baru.
Tumbuh kembang perbankan syariah ini juga mendapat dukungan signifikan dari regulator seperti adanya Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia serta berbagai regulasi lain yang mempermudah tumbuh kembang bisnis ini.
Namun, tetap saja bank syariah belum menjadi pilihan utama masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan. Bank konvensional masih tetap menjadi pilihan utama masyarakat dengan berhasil menambah aset sebesar Rp.1.213 triliun hanya dalam waktu 5 tahun terakhir sehigga total aset bank konvensional saat ini adalah Rp.2.683 triliun (BI: Juli 2010).
Bandingkan dengan bank syariah yang hanya berhasil menambah aset sebesar Rp.58 triliun dalam waktu 5 tahun terakhir sehingga total aset bank syariah saat ini adalah Rp.78 triliun (BI: Juli 2010).
 Kendala
Tumbuh kembang perbankan syariah dalam 2 dekade terakhir ini, tak bisa lepas dari pengaruh faktor psikologis, sosial, ekonomi dan kultural masyarakat yang ratusan tahun terlanjur menggunakan sistem perbankan konvensional yang berbasis bunga.
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun masyarakat terlanjur memaklumi eksistensi sistem perbankan berbasis bunga, bahkan sampai saat ini pun pemerintah melegalkan dan mendukung penuh sistem ini. Pemuka agama pun seakan merestui sistem ini berkembang pesat sampai sekarang.
Sementara itu, praktek bank syariah juga tetap harus melibatkan diri dengan hegemoni sistem keuangan global berbasis bunga tersebut. Penentuan margin keuntungan dalam akad jual beli, margin bagi hasil, margin sewa, dan fee based income bank syariah terpaksa harus melirik BI Rate.
Padahal masyarakat sebenarnya berharap agar bank syariah sama sekali beda dan memiliki nilai lebih dibanding bank konvensional  baik dari segi akad, substansi maupun dampak yang dirasakan. Apalagi perbankan syariah sendiri juga menjanjikan adanya kemurnian nilai syariah dalam praktek operasionalnya.
Istilah bahasa Arab yang digunakan juga semakin menunjukkan bahwa perbankan syariah masih eksklusif. Faktor SDM, IT, manajemen serta insfrastruktur bank syariah yang kurang handal juga menjadi salah satu penyebab kurang diminatinya bank syariah.
Kondisi Ideal
Sebenarnya, perbankan syariah bisa menjadi seperti yang diharapkan masyarakat jika bank syariah bisa terlepas dari sistem fiat money (uang kertas dengan segala dampaknya) maupun interest system (sistem bunga). Fiat money bisa diganti dengan konsep ekonomi dan keuangan berbasis dinar/dirham, yaitu mata uang emas/perak yang memiliki nilai instrinsik sama dengan nominalnya, bersifat stabil, dengan nilai inflasi hampir selalau 0%.
Konsep dinar/dirham bisa meniadakan adanya faktor interest system, bisa terhindar dari time value of money, karena nilai uang tidak lagi tergantung oleh pergerakan waktu. Contoh sederhana jika nasabah membeli barang dari bank dengan harga 100 dinar, maka dia akan tetap membayar 100 dinar meskipun dibayar tunai atau secara angsuran dalam jangka waktu tertentu.
Untuk skema akad berbasis bagi hasil, sewa, atau fee based income, tentu akan menyesuaikan dengan seberapa besar bagi hasil yang diperoleh, seberapa besar margin sewa dari barang/jasa disewakan, atau fee atas jasa perbankan yang diberikan.
Lebih jauh lagi, transaksi online yang bernilai triliunan rupiah (misalnya) akan bisa dilakukan dengan tetap mencadangkan emas senilai transaksi tersebut. Kondisi ini menyebabkan seluruh transaksi bernilai riil sehingga bisa terhindar dari segala bentuk ketidakjelasan bertransaksi (gharar), dan manajemen risiko lebih terkontrol.
Bank syariah akan lebih berfungsi sebagai baytul mal yang akan mendistribusikan harta secara proporsional, namun tetap menjalankan fungsi profit maupun non profit. Nasabah tidak mampu akan diberikan prioritas yang lebih dibanding nasabah yang kaya raya.
Bank syariah juga akan mengumpulkan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) dari masyarakat yang mampu. Dana inilah yang akan digunakan bank syariah untuk memberikan pinjaman (qardh) kepada kaum dhuafa.
Konsep ini akan menyebabkan fungsi perbankan syariah lebih didominasi oleh investasi dan pembiayaan bersifat produktif, serta modal usaha di sektor riil. Sektor konsumsi diprioritaskan untuk melayani masyarakat tidak mampu.
Sudah saatnya pula bank syariah harus mulai memopulerkan penggunaan istilah-istilah bahasa Indonesia sehingga terasa ringan didengar, mengena, dan tidak terkesan eksklusif. SDM, IT, Infrastruktur, dan manajemen bank syariah harus dibenahi agar mampu bersaing dengan hegemoni perbankan konvensional yang sudah terlanjur matang.
Kondisi ideal tersebut bisa terwujud dengan syarat para praktisi, akademisi, dan penggiat bank syariah harus jujur bahwa praktek yang saat ini dijalankan adalah masih dalam kondisi darurat yang masih jauh dari ideal meskipun inilah praktek terbaik perbankan syariah yang bisa dilakukan untuk saat ini.
Kejujuran ini akan memicu kesungguhan berbagai elemen untuk mewujudkan sistem perbankan syariah seperti yang dicita-citakan. Sebuah kejujuran yang tentu harus didukung dengan keseriusan berbagai elemen untuk menyelesaikan tahap demi tahap menuju sistem perbankan syariah berbasis dinar/dirham.
Sumber: milis FoSSEI

Senin, 25 Oktober 2010

Dulu Haram, Kini Halal


Pada suatu ketika di zaman Nabi Muhammad SAW ada seorang pencuri yang hendak bertaubat, dia duduk di majelis Nabi Muhammad SAW dimana para shahabat berdesak-desakkan di Masjib Nabawi.
Suatu ketika dia menangkap perkataan Nabi saw : "Barangsiapa meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang Haram itu dalam keadaan halal". Sungguh dia tidak memahami maksudnya, apalagi ketika para shahabat mendiskusikan hal tersebut setelah majelis dengan tingkat keimanan dan pemahaman yang jauh dibawah sang pencuri merasa tersisihkan.
 Akhirnya malam pun semakin larut, sang pencuri lapar. Keluarlah dia dari Masjid demi melupakan rasa laparnya. Di suatu gang tempat dia berjalan, dia mendapati suatu rumah yang pintunya agak terbuka. Dengan insting pencurinya yang tajam ia dapat melihat dalam gelap bahwa pintu itu tidak terkunci...dan timbullah peperangan dalam hatinya untuk mencuri atau tidak. Tidak, ia merasa tidak boleh mencuri lagi.
Namun tiba-tiba timbul bisikan aneh : "Jika kamu tidak mencuri mungkin akan ada pencuri lainnya yang belum tentu seperti kamu". Menjadi berfikirlah dia, maka diputuskan dia hendak memberitahukan/mengingatkan pemiliknya di dalam agar mengunci pintu rumahnya, karena sudah lewat tengah malam.
Dia hendak memberi salam namun timbul kembali suara tadi : "Hei pemuda! bagaimana kalau ternyata di dalam ada pencuri dan pintu ini ternyata adalah pencuri itu yang membuka, bila engkau mengucap salam ... akan kagetlah dia dan bersembunyi, alangkah baiknya jika engkau masuk diam-diam dan memergoki dia dengan menangkap basahnya !" Ah.. benar juga, pikirnya.
Maka masuklah ia dengan tanpa suara... Ruangan rumah tersebut agak luas, dilihatnya berkeliling ada satu meja yang penuh makanan - timbul keinginannya untuk mencuri lagi, namun segera ia sadar - tidak, ia tidak boleh mencuri lagi.
Masuklah ia dengan hati-hati, hehhh ...syukurlah tidak ada pencuri berarti memang sang pemilik yang lalai mengunci pintu. Sekarang tinggal memberitahukan kepada pemilik rumah tentang kelalaiannya, tiba-tiba terdengar suara mendengkur halus dari sudut ruang....Ahh ternyata ada yang tidur mungkin sang pemilik dan sepertinya perempuan cantik.
Tanpa dia sadari kakinya melangkah mendekati tempat tidur, perasaannya berkecamuk, macam-macam yang ada dalam hatinya. Kecantikan, tidak lengkapnya busana tidur yang menutup sang wanita membuat timbul hasrat kotor dalam dirinya.
Begitu besarnya hingga keluar keringat dinginnya, seakan jelas ia mendengar jantungnya berdetak kencang didadanya, serta tak dia sangka ia sudah duduk mematung disamping tempat tidur...Tidak, aku tidak boleh melakukan ini aku ingin bertaubat dan tidak mau menambah dosa yang ada, tidakk !!
Segera ia memutar badannya untuk pergi. Akan ia ketuk dan beri salam dari luar sebagaimana tadi. Ketika akan menuju pintu keluar ia melalui meja makan tadi, tiba-tiba terdengar bunyi dalam perutnya...ia lapar. Timbullah suara aneh tadi : "Bagus hei pemuda yang baik, bagaimana ringankah sekarang perasaanmu setelah melawan hawa nafsu birahimu?"
Eh-eh, ya. Alhamdulillah ada rasa bangga dalam hati ini dapat berbuat kebaikan dan niat perbuatan pemberitahuan ini akan sangat terpuji. Pikir sang pemuda. Suara itu berkata :"Maka sudah sepatutnya engkau memperoleh ganjaran dari sang pemilik rumah atas niat baikmu itu, ambillah sedikit makanan untuk menganjal perutmu agar tidak timbul perasaan dan keinginan mencuri lagi!!"
Berpikirlah dia merenung sebentar, patutkah ia berbuat begitu? "Hei - tiba2x ia tersadar serta berucap dalam hati - engkau dari tadi yang berbicara dan memberi nasihat kepadaku? Tapi nasihatmu itu telah menjadikan aku menjadi tamu tidak diundang seperti ini, tidak.. aku tidak akan mendengarkan nasihatmu. Bila engkau Tuhan, tidak akan memberi nasihat seperti ini. Pasti engkau Syaithon....(hening).
Celaka aku, bila ada orang yang di luar dan melihat perbuatanku .... aku harus keluar." Maka tergesa-gesa ia keluar rumah wanita tersebut, ketika tiba dihadapan pintu ia mengetuk keras dan mengucap salam yang terdengar serak menakutkan.
Semakin khawatir ia akan suaranya yang berubah, setelah itu tanpa memastikan pemiliknya mendengar atau tidak ia kembali menuju masjid dengan perasaan galau namun lega, karena tidak ada orang yang memergoki dia melakukan apa yang disarankan suara aneh tadi.
Sesampai dimasjid, ia melihat Nabi saw sedang berdiri sholat. Di sudut ruang ada seorang yang membaca al qur-aan dengan khusyu' sambil meneteskan air mata, di sudut-sudut terdapat para shahabat dan kaum shuffah tidur. Dingin sekali malam ini, lapar sekali perut ini teringat lagi ia akan pengalaman yang baru dia alami, bersyukur ia atas pertolongan Allah yang menguatkan hatinya.
Tapi ... tidak di dengar bisikan Allah di hatinya, apakah Allah marah kepadaku? Lalu ia menghampiri sudut ruang masjid duduk dekat pintu, dekat orang yang membaca al qur-aan. Ditengah melamunnya ia mendengar sayup namun jelas bait-bait ayat suci ...... 
    Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong:"Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari pada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja Mereka menjawab:"Seandainya Allah memberi petunuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadam.Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh ataukah bersabar.Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri". (QS. 14:21)
    Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya.Sekali-kali tidak kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamulalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku.Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. 14:22)
 Bergetarlah hatinya mendengar perkataan Allah yang di dengarnya, berkatalah ia "Engkau berbicara kepadakukah, ya Allah?" Serasa lapang hatinya, semakin asyik dia mendengarkan bacaan suci itu, maka lupalah ia akan laparnya, segar rasanya badannya.
Cukup lama ia mendengarkan bacaan orang itu hingga tiba-tiba tersentak ia karena bacaan itu dihentikan berganti dengan ucapan menjawab salam. Terlihat olehnya pula bahwa pria itu menjawab salam seseorang wanita dan seorang tua yang masuk langsung menuju tempat Nabi Muhammad SAW sedang duduk berdzikir, dan wajah wanita itu ... adalah wajah wanita tadi !!!??? Timbul gelisah hatinya, apakah tadi ketika ia berada diruangan itu sang wanita pura-pura tidur dan melihat wajahnya? Ataukah ada orang yang diam-diam melihatnya, mungkin laki-laki tua yang bersamanya adalah orang yang diam-diam memergokinya ketika ia keluar dan mengetuk pintu rumah itu? Ahh ... celaka, celaka.
Namun gemetar tubuhnya, tidak mampu ia menggerakkan anggota tubuhnya untuk bersembunyi atau pergi apalagi tampak olehnya pria yang tadi membaca al Qur-aan hendak tidur dan tak lamapun mendengkur. Dan ia lihat mereka sudah berbicara dengan Nabi saw.... celaka, pikirnya panik !!
Hampir celentang jantuh ia ketika terdengar suara Nabi Muhammad SAW. : "Hai Fulan, kemarilah !" Dengan pelahan dan perasaan takut ia mendekat. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya.
Ia mendengar sang perempuan masih berbicara kepada Nabi Muhammad SAW. katanya : "...benar ya Rosulullah, saya sangat takut pada saat itu saya bermimpi rumah saya kemasukan orang yang hendak mencuri, dia mendekati saya dan hendak memperkosa saya, ketika saya berontak ... ternyata itu hanya mimpi. Namun ketika saya melihat sekelilingnya ternyata pintu rumah saya terbuka sebagaimana mimpi saya dan ada suara menyeramkan yang membuat saya takut. Maka segera saya menuju rumah paman saya untuk meminta dicarikan suami buat saya, agar kejadian yang dimimpi saya tidak terjadi bila saya ada suami yang melindungi. Sehingga beliau mengajak saya menemui engkau disini agar memilihkan calon suami untuk saya".
Nabi saw memandang kepada si pemuda bekas pencuri, lalu berkata : "Hai Fulan, karena tidak ada pria yang bangun kecuali engkau saat ini maka aku tawarkan padamu, maukah engkau menjadi suaminya?" Terkejut ia mendengar itu, cepat mengangguklah ia.
Dan setelah sholat shubuh Nabi saw mengumumkan hal ini dan meminta para shahabat mengumpulkan dana untuk mengadakan pernikahan dan pembayaran mas kawin si pemuda ini.
Setelah pernikahannya, tahulah ia akan arti perkataan Nabi Muhammad yang lalu :
"Barangsiapa meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang Haram itu dalam keadaan halal".
Sekarang ia dapat memakan makanan yang tadi dengan halal (dahulunya haram), dan ia dapat menikmati wanita itu sebagai isterinya dengan halal. Allahu Akbar, wal Hamdu Lillah.
Sumber: Milis FoSSEI