KEI FEB UNS

Kajian Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Islam Pasti Menang!

Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membenci." {QS. Ash Shaff (61): 9}

Selasa, 23 November 2010

Kedudukan Pertanian dalam Ekonomi Syariah


oleh: Mustafa Kemal Rokan
Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN Sumatera Utara


Penulis menuturkan berita “miris” tentang perkembangan perbankan syariah saat ini. Penulis sebut “miris” sebab kurangnya keberpihakan perbankan syariah pada sektor pertanian. Indikasinya jelas, bahwa pembiayaan bank syariah dalam sektor pertanian masih sangat minim. Begitu banyaknya skim-skim bank syariah yang beroperasi saat ini, namun faktanya pembiayaan bank syariah dalam sektor ini masih sangat sedikit dibanding dengan sektor lainnya.  Dengan kata lain, sektor pertanian masih dipandang sebelah mata oleh perbankan syariah saat ini. Apa pasal?

Minimnya pembiayaan disektor ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi perbankan, sebab pembayaran terhadap pembiayaan yang diberikan tidak secepat pembiayaan dalam sektor perdagangan. Jika pada sektor perdagangan intensitas hasil dapat dihitung dalam waktu yang relatif singkat, bisa per-bulan, per-minggu bahkan per-hari. Berbeda dengan pembiayaan pertanian yang menunggu waktu yang relatif lama, empat atau enam bulan.

Concern ekonomi syariah dalam bidang pertanian

Sungguh, penulis melihat bahwa fakta ini sangatlah ironis. Paling tidak ada tiga alasan yang patut diuraikan. Pertama, bahwa perbankan syariah belum merepresentasikan perbankan yang memahami konsep syariah secara utuh, alih-alih mengatakan dan melebelkan bank yang dikelolanya adalah bank syariah. Sangat penting ditegaskan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang utama dibicarakan dalam ekonomi syariah. Betapa tidak, satu-satunya kitab suci dan agama yang paling concern membicarakan sektor pertanian adalah Islam melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Menarik jika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan tentang pertanian. Ratusan ayat Al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah sungguh banyak membicarakan sektor pertanian. Paling tidak terdapat tiga surah dalam Al-Quran yang concern membicarakan sektor pertanian (agribisnis), yakni surah Yasin, Ar-Rahman dan Al-Waqiah dan puluhan ayat lainnya dalam sebaran surah lainnya.

Sebutlah beberapa contoh diantaranya, Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?. (Surah Yasin 33-35).

Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13).  Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya) (Al-Waqi’ah: 28-29).

Membahas ayat-ayat pertanian dalam artikel ini tentu tidak akan cukup, kita membutuhkan puluhan bahkan ratusan jilid buku untuk membahas konsep pertanian dalam Al-Quran. Yang penting dipertegas bahwa Islam adalah agama yang sangat concern dalam bidang ini.   

Kedua, dalam khazanah hukum bisnis syariah (muamalah) bahwa akad atau kontrak dalam sektor pertanian justru dibuat secara khusus. Saya mengira bahwa tidak satupun hukum kontrak yang ada didunia ini yang mengkhususkan pembahasan kontrak dalam bidang pertanian. Seperti yang dimaklumi bahwa dari lima jenis core hukum kontrak syariah yang bersifat bagi hasil yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah, tiga diantaranya khususu berkaitan dengan kontrak di bidang pertanian. 

Demikian juga hukum Islam secara khusus membicarakan tentang bab zakat dalam masalah pertanian. Banyaknya bentuk kontrak dalam bidang pertanian menunjukkan keberpihakan ekonomi syariah dalam bidang ini. Hal ini tentu terkait dengan kultur agribisnis yang ada pada masa Rasulullah Saw. Namun, pertanyaannya bukankah kita merupakan negara agraris?

Revitalisasi sektor pertanian

Dalam konteks inilah, penulis melihat bahwa tidak ada alasan bagi industri perbankan untuk tidak concern dalam sektor pertanian. Bukankah sebagian besar penduduk ini hidup dari sektor agraris? Khusus dalam konteks perbankan syariah yang masih enggan untuk melakukan pembiayaan pada sektor ini, menunjukkan keberpihakan perbankan syariah untuk melakukan tujuan ekonomi Islam itu sendiri menjadi diragukan. Penulis melihat telah terjadi kesalahan atau pergeseran orientasi ekonomi syariah. Padahal orientasi bisnis Islam tidak hanya mementingkan keuntungan an sich. Ekonomi Islam lahir dari rahim kasih sayang dan sifat tolong menolong. Meski mencari keuntungan sebuah keniscayaan dalam berbisnis, namun visi tolong menolong dan pemberdayaan rakyat adalah visi utama ekonomi Islam.

Dengan demikian, mengenyampingkan sektor pertanian yang merupakan salah satu objek pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia berarti mengenyampingkan ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Lebih dari itu, perbankan yang masih takut untuk concern terhadap pembiayaan sektor pertanian yang disebabkan margin keuntungan yang sedikit menunjukkan kata syariah yang dilabelkan pada perbankan tersebut patut dipertanyakan. Kondisi ini terjadi disebabkan terdegradasinya visi ekonomi syariah pada perbankan syariah, disamping ketidakmampuan perbankan syariah untuk menggali dan mendinamisasi konsep agribisnis syariah secara praktis di lapangan.   

Karenanya, sudah saatnya perbankan syariah saat ini berani menunjukkan “tampil beda” dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ekonomi syariah yang diusung hendaknya sejalan dengan misi maqashid syariah itu sendiri. Sehingga, kesan bahwa perbankan dan asuransi syariah yang diklaim sebagai duplikasi atau “ganti baju” dari bank konvensional dapat diretas. Meretas stigma yang masih kuat melekat pada bank syariah tentu dengan cara mereformasi atau menyegarkan kembali visi ekonomi Islam yang berorientasi menjadikan human falah. Dengan demikian, menjadikan bank syariah sebagai bank yang hanya berorientasi profit minded tanpa memperhatikan kesejahteraan merata akan mereduksi makna kesyariahan, lebih dari itu akan mencederai ekonomi syariah itu sendiri.

Lebih penting dari itu, bahwa sudah saatnya umat Islam menggali sistem ekonomi Islam dalam bidang agribisnis yang teruji secara konsep dan praktis. Belum maksimalnya pemberdayaan ekonomi di bidang pertanian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam melihat konsep pertanian negeri ini. Adagium ibarat “petani mati di lumbung” menandakan terjadi kesalahan besar manajemen pertanian di Indonesia. Tentu pembahasan konsep ini harus dilakukan secara komprehensif dari mulai sistem pertanian, manajemen pertanian hingga tata kelola swasta dan negara dalam bidang pertanian.

bertitik tolak dari wacana di atas, tentu banyak strategi yang bisa dikembangkan oleh bank syariah.
Sumber: Milis FoSEI

Kedudukan Pertanian dalam Ekonomi Syariah


oleh: Mustafa Kemal Rokan
Dosen Hukum Bisnis Fak. Syariah IAIN Sumatera Utara


Penulis menuturkan berita “miris” tentang perkembangan perbankan syariah saat ini. Penulis sebut “miris” sebab kurangnya keberpihakan perbankan syariah pada sektor pertanian. Indikasinya jelas, bahwa pembiayaan bank syariah dalam sektor pertanian masih sangat minim. Begitu banyaknya skim-skim bank syariah yang beroperasi saat ini, namun faktanya pembiayaan bank syariah dalam sektor ini masih sangat sedikit dibanding dengan sektor lainnya.  Dengan kata lain, sektor pertanian masih dipandang sebelah mata oleh perbankan syariah saat ini. Apa pasal?

Minimnya pembiayaan disektor ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi perbankan, sebab pembayaran terhadap pembiayaan yang diberikan tidak secepat pembiayaan dalam sektor perdagangan. Jika pada sektor perdagangan intensitas hasil dapat dihitung dalam waktu yang relatif singkat, bisa per-bulan, per-minggu bahkan per-hari. Berbeda dengan pembiayaan pertanian yang menunggu waktu yang relatif lama, empat atau enam bulan.

Concern ekonomi syariah dalam bidang pertanian

Sungguh, penulis melihat bahwa fakta ini sangatlah ironis. Paling tidak ada tiga alasan yang patut diuraikan. Pertama, bahwa perbankan syariah belum merepresentasikan perbankan yang memahami konsep syariah secara utuh, alih-alih mengatakan dan melebelkan bank yang dikelolanya adalah bank syariah. Sangat penting ditegaskan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang utama dibicarakan dalam ekonomi syariah. Betapa tidak, satu-satunya kitab suci dan agama yang paling concern membicarakan sektor pertanian adalah Islam melalui Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Menarik jika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan tentang pertanian. Ratusan ayat Al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah sungguh banyak membicarakan sektor pertanian. Paling tidak terdapat tiga surah dalam Al-Quran yang concern membicarakan sektor pertanian (agribisnis), yakni surah Yasin, Ar-Rahman dan Al-Waqiah dan puluhan ayat lainnya dalam sebaran surah lainnya.

Sebutlah beberapa contoh diantaranya, Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?. (Surah Yasin 33-35).

Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 10-13).  Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya) (Al-Waqi’ah: 28-29).

Membahas ayat-ayat pertanian dalam artikel ini tentu tidak akan cukup, kita membutuhkan puluhan bahkan ratusan jilid buku untuk membahas konsep pertanian dalam Al-Quran. Yang penting dipertegas bahwa Islam adalah agama yang sangat concern dalam bidang ini.   

Kedua, dalam khazanah hukum bisnis syariah (muamalah) bahwa akad atau kontrak dalam sektor pertanian justru dibuat secara khusus. Saya mengira bahwa tidak satupun hukum kontrak yang ada didunia ini yang mengkhususkan pembahasan kontrak dalam bidang pertanian. Seperti yang dimaklumi bahwa dari lima jenis core hukum kontrak syariah yang bersifat bagi hasil yakni mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, mukhabarah, tiga diantaranya khususu berkaitan dengan kontrak di bidang pertanian. 

Demikian juga hukum Islam secara khusus membicarakan tentang bab zakat dalam masalah pertanian. Banyaknya bentuk kontrak dalam bidang pertanian menunjukkan keberpihakan ekonomi syariah dalam bidang ini. Hal ini tentu terkait dengan kultur agribisnis yang ada pada masa Rasulullah Saw. Namun, pertanyaannya bukankah kita merupakan negara agraris?

Revitalisasi sektor pertanian

Dalam konteks inilah, penulis melihat bahwa tidak ada alasan bagi industri perbankan untuk tidak concern dalam sektor pertanian. Bukankah sebagian besar penduduk ini hidup dari sektor agraris? Khusus dalam konteks perbankan syariah yang masih enggan untuk melakukan pembiayaan pada sektor ini, menunjukkan keberpihakan perbankan syariah untuk melakukan tujuan ekonomi Islam itu sendiri menjadi diragukan. Penulis melihat telah terjadi kesalahan atau pergeseran orientasi ekonomi syariah. Padahal orientasi bisnis Islam tidak hanya mementingkan keuntungan an sich. Ekonomi Islam lahir dari rahim kasih sayang dan sifat tolong menolong. Meski mencari keuntungan sebuah keniscayaan dalam berbisnis, namun visi tolong menolong dan pemberdayaan rakyat adalah visi utama ekonomi Islam.

Dengan demikian, mengenyampingkan sektor pertanian yang merupakan salah satu objek pemberdayaan ekonomi masyarakat Indonesia berarti mengenyampingkan ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Lebih dari itu, perbankan yang masih takut untuk concern terhadap pembiayaan sektor pertanian yang disebabkan margin keuntungan yang sedikit menunjukkan kata syariah yang dilabelkan pada perbankan tersebut patut dipertanyakan. Kondisi ini terjadi disebabkan terdegradasinya visi ekonomi syariah pada perbankan syariah, disamping ketidakmampuan perbankan syariah untuk menggali dan mendinamisasi konsep agribisnis syariah secara praktis di lapangan.   

Karenanya, sudah saatnya perbankan syariah saat ini berani menunjukkan “tampil beda” dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ekonomi syariah yang diusung hendaknya sejalan dengan misi maqashid syariah itu sendiri. Sehingga, kesan bahwa perbankan dan asuransi syariah yang diklaim sebagai duplikasi atau “ganti baju” dari bank konvensional dapat diretas. Meretas stigma yang masih kuat melekat pada bank syariah tentu dengan cara mereformasi atau menyegarkan kembali visi ekonomi Islam yang berorientasi menjadikan human falah. Dengan demikian, menjadikan bank syariah sebagai bank yang hanya berorientasi profit minded tanpa memperhatikan kesejahteraan merata akan mereduksi makna kesyariahan, lebih dari itu akan mencederai ekonomi syariah itu sendiri.

Lebih penting dari itu, bahwa sudah saatnya umat Islam menggali sistem ekonomi Islam dalam bidang agribisnis yang teruji secara konsep dan praktis. Belum maksimalnya pemberdayaan ekonomi di bidang pertanian menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam melihat konsep pertanian negeri ini. Adagium ibarat “petani mati di lumbung” menandakan terjadi kesalahan besar manajemen pertanian di Indonesia. Tentu pembahasan konsep ini harus dilakukan secara komprehensif dari mulai sistem pertanian, manajemen pertanian hingga tata kelola swasta dan negara dalam bidang pertanian.

bertitik tolak dari wacana di atas, tentu banyak strategi yang bisa dikembangkan oleh bank syariah.
Sumber: Milis FoSEI

SEBUTIR KORMA PENJEGAL DO’A


Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa.
Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.
4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah
tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali.
Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu
dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu. "Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan  sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab  malaikat yang
satu lagi.
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini
ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullahal adzhim" ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia
tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya ibrahim. "Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu. "Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta  penghalalan ?"

Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan  penuh minat. "Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli  waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku  makan tanpa izinnya?".

"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan
saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya."
"Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."

Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan,
akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.
4 bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. "Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain."

"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan
dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas." "Oleh sebab itu berhati-hatilah dengan makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? Lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu...
Sumber: Milis FoSEI

Minggu, 07 November 2010

Menitikkan Air Mata Membaca Kisah Qurban Bu Sumi


Cerita pedagang hewan Qurban

Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.
Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang
terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor laku
terjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi). Kami cukup
gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak saya
untuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan. Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk
dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya
laku/ habis terjual.
Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami
jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang
disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon
pembeli. Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani
teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor
kambing. “Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”, Syukur saya dalam hati.
Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat
seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah
lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya
memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?”  sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi nunggu bus kali.
Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.

Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan. “Silahkan bu dipilih
hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?” Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu
itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa bang ?” Ibu itu menunjuk hewan
yang paling murah dari hewan yang lainnya. “Kalau yang itu harganya Rp.
600.000,- bu,” jawab saya. “Harga pasnya berapa bang ?”. “ Gak usah tawar lagi ya bu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau.” Fikir saya memang dari harga segitu
keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Uang saya Cuma ada
450 ribu, boleh gak”. Waduh... saya bingung, karena itu harga modal kami,
akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. “Biarlah mungkin ini jalan
pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya
sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu
untuk berqurban”. Sepakat kami berempat. “Tapi bawa sendiri ya.. ?” akhirnya si
ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia
yang bayar dirumah. Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu langsung
pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.
Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....
Allaahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat
keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya
di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak
melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh.
Diatas dipan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam
kondisi sakit. “Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apa” (oh ternyata ibu
ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar. “Ini ibu
saya bang” ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya. Mak Sumi udah beliin
kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak. Orang tua itu kaget
namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing
orang tua itu berucap, Allaahu Akbar, Alhamdulillaah, akhirnya kesampaian juga
emak qurban.
“Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah, saya hanya kuli
cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat
qurban ibu saya.”
Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan
dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu ini. Rasanya saya
sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung pamit
meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
“Bang nih ongkos bajajnya.!” panggil si Ibu, “sudah bu cukup, biar ongkos bajaj
saya yang bayar.” Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah
basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Sumber: Milis FoSSEI