Senin, 10 Februari 2014

Mencari Kebahagiaan Sejati

Bentuk kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan rohani dalam hati dan jiwa manusia. Yakni kebahagiaan dengan ilmu yang bermanfaat dan buahnya (amalan saleh untuk mendekatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala).


 


Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyampaikan sebuah kisah yang pantas kita renungkan.

Dikisahkan, seorang ulama menumpang sebuah kapal laut yang mengangkut para saudagar kaya (yang membawa banyak harta dan barang dagangan). Tapi kemudian (di tengah lautan), kapal tersebut rusak (dan tenggelam bersama seluruh barang muatannya). Para saudagar serta merta menjadi orang-orang hina dan rendah (karena harta mereka tenggelam di laut). Padahal sebelumnya mereka merasa mulia (bangga) dengan kekayaan mereka. Sedangkan ulama tersebut, sesampainya di negeri tujuan, dimuliakan dengan berbagai macam hadiah dan penghormatan (karena ilmu yang dimilikinya).



Para saudagar yang kemudian jatuh miskin itu ingin kembali ke negeri mereka. Mereka bertanya kepada ulama tersebut. “Apakah Anda ingin menitip pesan atau surat untuk kaum kerabat Anda?

"Ya. Sampaikanlah kepada mereka: Jika kalian ingin mengambil harta (kemuliaan), ambillah harta  yang tidak akan tenggelam (hilang), meskipun kapal tenggelam. Oleh karena itu jadikanlah ilmu (agama) sebagai (barang) perniagaan (kalian)." (Kitab Miftaahu daaris sa'aadah; 1/107)

Kisah tersebut memberikan pelajaran kepada kita tentang hakikat kemuliaan dan kebahagiaan yang seharusnya kita utamakan dalam kehidupan ini. Yakni kemuliaan yang selalu menyertai kita dalam semua perjalanan yang kita lalui sampai di akhirat nanti. Ada pun kemuliaan semu dan sesaat akan berakhir seiring dengan berakhirnya dunia ini, dan sangatlah cepat terjadinya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)

Imam Qatadah bin Di’amah al-Bashri berkata tentang ayat tersebut: “Senantiasa tuhanmu (Allah Subhanahu wa ta’ala) mendekatkan (waktu terjadinya) Hari Kiamat, sampai-sampai Dia menjadikannya seperti besok.” (Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau, Ighaatsatul lahfan; hlm 152: Mawaaridul  amaan)

Renungkanlah nasihat Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berikut ini: "Sesungguhnya bentuk-bentuk kebahagiaan (kemuliaan) yang diprioritaskan oleh jiwa manusia ada tiga (macam). Yakni:

1. Kebahagiaan (kemuliaan) di luar zat (diri) manusia. Kebahagiaan ini pinjaman dari selain dirinya, yang akan hilang dengan dikembalikannya pinjaman tersebut. Inilah kebahagiaan dengan harta dan kedudukan (jabatan duniawi). Kebahagiaan ibarat seseorang dengan pakaian (indah) dan perhiasannya, tapi ketika pandangannya melewati penutup dirinya, ternyata tidak ada satu keindahan pun yang tersisa pada dirinya!

2. Kebahagiaan (kemuliaan) pada tubuh dan fisik manusia. Misal, kesehatan tubuh, keseimbangan fisik dan anggota badan, keindahan rupa, kebersihan kulit dan kekuatan fisik. Kebahagiaan ini, meskipun lebih dekat (pada diri manusia)  jika dibandingkan dengan kebahagian yang pertama, namun hakikatnya di luar diri dan zat manusia. Karena manusia dianggap sebagai manusia dengan ruh dan hatinya, bukan (sekadar) tubuh dan raganya sebagaimana ucapan seorang penyair:

Wahai orang yang (hanya) memperhatikan fisik, betapa besar kepayahanmu dengan mengurus tubuhmu

Padahal kamu (disebut) manusia dengan ruhmu bukan dengan tubuhmu
.

Saya sampaikan keterangan tambahan – termasuk butir ketiga, bahwa itulah keindahan semu dan palsu milik orang-orang munafik yang tidak dibarengi dengan keindahan jiwa dan hati, sehingga Allah Subhanahu wa ta’ala mencela mereka dalam firman-Nya, yang artinya,

"Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh (penampilan fisik) mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar." (QS. Al-Munafiqun: 4). Artinya, mereka memiliki penampilan rupa dan fisik yang indah. Tapi hati dan jiwa mereka penuh dengan keburukan, ketakutan dan kelemahan, tidak seperti penampilan lahir mereka. (Simak Tafsir Ibnu Katsir, 4/472;  Tafsir al-Qurthubi, 18/124-125 dan Fathul Qadiir, 7/226)

3. (Bentuk) kebahagiaan (kemuliaan) yang ketiga: inilah kebahagiaan yang sejati, kebahagiaan rohani dalam hati dan jiwa manusia, yaitu kebahagiaan dengan ilmu yang bermanfaat dan buahnya (amalan saleh untuk mendekatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala).

Sesungguhnya kebahagiaan itulah (yang ketiga) yang menetap dan kekal (pada diri manusia) dalam semua keadaan, dan menyertainya dalam semua perjalanan (hidupnya). Bahkan pada semua alam yang akan dilaluinya. Yakni alam dunia, alam barzakh (kubur) dan alam tempat menetap (akhirat). Dengan inilah seorang hamba akan meniti tangga kemuliaan dan derajat kesempurnaan. (Kitab Miftaahu daaris sa'aadah, 1/107-108)

Demikianlah, semoga bermanfaat dan menjadi renungan kita semua, serta menjadi sebab kebaikan diri kita di dunia dan akhirat.


Disadur dari http://pengusahamuslim.com/

0 Pendapat: