Minggu, 28 Juli 2013

Jangan Tunda Zakat

Zakat adalah aktivitas yang bertujuan untuk menyucikan harta. Kewajiban ini memiliki dampak sosial yang luar biasa. Kegiatan berzakat itu akan memiliki muatan nilai lebih bila ditunaikan pada Ramadhan.

Saat berzakat, ada sejumlah adab yang penting diperhatikan oleh orang-orang yang hendak berzakat (muzaki). Deretan etika itu akan menyempurnakan perintah zakat dan menambah kualitas zakat. Apa saja etika dan tuntunan yang perlu ditekankan sebelum berzakat?


Seorang pakaf fikih dari golongan salaf, Ibn Al Jizzi, dalam kitab Al Qawanin Al Fiqhiyyah memberikan peringatan agar siapa pun yang ingin berzakat, menghindari perkara-perkara yang bisa membatalkan pahala zakat. Apa sajakah tindakan yang bisa mengurangi kualitas zakat?

Menurut tokoh bermazhab Maliki itu, hal yang bisa menggugurkan pahala zakat, antara lain, mengungkit-ungkit zakat yang telah diberikan. Motifnya bisa jadi untuk menyakiti si penerima atau agar khalayak ramai mengetahui kedermaannya. Ini sangat dikecam dan akan merugikan muzaki. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). (QS al-Baqarah [2] : 264).

Ibn Al Jizzi juga meminta agar para muzaki tidak mengumpulkan para mustahik dan membuat kerumunan massa. Menurutnya, selain bisa memicu kericuhan, tindakan seperti ini bisa memunculkan sifat pamer kepada orang lain.

Padahal, anjuran yang ditekankan saat membayar zakat ialah dilakukan secara tertutup. Tidak perlu diketahui banyak orang. Sedekah wajib ataupun sunah supaya ditunaikan jauh dari mata manusia ramai. Karena, ini sangat utama.

“Dan jika kamu menyembunyikannya [173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS al-Baqarah [2] : 271). Lebih mudahnya, ia menyarankan agar muzaki membayar zakatnya melalui lembaga-lembaga amil zakat.

Tetapi, menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali, bila sedekah itu wajib, seperti zakat, maka boleh menampakkannya di depan orang lain. Dengan catatan jauh dari sikap pamer. Penampakan zakat tersebut dianggap sebagai salah satu cara untuk menarik minat yang lain agar berzakat.



Etika Lahiriah

Terkait dengan etika-etika lahiriah, Syekh Abdul Aziz Muhammad As Salman menjelaskan etika-etika itu dan menuangkannya di kitab Mawarid Ad Dham’an li Durus Az Zaman. Menurutnya, hal pertama yang harus ditekankan oleh muzaki ialah ketulusan niat.

Zakat yang ia tunaikan diperuntukkan mencari keridhaan-Nya. Tidak untuk kepentingan duniawi. Ini sebagaimana dijelaskan ayat, “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal, tidak ada seseorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi, (ia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Mahatinggi. (QS Al-Lail [92] : 20).

Sebelum berzakat, hendaknya muzaki memastikan bahwa harta yang dibayarkan tersebut diperoleh dari jalan dan cara yang halal. Status kehalalan itu akan sangat memengaruhi diterima atau tidak zakat yang dibayarkan. Sebuah riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah menegaskan, Allah hanya akan menerima sedekah dari sumber dan cara yang halal.

Menghindari kesalahan perhitungan, muzaki disarankan untuk menghitung kadar zakat yang wajib dibayar dengan cermat. Bila mendapati kesulitan, ia bisa berkonsultasi dengan lembaga-lembaga amil zakat atau ulama yang berkompeten.

Kecermatan mengalkulasikan akan mengoptimalkan jatah harta yang semestinya bagi para penerima zakat. “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.” (QS al-Ma’arij [70]: 24). Poin ini juga perlu didukung dengan kedisiplinan waktu. Bila telah sampai satu tahun dan telah dinyatakan terkena zakat, yang bersangkutan tak boleh lagi menunda-nunda kewajiban.

Soal pendistribusian zakat kepada mustahik, Syekh Abdul Aziz mengatakan agar mengutamakan keluarga dan kerabat terdekat. Bila terdapat di antara mereka yang dianggap masuk kategori salah satu penerima zakat, Islam menganjurkan agar mereka lebih diprioritaskan.

Tindakan tersebut akan mendatangkan kedekatan dan merajut tali silaturahim. Hadis riwayat Thabrani dan Hakim dari Abu Said Al Khudri menegaskan hal itu. Pemberian paling utama ialah yang ditujukan bagi kerabat yang membutuhkan.

0 Pendapat: