Kamis, 02 Juni 2011

HATI DARI BAJA

by Pena Pencari Ilmu on Sunday, October 24, 2010 at 12:50pm
Waktu itu di tepi pantai duduklah seorang wanita di atas karpetnya dan didekatnya terhidang secangkir teh. Dia memandangi lingkaran matahari yang sedang tenggelam di ufuk untuk melewatkan satu hari dari hidupnya yang sudah mencapai usia 70 tahun. Dia memandangi air laut yang memantulkan sinar ufuk yang berwarna kuning keemasan. Terlihat sangat indah. Akan tetapi, dia tidak pernah melupakan berapa banyak tragedi dan cerita yang bergejolak di dalam hatinya. Lalu dia kembali ke tempatnya, mengingat-ngingat hakikat kehidupannya yang ternyata mirip dengan laut di hadapannya.
Di dekatnya duduklah sebuah keluarga yang datang ke laut untuk memecah rutinitas kehidupan sehari-hari. Juga untuk melupakan sebagian dari mesin kehidupan sehari-hari dengan segala hiruk-pikuknya dan ketegangan jiwa yang ditimbulkannya.

Perhatikanlah, sebagian anggota keluarga menghabiskan waktu mereka sambil mengobrol ke sana kemari dan menyantap makanan mereka hingga lewat tengah malam. Sementara nenek tua itu tetap duduk seorang diri sambil minum teh memandangi lautan. Tiba-tiba salah satu dari mereka tidak kuasa menahan dirinya dan berkata : “Apakah engkau ingin kami mengantarmu ke suatu tempat? Jangan-jangan ada sesuatu yang buruk. Kami tidak melihat siapa-siapa di dekatmu.”

Nenek itu menjawab : “Entahlah, tapi ia meninggalkan secarik kertas di tanganku.” Laki-laki itu langsung mengambilnya dan membacanya. Ternyata tertulis, “Siapapun yang membaca tulisan ini harus mengirimkan wanita ini ke panti jompo.” Mereka semua tersentak kaget ketika mengetahui tragedi yang menimpa nenek ini. Padahal, sepanjang hidupnya dia pernah menyusui, begadang dan hamil untuk anak durhaka yang membuangnya begitu saja ke tepi laut ketika usianya sudah senja. Persis seperti laut yang membuang buihnya ke pantai.

Hendaklah kita semua mengambil pelajaran berharga dari kisah ini. Dan hendaklah kita tahu bahwa akhir perjalanan orang yang berbuat seperti itu adalah sangat buruk. Kita semua harus mendidik putera-puteri kita dengan pendidikan yang baik, agar kita dapat menjamin bakti mereka di dalam kehidupan dan doa mereka di dalam kematian.

Dicuplik dari :

Ahmad Sâlim Bâduwaylân, Mausū’ah al-Qoshosh al-Mu`atstsiroh, Ind : ”Malam Pertama Setelah Itu Air Mata”, Pustaka ELBA, Surabaya : 1428/2007]

0 Pendapat: