Selasa, 21 September 2010

Mengapa (harus) Ada Ekonomi Islam?

Pak Masyhudi dan Todi akhirnya sampai di kawasan Gowok, sebelah Selatan Plaza Ambarukmo, tepatnya di warung kopi Blandongan. Todi tidak bisa menutupi rasa riangnya ketika tempat mereka tuju adalah warung kopi. Warung kopi ini menyediakan kopi istimewa yang diolah langsung dari biji yang diperoleh pemilik warung. Pak Masyhudi langsung memesan dua cangkir kopi sebelum pantatnya menyentuh kursi.
“Dua cangkir, Mas!” pinta Pak Masyhudi kepada penjual kopi. Penjual itu tersenyum sambil memberi tanda bahwa ia paham apa yang diminta.
Dengan wajah sumringah, Todi mengikuti Pak Masyhudi mencari tempat duduk di dalam warung yang bisa dibilang cukup sederhana.
“Sudah biasa di sini, Pak”
“Jelas, tempat ini adalah salah satu tempat favoritku” jawab Pak Masyhudi berbisik kepada Todi
“Pantas!” kata Todi lirih sambil mengamati ruangan warung.
Tidak lama kemudian penjual kopi itu datang sambil menyajikan dua cangkir kopi. Bau harum khas kopi Blandongan melelehkan air liur mereka.
“Sini, Mas!” sambut Todi tidak sabar menuangkan kopi itu pada tataan atau piring kecil, supaya cepat dingin.
“Ehmm nikmat menyengat” desah Todi merasakan cairan kopi mengalir memasuki tengorokan
Pak Masyhudi hanya tersenyum melihat Todi sibuk dengan cangkir dan piring kecil di depannya.
Kopi Blandongan memiliki kekentalan dan rasa pahit yang pas, disajikan dalam porsi yang tepat dalam cangkir kecil. Kekentalan kopinya bahkan bisa dilihat dari ampas kopi yang tertinggal dalam cangkir ketika telah selesai menikmati kopi yang disajikan.
“Mengapa ekonomi Islam itu ada, Pak?” ucap Todi tiba-tiba kepada Pak Masyhudi yang sedang terhanyut oleh nikmat kopi Blandongan.
“Ekonomi Islam ada?” ucap Pak Masyhudi, “Begini Tod!, sesuatu yang ada/nyata di dalam kehidupan kita pasti memiliki alasan mengapa harus ada/nyata, kalau sesuatu ada/nyata tetapi tidak memiliki alasan mengapa harus ada/nyata maka keberadaannya sia-sia!”
 Todi garuk-garuk kepala, “Tunggu dulu, ada/nyata dan tidak ada/nyata?”
“Ada/nyata karena keberadaannya tidak sia-sia, mengapa tidak sia-sia karena ada fungsi/guna/manfaat sebagai alasannya!” Pak Masyhudi menunjuk gelas, “Seperti gelas ini ada/nyata karena fungsi/guna/manfaat untuk tempat minum...meja dan kursi menjadi ada/nyata karena ada fungsi/guna/manfaatnya bagi kita!”
Todi memperhatikan Pak Masyhudi menjelaskan dengan menunjuk benda-benda yang ada di dekatnya, “Adanya alasan karena sesuatu keadaan menjadi ada/nyata harus memenuhi kaidah sebab sesuatu itu ada/nyata...dan akibat sesuatu itu ada/nyata!”
“Sebab dan akibat!, tetapi tidak semua akibat ada sebabnya!. Tidak semua yang ada/nyata harus ada alasannya!”potong Todi
“Bukan tidak ada sebab!” sahut Pak Masyhudi, “Tetapi manusia belum menemukan sebab dari adanya sesuatu sehingga menjadi ada/nyata...!”
“Ya!” sahut Todi menunjukkan mimik lugu.
“Kita sulit menerima sesuatu yang ada/nyata karena tiadanya sebab dari keberadaan sesuatu tersebut, adanya/nyatanya bumi pasti ada sebabnya, sebabnya untuk tempat hidup manusia dan mahluk lainnya.....dan sebab adanya bumi ini  karena ada yang mengadakannya.... Sebab yang mengadakan/me-nyatakan itu adalah zat yang mefungsikan/memanfaatkan/mengunakan bumi ini...dan zat itu ada/nyata karena menyebabkan bumi ini ada/nyata, ada/nyata zat tersebut karena fungsi/manfaat/guna dalam keberadaannya!”
Todi mengerutkan keningnya seperti ada sesuatu yang dipikirnya, “Zat itu, Allah......!”
Todi berusaha memahami penuturan Pak Masyhudi walaupun secara teori mengenal ontologi sebagai cabang ilmu filsafat tetapi belum sepenuhnya mengenal sebagai suatu realita.
Dengan mata bulat memperhatikan Pak Masyhudi, “Lalu hubungannya dengan keberadaan ekonomi Islam?”  
 “Keberadaan ekonomi Islam pasti ada alasannya!. Kalau tidak dikatakan sia-sia karena tidak ada fungsi/manfaat/gunanya!” kata Pak Masyhudi menatap tajam pada Todi
“Ada alasan!” Todi mengelak dari tatapan Pak Masyhudi, “Ekonomi Islam memberikan kesejahteraan manusia melalui bank dan lembaga keuangan syariah !”
“Namun apakah sekedar bank dan lembaga keuangan syariah saja sebagai jalan untuk membuat manusia sejahtera?, karena banyak juga orang merasa sejahtera berhubungan dengan bank konvensional!. Kalau mereka merasa bahwa bank dan lembaga keuangan syariah lebih memberikan kesejahteraan bagi mereka tentunya mereka akan pindah ke bank dan lembaga keuangan syariah, tetapi ternyata banyak orang bertahan di bank dan lembaga keuangan konvensional!”
“Saya tidak setuju kalau ekonomi konvensional juga memberikan kesejahteraan!”sahut Todi dengan suara parau
Pak Masyhudi melihat Todi bicara dengan emosi, “Sejak lima abad yang lalu dari masa Merkantilis sampai sekarang, sejarah mencatat kemajuan ekonomi Negara-negara Barat dan ternyata sistem ekonomi yang digunakan kita kenal dengan ekonomi konvensional!...Yang kau katakan ribawi itu!” tegas Pak Masyhudi, “Artinya sudah sejak lama mereka mendapatkan kesejahteraan... dan kemajuan seperti sekarang karena mengunakan ekonomi konvensional!”
 Todi terpancing dengan pernyataan Pak Masyhudi dengan suara yang berat Todi menimpali, “Tetapi, dengan ekonomi Islam membuat manusia berpahala dan di akhirat nanti masuk sorga.... sedangkan ekonomi konvensional  membuat manusia berdosa dan jelas masuk neraka!”
Sejenak Pak Masyhudi terdiam untuk menarik nafas dalam-dalam sambil memperhatikan para pengunjung yang berdatangan. Warung berdinding bambu dan penerangan agak redup menimbulkan suasana pedesaan. Dengan ruangan tertata membuat nampak warung itu lebih luas dari ukurannya. Tempat duduk pengunjung berkonsep lesehan dan tanpa sekat membuat menampung banyak orang.
“Dulu Negara-negara Muslim jaya dimasa Rasulullah, Khulafaurahidin, Umayah, dan Abbasiyah....pada waktu itu, Barat dalam masa kegelapan... apakah itu tidak membuktikan bahwa ekonomi Islam lebih baik dari konvensional!” kata Todi dengan nada tinggi
“Bagaimana dengan sekarang?. Apakah Negara Muslim lebih maju dibanding Negara-negara Barat yang non muslim?” Pak Masyhudi bertanya kembali pada Todi yang mulai gusar dengan beberapa pertanyaan dan pernyataan yang ditunjukan kepadanya
“Karena sekarang tidak ada Negara muslim yang sesuai dengan al-Quran dan al-Hadist.”
“Sama artinya kamu ingin mengatakan bahwa dengan tidak mengunakan al-Quran dan al-Hadist, Negara-negara Barat menjadi Negara yang maju...”
“Uh...”
“Semestinya kalau Negara muslim pernah maju di abad pertengahan, sekarang ini tentunya lebih maju!... karena konsep kemajuan Negara Muslim sudah ditemukan; Negara maju kalau sesuai dengan al-Quran dan al-Hadist!”
Todi mulai kelihatan gelisah dan terdesak dengan pertanyaan Pak Masyhudi
“Pokoknya ekonomi Islam ada!,  karena memang harus ada!”sahut Todi dengan wajah mengeras
Pak Mashyudi meneguk kopi Blandongan yang masih hangat. “Tod, apa yang ada di dunia ini bagi manusia memiliki alasan mengapa harus ada karena setiap apa yang dilakukan manusia dalam berkarya/mencipta/menyusun sesuatu sehingga menjadi sesuatu sebelumnya tidak ada/nyata menjadi ada/nyata, sesuatu yang lama menjadi baru memiliki alasan karena ada fungsi/guna/manfaat dari apa yang dilakukan—berkarya/mencipta/ menyusun—sesuatu itu menjadi ada/nyata dan baru”
“Ya...”jawab Todi terpojok
“Oleh karenanya, setiap sesuatu yang ada/nyata dan baru bagi—logika umum—manusia seharusnya ada fungsi/guna/manfaat sebagai alasan dibuatnya  sesuatu”
“Maksudnya…!”  
“Contoh, pakaian dibuat untuk melindungi dari panas dan dingin... sepeda motor dibuat untuk memindahkan kita dari satu tempat ke tempat yang lain...dibuat rumah untuk tempat kita berlindung...dan sebagainya!”
“Dan semestinya ekonom Islam harus ada fungsi/guna/manfaat sebagai alasan dari keberadaannya di dunia ini!”ujar Todi menekankan
“Ya, bila manusia memiliki alasan dalam berkarya/ mencipta/ menyusun sesuatu sehingga menjadi ada/nyata atau menjadi baru...... tetapi apakah seluruh apa yang ada di dunia ini adalah hasil karya/cipta/ susunan manusia? sehingga manusia mengetahui manfaat/guna/fungsi setiap sesuatu yang ada/nyata di dunia ini?”
“Ehmm....bukan karya/cipta/susunan manusia!” Todi belum sepenuhnya paham
“Apakah kamu mengetahui untuk apa ada tanaman-tanaman kecil di puncak gunung yang tidak ada manusianya...apa fungsi diciptakan ikan yang ada dikedalaman laut yang gelap dan sunyi dimana manusia akan mati kalau hidup di sana.... dan lain sebagainya?”
“Tidak, karena semua itu tidak ada manfaat/guna/fungsi bagi manusia!”kata Todi belum merasa mendapatkan jawaban
 “Artinya, manusia memahami bahwa ada/nyata atau tidaknya sesuatu di dunia ini tergantung dari nilai kemanfaatan/kegunaaan/ fungsinya bagi manusia itu sendiri...bukan bagi Allah!”jelas Pak Masyhudi
Todi tercenung mendengar pernyataan Pak Masyhudi sambil mengalihkan pandanganya ke langit-langit warung.
 “Ya, bukan bagi Allah!” tegas Todi, “Lalu, hubungannya dengan ekonomi Islam?”
“Banyak dari kita memahami ekonomi Islam itu ada/nyata di dunia ini karena nilai kemanfaatan/kegunaan /fungsinya dari perspektif manusia. Ekonomi Islam ada karena bermanfaat/berguna/berfungsi bagi kehidupan manusia namun kalau logika itu yang dipakai bukan hanya ekonomi Islam saja yang bermanfaat/berguna/berfungsi bagi manusia secara umum, tetapi juga ekonomi kapitalis!...sosialis!... pancasila!....dan jenis ekonomi lainnya!”
“Benar, tidak sedikit orang yang membenarkan dan penganut sejati kapitalis, sosialis, pancasila dan lainnya...Logika kita akan cenderung akan menyatakan; untuk apa ekonomi-ekonomi itu ada? Ya, karena ada manfaat/guna/fungsinya bagi penganutnya!” sahut Todi membenarkan kata-kata Pak Masyhudi
“Jadi nga ada bedanya kan?...Lalu, apa yang mengharuskan ekonomi Islam ada?”tanya Pak Masyhudi
“Ya, apa, Pak?”Todi balik bertanya 
“Karena ekonomi Islam bukan semata-mata ada/nyata karena alasan kemanfaatan/kegunaan/fungsi bagi manusia tetapi karena Allah memiliki alasan untuk membuat/mencipta/menyusunnya menjadi ada/nyata. Mengapa Allah membuat/mencipta/menyusun ekonomi Islam karena kemanfaatan/kegunaan/fungsi bagi mahkluk-Nya; manusia. Namun belum tentu setiap manusia memahami manfaat/kegunaan/fungsi mengapa Allah membuat/mencipta/menyusun sesuatu yang ada di muka bumi ini”
“Lalu?”
“Karena setiap manusia tidak merasakan langsung manfaat/guna/ fungsi setiap apa yang dibuat/diciptakan/disusun Allah?”
“Tidak merasakan langsung?”
 “Ya, seperti manusia belum bisa memahami manfaat/guna/fungsi tanaman yang ada dipuncak gunung yang dingin dan sepi....manusia belum  memahami manfaat/guna/ fungsi ikan yang ada di kedalaman lautan yang gelap dan sunyi!” ungkap Pak Masyhudi, “Kalau tidak ada manfaat/guna/fungsinya untuk apa Allah menciptakan semua itu!” ungkap Pak Masyhudi
“Ehmmm... ya”
“Setiap ciptaan Allah bermanfaat/berguna/berfungsi bagi manusia namun belum tentu setiap apa yang ciptakan Allah sehingga menjadi ada/nyata di dunia ini... bagi manusia dirasakan bermanfaat/berguna/berfungsi....Mengapa ini bisa terjadi karena manusia mengukur kemanfaatan/kegunaan/ fungsi apa yang ada di dunia ini menurut ukuran manusia!. Manusia tidak bisa sepenuhnya mengunakan...atau bisa dibilang tidak bisa mengunakan ukuran/standard Allah di dalam membuat/mencipta/menyusun sesuatu di dunia ini!” sejenak Pak Masyhudi menghentikan bicaranya untuk kembali menarik nafas dalam-dalam, “Oleh karennya, kita tidak bisa menemukan perbedaan kemanfaatan/guna/fungsi ekonomi Islam dan ekonomi konvensional dengan sempurna kecuali mengikuti petunjuk-Nya”
“Maka ekonomi Islam harus ada!”
“Bila telah mengimani Allah SWT sebagai Kholiq dan Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya maka manusia akan yakin bahwa Allah menciptakaan segala sesuatu yang ada/nyata di dunia ini ada manfaat/ guna/ fungsi bagi kehidupan manusia. Maka, menyakini Allah sama artinya dengan menyakini keberadaan ekonomi Islam sebagai buatan/ciptaan/susunan Allah—yang tercantum dalam al-Quran, al-Hadist dan sunah-Nya. Maka keyakinan manusia akan kekuasan/ kekuatan/kebenaran/kecerdasan Allah akan membuat ekonomi Islam itu ada dan nyata bukan hanya dalam pandangan jasmani tetapi juga rohani manusia!”
“Keyakinan... keimanan !”ucap Todi lirih.
“Ya, Ekonomi Islam hanya bisa dibeli dengan keimanan!” pungkas Pak Masyhudi sambil menyadarkan punggungnya di dinding warung.  Sedangkan, Todi menatap langit-langit  warung dengan kedua tangan menyangga dagu. Pandangannya seperti menembus atap warung mengapai bintang gemintang di angkasa. Ia merasa belitan telah lepas dari dirinya!.
Wallahu a'lam
Sumber: Milis FoSSEI

0 Pendapat: