Minggu, 23 September 2012

Gurita Bisnis Syariah Dan Dampaknya



Muhammad Muharrom Ridho, S.Hi., MH., Al-Hafizh

Pendahuluan
Penerapan bisnis syari’ah yang benar-benar sesuai dengan syariah pada saat sekarang ini telah menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam, sudah saatnya ilmu-ilmu syariah diaplikasikan dalam bisnis syariah dan usaha syariah maupun kegiatan pasar. Sistem syariah tentunya tidak hanya menerapkan konsep, sistem ataupun labelnya saja, Namun diharapkan dan diharuskan bisnis syariah dan usaha syariah juga harus menegakkan nilai-nilai akhlak yang ada dalam mengatur konteks keuangan, hukum maupun transaksinya.

Penegakan konsep bisnis syariah dan usaha syariah sangat diperlukan, namun apabila tidak didasari dengan akhlak akan kering. Oleh karena itu akhlak tidak boleh ditinggalkan, karena itulah yang membuat syariah akan membawa pada maslahah. konsep dalam ekonomi syariah salah satunya menjelaskan tentang pasar serta kontek keuangan dalam perspektif Islam. Pasar dalam kontek syariah berarti tidak adanya intervensi pasar maupun rekayasa harga. Dalam kontek keuangan syariah, semua transaksi di pasar harus memiliki akhlak yang toleran, yaitu toleran ketika berjualan, ketika membeli, serta ketika menagih hutang.

Selain dalam konteks pasar dan keuangan, syariah juga berbicara tentang konteks hukum dalam berbisnis dan bertransaksi. “Syariah berbicara tentang hukum, motif untuk mencari keuntungan dalam bisnis syariah diakui dan lazim dalam syariah, tidak ada batasan mau untung berapa. Yang penting sudah terjadi kesepakatan dalam transaksi antara pembeli dengan penjual,” Penerapan bisnis syariah sesuai dengan konsep syariah bertujuan untuk mewujudkan dan memelihara lima unsur pokok kehidupan. “Syariah bertujuan untuk terwujudnya keselarasan lima pokok kehidupan, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Apa yang menjadi tujuan syariah untuk kebaikan umat manusia,”

Terlepas dari kebenaran bisnis yang ada sekarang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah atau belum, hingga saat ini memang belum ada peraturan secara umum dalam negara yang membatasi bidang apa saja yang bisa dijalankan sebagai bisnis syariah dan mana yang tidak. Meski pada dasarnya semua bidang usaha bisa dijalankan sebagai bisnis syariah, namun tetap harus menjalankan prinsip, ciri khusus dan karakter bisnis syariah sehingga benar-benar menjalankan bisnis secara syariah.

Pembahasan
A.     Definisi dan pengertian wirausaha syariah
Bisnis syariah merupakan implementasi/ perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syariah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah.

B.      Prinsip dan etika bisnis syariah
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu Ekonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syariah, yaitu:
1.      Tauhid (Unity/kesatuan) الوحدة ,
2.      Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) العدالة ,
3.      Kehendak Bebas (Free Will) حرية الإرادة , dan
4.      Tanggung Jawab (Responsibility) الأمانة .


Tauhid (Unity/kesatuan) الوحدة mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) العدالة merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial, keadilan dalam segala hal termasuk kaidah-kaidah bisnis syariah.
Kehendak bebas (Free Will)حرية الإرادة  yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Tanggung Jawab (Responsibility)الأمانة  terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan Ihsan الاحسان. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan bisnis syariah pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis syariah yang akan menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.

C.      Ciri-Ciri Bisnis Syariah
Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1. Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah.
Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram.
Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3. Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi.
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat.
Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.
5. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya, Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.

Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat. Akhirnya, jadilah kaya yang dengannya kita bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.

Nabi Muhammad sebagai teladan bisnis syariah
Muhammad Rasulullah, Nabi kita tercinta adalah seorang saudagar ternama pada zamannya. Bahkan sejak usia muda, beliau dipandang sebagai sudagar sukses. Disadari atau tidak sukses tersebut tidak lepas dari aktivitas marketing yang diterapkannya –yang tak cuma ampuh tapi juga sesuai syariah dan, tentu saja, penuh ridlo dari Allah. Jika kita menerapkannya, selain mendapat keuntungan, insyaallah bisnis kita pun barokah. Inilah empat tips marketing bisnis syariah a’la Nabi:
1. Jujur adalah Brand
Saat berdagang Nabi Muhammad SAW muda dikenal dengan julukan Al Amin (yang terpercaya). Sikap ini tercermin saat dia berhubungan dengan customer maupun pemasoknya. Nabi Muhammad SAW mengambil stok barang dari Khadijah, konglomerat kaya yang akhirnya menjadi istrinya. Dia sangat jujur terhadap Khadijah. Dia pun jujur kepada pelanggan. Saat memasarkan barangnya dia menjelaskan semua keunggulan dan kelemahan barang yang dijualnya. Bagi Rasulullah kejujuran adalah brand-nya, zaman sekarang ini disebut dengan bisnis syariah.
2. Mencintai Customer
Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai customer seperti dia mencintai dirinya sendiri. Itu sebabnya dia melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Bahkan, dia tak rela pelanggan tertipu saat membeli. Sikap ini mengingatkan pada hadits yang beliau sampaikan, “Belum beriman seseorang sehingga dia mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri.”
3. Penuhi Janji
Nabi sejak dulu selalu berusaha memenuhi janji-janjinya. Firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman penuhi janjimu.” (QS Al Maidah 3). Dalam dunia pemasaran, ini berarti Rasulullah selalu memberikan value produknya seperti yang diiklankan atau dijanjikan. Dan untuk itu butuh upaya yang tidak kecil. Pernah suatu ketika Rasulullah marah saat ada pedagang mengurangi timbangan. Inilah kiat Nabi menjamin customer satisfaction (kepuasan pelanggan). Di Indonesia mobil-mobil Toyota berjaya di pasar. Salah satu kiat pemasarannya adalah memberikan kepuasan pelanggan. Salah satu ukurannya adalah Call Centre Toyota dinobatkan sebagai call centre terbaik, mengalahkan Honda dan industri otomotif lainnya.
4. Segmentasi ala Nabi
Nabi pernah marah saat melihat pedagang menyembunyikan jagung basah di sela-sela jagung kering. Hal itu dengan Nabi, saat menjual barang dia selalu menunjukkan bahwa barang ini bagus karena ini, dan barang ini kurang bagus, tapi harganya murah. Pelajaran dari kisah itu adalah bahwa Nabi selalu mengajarkan agar kita memberikan good value untuk barang yang dijual. Sekaligus Rasulullah mengajarkan segmentasi: barang bagus dijual dengan harga bagus dan barang dengan kualitas lebih rendah dijual dengan harga yang lebih rendah.

Dampak wirausaha syariah , positif atau negativekah  bagi masyarakat
Menjadi pengusaha bukan lagi sekedar pilihan atau alternatif tapi sebuah keniscayaan. KH Ma’ruf Amin selaku Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengatakan “Bisnis Syariah Bukan Hanya Alternatif, Tapi Solusi Masalah Ekonomi”.

Menurut hasil penelitian Dr. David McCeland dari Harvard University dalam bukunya  The Achieving Society ,suatu negara dapat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan jika minimal dari 2% jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Berarti Indonesia membutuhkan sekitar lima juta orang dari 230 juta penduduknya untuk menjadi pengusaha. Mirisnya, fakta menunjukkan jumlah pengusaha di Indonesia baru  0.2%. Bandingkan dengan negara maju seperti Amerika dengan jumlah pengusahanya lebih dari 11%, singapura 7,2%, Jepang China lebh dari 7%. Dengan demikian berdasarkan konsep Kiyosaki, ada sekitar 99, 8% penduduk kita yang berada di kuadaran pertama (employee dan self-employed) dan 0, 2% di kuadran kedua ( Business Owner dan Investor).

Kewirausahaan menjadi sesuatu yang  sangat dianjurkan di dalam ajaran agama islam. Di alquran sendiri ada sekitar 370 ayat yang berhubung tentang bisnis. Bandingkan dengan rukun islam seperti puasa yang hanya disinggung 9kali.
Rasulullah pun bersabda: “Sebaik-baiknya penghasilan adalah dari pekerjaan seseorang dengan tangannya dan (dari)setiap transaksi perniagaan yang diberkahi. ( HR  Al-thabrani, Shahih al-Jami’- al Shaghir no 1913.)

Berdasar pengamatan yang kami lakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dampak Positif
Dampak Negatif
1.      Tebukanya lapangan pekerjaan baru
2.      Meminimalisir  angka kemiskinan
3.      Meluasnya syiar Islam
4.      Dunia mengakui Syariah sebagai solusi

1.      SDM tidak/ belum Siap -> inconsisten
2.      Baru ideology belum Ilmu -> missing Concept
3.      Baru semangat atribut -> Contradictive
4.      Syariah bisnis x bisnis syariah

0 Pendapat: