Zona Ekonomi Islam–Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam.
Karena
dasar sistem Islam sendiri berbeda dari sosialisme dan kapitalisme,
yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada
nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha
apapun untuk memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau
sosialisme hanyalah akan memperlihatkan kekurang-pengertian tentang
ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.
Disamping itu, sistem Islam betul-betul diabdikan kepada persaudaraan
umat manusia yang disertai keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi
pendapatan yang adil, dan kepada kemerdekaan individu dalam konteks
kesejahteraan sosial.
Dan perlu dinyatakan disini, bahwa
pengabdian ini berorientasi spiritual dan terjalin erat dengan
keseluruhan jalinan nilai-nilai ekonomi dan sosialnya. Berlawanan dengan
ini, orientasi kapitalisme modern pada keadilan ekonomi dan sosial dan
distribusi pendapatan yang adil hanyalah bersifat parsial saja, dan
merupakan akibat desakan-desakan kelompok masyarakat, bukannya merupakan
dorongan dari tujuan spiritual untuk menciptakan persaudaraan umat
manusia, dan tidak merupakan bagian integral dari keseluruhan
filsafatnya.
Sedang orientasi sosialisme, walaupun dinyatakan
sebagai hasil dari filsafat dasarnya, tidaklah benar-benar berarti,
karena tiadanya pengabdian kepada cita persaudaraan umat manusia dan
kriteria keadilan dan persamaan yang adil berdasarkan spiritual di satu
pihak, dan di pihak lain karena hilangnya kehormatan dan identitas
individu yang disebabkan karena tidak diakuinya kemerdekaan individu,
yang merupakan kebutuhan dasar manusia.
Komitmen Islam terhadap
kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari sosialisme atau
sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak
terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam,
adalah merupakan syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini
bersumber dari ayat Al-Qur’an: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah
kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang tidak
benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan”
(QS. 4:29).
Satu-satunya sistem yang sesuai dengan semangat
kebebasan dalam way of life Islam ini adalah sistem dimana pelaksanaan
sebagian besar proses produksi dan distribusi barang-barang serta jasa
diserahkan kepada individu-individu atau kelompok-kelompok yang dibentuk
dengan sukarela, dan dimana setiap orang diijinkan untuk menjual
kepada, dan membeli dari siapapun yang dikehendakinya dengan harga yang
disetujui oleh kedua belah pihak.
Kebebasan berusaha, berlawanan
dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal itu dan diakui oleh
Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu
pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan literatur
fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci tentang norma-norma yang
menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan
perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan
zakat dan warisan.
Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian
terperinci seandainya pelembagaan hak milik pribadi atas sebagian besar
sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh Islam. Karena itu,
peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan
ajaran Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian
integral dari sistem ekonomi Islam, karena di satu pihak pelembagaan hak
milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan dilain
pihak, pasar memberikan kesempatan kepada para konsumen untuk
mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka
senangi diiringi kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga
memberikan kepada para pemilik sumber daya (produsen) kesempatan untuk
menjual produk barang atau jasanya sesuai dengan keinginan bebas mereka.
Motif
mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang
dijiwai kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan
keuntungan memberikan insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian
sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah kepada umat manusia.
Efisiensi
dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu dalam
kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis. Tetapi karena adalah
mungkin untuk menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, dan dengan
demikian membawa kepada berbagai penyakit ekonomi dan sosial, maka Islam
menempatkan pembatasan-pembatasan moral tertentu atas motif mencari
keuntungan, sehingga motif tersebut menunjang kepentingan individu dalam
konteks sosial dan tidak melanggar tujuan-tujuan Islam dalam keadilan
ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil.
Pengakuan
Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik
pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam
mirip dengan kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan
antara kedua hal itu perlu difahami dikarenakan oleh dua alasan penting:
Pertama,
dalam sistem Islam, walaupun pemilikan harta benda secara pribadi
diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari Allah, karena
segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik
Allah, dan manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak
untuk memilikinya dengan status amanat. Qur’an berkata:
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi” (QS. 2:84).
“Katakanlah:
Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu semua
tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau
demikian, maukah kamu semua berfikir?” (QS. 23:84-85).
“Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu” (QS. 24:33).
Kedua,
karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang
dimilikinya adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh
syarat-syarat amanat, atau lebih khusus lagi, oleh nilai-nilai moral
Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan
sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan
menunjang kesejahteraan masyarakat umum.
Harta benda haruslah
dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, dan
harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan
penciptaannya.
asulullah saw bersabda:
“Harta benda memang
hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya dengan cara
yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik,
sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka
ia akan seperti seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang” (HR.
Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728). Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber : zonaekis.com
Selasa, 14 Februari 2012
Sifat Sistem Ekonomi Islam
Selasa, Februari 14, 2012
1 comment
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Pendapat:
شركة تنظيف مكيفات بالرياض
شركة كشف تسربات المياه بالدمام
شركة كشف تسربات المياه بالاحساء
شركة تنظيف مجالس بالاحساء
شركة شراء الاثاث المستعمل بالرياض
شركة تنظيف بالرياض
شركة تخزين اثاث بالرياض
شركات مكافحة الحمام بالاحساء
شركة تعقيم و تطهير بحي العمامرة
Posting Komentar