KEI FEB UNS

Kajian Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Islam Pasti Menang!

Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang musyrik membenci." {QS. Ash Shaff (61): 9}

Minggu, 19 Februari 2012

Pengertian riba

Secara epistimiologi (bahasa) mempunyai arti az-ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti tumbuh atau membesar. Adapun menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Dengan demikian, setelah riba dideskripsikan oleh syariat tidak lagi berkonotasi pertambahan secara mutlak, tetapi konotasinya menjadi: pertambahan akibat pertukaran jenis tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis ditempat penukaran. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya di surat an-nisa’ yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…(an-nisa : 29)
Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al Quran yaitu setiap tambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, sipenyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang di nikmati, termasuk menurunya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Dalam jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang di terimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal turut serta menanggung kemungkinaan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secra konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam di wajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Pengertian senada juga disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah islam dari berbagai mazhahib fiqhiyah, diantaranya sebagai berikut:
Badr ad-din al-ayni
Pengarang umdatul Qari syarah shahih Al Bukhari: “ prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riel.
Imam Sarakhi dari Mazhab Hanafi
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang di benarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.
Raghib al-asfahani
Riba adalah penambahan atas harta pokok
Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafii
Salah satu bentuk riba yang dilarang oleh alQuran dan as sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal denganbunga kridit sesuai lama pinjaman.
Qatadah
Riba jahiliyyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabilah telah datang waktu pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
Zaid bin Aslam
Yang di maksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasi pelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “ bayar sekarang atau tambah.
Mujahid
Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apbila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan tambahan atas tambahan waktu.
Ja’far Ash-Shadiq dari Kalangan Syiah
Berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan riba-“ supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenalkan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorangf tidak berbuat
ma’ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat kebajikan antar manusia.
Imam Ahmad bin hambal
“ Imam bin Hanbal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan
Asy-syaikh Abdulrahman Taj
Riba adalah setiap tambahan yang berlangsung pada salah satu pihak (dalam) aqad mu’wwadhah tanpa mendapatkan imbalan.; atau tambahan itu diperoleh karena penangguhan

Sumber : zonaekis.com

Riba Menurut Al-Qur’an

Tulisan berikut tidak akan membahas kehalalan atau keharaman riba, karena keharamannya telah disepakati oleh setiap Muslim berdasarkan ayat-ayat Al-Quran serta ijma’ seluruh ulama Islam, apa pun mazhab atau alirannya. Yang dibahas adalah apa yang di maksud sesungguhnya oleh Al-Quran dengan riba yang diharamkannya itu?
Para ulama sejak dahulu hingga kini, ketika membahas masalah ini, tidak melihat esensi riba guna sekadar mengetahuinya, tetapi mereka melihat dan membahasnya sambil meletakkan di pelupuk mata hati mereka beberapa praktek transaksi ekonomi guna mengetahui dan menetapkan apakah praktek-praktek tersebut sama dengan riba yang diharamkan itu sehingga ia pun menjadi haram, ataukah tidak sama.
Perbedaan pendapat dalam penerapan pengertian pada praktek-praktek transaksi ekonomi telah berlangsung sejak masa sahabat dan diduga akan terus berlangsung selama masih terus muncul bentuk-bentuk baru transaksi ekonomi.
Perbedaan-perbedaan ini antara lain disebabkan oleh wahyu mengenai riba yang terakhir turun kepada Rasul saw. beberapa waktu sebelum beliau wafat, sampai-sampai ‘Umar bin Khaththab r.a. sangat mendambakan kejelasan masalah riba ini. Beliau berkata: “Sesungguhnya termasuk dalam bagian akhir Al-Quran yang turun, adalah ayat-ayat riba. Rasulullah wafat sebelum beliau menjelaskannya. Maka tinggalkanlah apa yang meragukan kamu kepada apa yang tidak meragukan kamu.”
Keragu-raguan terjerumus ke dalam riba yang diharamkan itu menjadikan para sahabat, sebagaimana dikatakan ‘Umar r.a., “meninggalkan sembilan per sepuluh yang halal”.
Sebelum membuka lembaran-lembaran Al-Quran yang ayat-ayatnya berbicara tentang riba, terlebih dahulu akan dikemukakan selayang pandang tentang kehidupan ekonomi masyarakat Arab semasa turunnya Al-Quran.
Sejarah menjelaskan bahwa Tha’if, tempat pemukiman suku Tsaqif yang terletak sekitar 75 mil sebelah tenggara Makkah, merupakan daerah subur dan menjadi salah satu pusat perdagangan antar suku, terutama suku Quraisy yang bermukim di Makkah. Di Tha’if bermukim orang-orang Yahudi yang telah mengenal praktek-praktek riba, sehingga keberadaan mereka di sana menumbuhsuburkan praktek tersebut.
Suku Quraisy yang ada di Makkah juga terkenal dengan aktivitas perdagangan, bahkan Al-Quran mengabarkan tentang hal tersebut dalam QS 106. Di sana pun mereka telah mengenal praktek-praktek riba. Terbukti bahwa sebagian dari tokoh-tokoh sahabat Nabi, seperti ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw.), Khalid bin Walid, dan lain-lain, mempraktekkannya sampai dengan turunnya larangan tersebut. Dan terbukti pula dengan keheranan kaum musyrik terhadap larangan praktek riba yang mereka anggap sama dengan jual beli (QS 2:275). Dalam arti mereka beranggapan bahwa kelebihan yang diperoleh dari modal yang dipinjamkan tidak lain kecuali sama dengan keuntungan (kelebihan yang diperoleh dari) hasil perdagangan.

Sumber : zonaekis.com

Riba dan Dampaknya

Dalam Islam, riba merupakan dosa besar yang banyak dikecam oleh Al-quran maupun Sunnah. Al-quran secara tegas mengancam pelaku riba dengan masuk neraka yang mereka kekal di dalamnya (2 : 275). Al-Quran juga secara ekplisit menyebut riba sebagai perbuatan yang zalim (QS.2: 278 dan QS 4: 160). Selain Al-quran, banyak pula hadits Nabi yang dengan tegas mengutuk pelaku riba, juru tulis dan para saksinya (H.R.Muslim). Riba menurut Nabi Saw lebih besar dosanya dari 33 kali berzina. Bahkan dikatakan oleh Nabi Saw, Bahwa Riba memiliki 73 tingkatan, yang paling ringan daripadanya ialah seperti seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri (Al-Hakim).

Nabi Muhammad Saw dalam masa kerasulannya dengan gigih memberantas riba yang demikian meluas di tengah masyarakat Arab pada waktu itu. Sejarah mencatat, bahwa perekonomian jazirah Arabia, ketika itu adalah ekonomi dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam. Minyak bumi belum ditemukan dan sumberdaya alam lainnya terbatas. Menurut W. Montgomeri Watt, perekonomian Arab pada waktu itu sudah tergolong maju dan kaya. Kota Mekkah ketika itu menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur besar perdagangan dunia, Pertama, lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab, dikenal sebagai jalur dagang Selatan. Kedua, jalur dagang Romawi dan Persia disebut sebagai jalur dagang Utara, Ketiga, jalur dagang Sam dan Yaman disebut jalur Utara-Selatan. Oleh karena Mekkah sebagai pusat dagang internasional, maka tidak heran jika mayoritas penduduk Mekkah berprofesi sebagai pedagang.
Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab bahkan menjadi alat resmi, yakni mata uang dinar dan dirham. Sistem devisa bebas diterapkan dan tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar atau dirham. Transaksi tidak tunai (hutang) dikenal luas di kalangan para pedagang.
Berdasarkan kenyataan itu, dapat dipastikan bahwa perekonomian Arab, khususnya Mekkah sudah maju dan berkembang. Perekonomian di zaman Rasulullah bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, tetapi jauh dari gambaran seperti itu.
Salah satu tradisi bisnis dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan orang-orang Mekkah sebelum kenabian Muhammad adalah praktek ekonomi ribawi. Jadi adalah tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa praktek riba yang terjadi di masa Nabi hanya untuk kebutuhan konsumtif. Pinjaman produktif untuk keperluan modal dagang dipastikan terjadi secara massif di kota Mekkah dan jazirah Arab lainnya. Praktek riba inilah yang dihilangkan Nabi Muhammmad saw secara bertahap dalam kurun waktu lebih dari 22 tahun.
Ajaran Al-quran maupun hadits yang melarang riba meniscayakan praktek ekonomi yang diajarkan Rasulullah adalah sistem ekonomi bebas riba (free interest) Kemudian sistem ekonomi anti riba dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan Daulah Islamiyah. Praktek ekonomi bebas riba tersebut harus diaktualkan dan dipraktekkan kembali di tengah semaraknya sistem ekonomi ribawi saat ini.
Sejak berabad-abad kaum muslimin di berbagai belahan dunia mempratekkan ekonomi ribawi kapitalisme akibat penjajahan kolonial yang mendesakkan sistem riba itu dalam sistem ekonomi negara-negara muslim melalui lembaga perbankan, asuransi dan koperasi. Indonesia termasuk negara yang mempraktekkan sistem riba tersebut, sejak kedatangan penjajah Belanda ke Indonesia. Maka tidak aneh apabila saat ini sistem ekonomi ribawi begitu masih dominan dalam sistem perekonomian Indonesia. Undang-Undang yang mengatur tentang perbankan di Indonesia dalam waktu yang sangat panjang hanya membenarkan sistem bunga. Baru pada tahun 1992, keluar UU No 7/1992 yang menyebutkan bahwa sistem perbankan di Indonesia dapat menggunakan sistem bagi hasil. Pada tahun 1992 itu juga lahirlah Bank Muamalat Indonesia. Selama lima enam tahun berkembang di Indonesia, BMI masih menjadi pemain tunggal sebagai bank syari’ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter di Indonesia yang mengakibatkan bank-bank konvensional mengalami goncangan hebat yang pada akhirnya sebagian besar di antaranya ditutup (dilikuidasi), karena mengalami negative spread, sedangkan sebagaian lainnya masuk bengkel BPPN.
Bank Muamalat dan sejumlah BPR Syari’ah yang menarapkan sistem bagi hasil selamat dari bagai krisis tersebut. Hal ini disebabkan karena bank syari’ah menerapkan sistem bagi hasil Penerapan bagi hasil di bank syari`ah, membuat bank-bank syari`ah lebih tangguh dan tahan dari pengaruh gejolak moneter, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga simpa¬nan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan perbankan syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative spread.
Banyak kalangan menilai bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia sejak tahun 1997, disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme. Asumsi tersebut di satu sisi memang benar, namun harus diakui bahwa faktor sistem moneter konvensional yang memakai instrumen bunga juga menjadi salah satu faktor yang membuat semakin terpuruknya ekonomi Indonesia. Dalam artikel selanjutnya akan mengupas lebih lengkap mengenai riba dan dampaknya.

Sumber : zonaekis.com

Sejarah Ringkas Bunga

Menurut pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem bunga telah ada sejak tahun 2500 sebelum Masehi, baik yunani kuno, Romawi kuno, dan Mesir Kuno. Demikian juga pada tahun 2000 sebelum Masehi, di Mesopotamia ( wilayah Iraq sekarang ) telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 Tahun sebelum Masehi Temple Of Babillion mengenakan sistem bunga sebesar 20 % setahun.

Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya Politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa bunga merupkan sistem yang tidak adil. Menurutnya, uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan mata uang lainnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato dalam bukunya “ Laws”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Dua filosofi Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosofi Yunani tentang bunga.
Selanjutnya, pada tahap- tahap awal, kerajaan Romawi Kuno, juga melarang keras setiap pungutan atas bunga dan pada perkembangan berikutnya mereka membatasi besarnya suku bunga melalui undang – undang. Kerajaan romawi adalah negara pertama yang menerapkan peraturan tentang bunga untuk melindungi para konsumen. Kebiasaan bunga juga brkembang di tanah arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul. Catatan sejarah menunjukan bahwa bangsa Arab cukup maju dalam perdagangan. Hal ini digambarkan dalam Al- qur’an dalam surat al – quraisy dan buku – buku sejarah dunia. Bahkan kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur – jalur perdagangan dunia, Eropa dan Afrika, India, dan China, serta Syam dan Yaman.
Suatu hal yang tak bisa di – bantah, bahwa dalam rangka menunjang arus perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi. Peminjaman modal untuk perdagangan dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya, pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha – usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al- Qur’an secara bertahap.
Sementara itu, tradisi bunga terus berkembang di Eropa dan menjadi sistem ekonomi kapitalis. Raja Inggris, Hendri VIII, pada tahun 1545 M, mengatakan bahwa riba tidak dibenarkan, sedangkan bunga dibolehkan asal tidak berlebihan. Gaung Raja Hendri VIII itu sampai ke Belanda. Ketika Belanda menjajah Indonesia,mereka menyebar luaskan pandangan Hendri VIII, sehingga ada orang Indonesia yang melarang dan mempraktekkan bunga. Mereka membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja. Ayat Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang berlipat ganda, belum selesai (tuntas). Sebab setelah itu, turun ayat lagi tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (Q.S. 2 : 275 : 279).

Sumber : zonaekis.com

Larangan Riba Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah

Umat islam di larangf mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.
Larangan riba dalam al-Qur’an
Larang riba yang terdapat dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melaikan diturunkan dala empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqqoruf kepada allah SWT. Itu di dalam surah AR-RUUM ayat 39.
Tahap kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Itu di dalam surah an-nisaa ayat 160-161.
Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupan fenomena yang banya dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirma dalam surah ALI-IMRAN ayat 130.
Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Dalam surah AL-BAQARAH ayat 278-279.
Larangan riba dalam hadis
Pelarang riba dalam islam tidak hanya merujuk pada al qur’an melainkan juga al hadis. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang tel;ah digariskan melalui al qur’an pelarang riba dalam hadis lebih terperinci. Dalam amanatnya pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 hijriah, rasuluallah saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba.
“ingatlah bahwa kamu akan memghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tudak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.

sumber :zonaekis.com

Jenis-jenis Riba

Secara garis besar, riba dikelompokan menkadi 2 (dua) masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1) Riba Qardh
Adalah praktek riba dengan cara meminjamkan uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan bagi pemberi utang.
2) Riba Jahiliyyah
Adalah utang di bayar lebih dari pokoknya karena sipeminjam tidak mampu membayar ytangnya pada waktu yang telah ditentukan
3) Riba Fadhl
Adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4) Riba Nasi’ah
Adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan barang ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata imam ibnu hajar al-Haitsami “bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis yaitu riba fadhl, riba yaad, dan riba nasi’ah. Al-muttawally menambahkan jenis keempat yaitu riba qardh. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma berdasarkan nash Al-Qur’an dan Hadis Nabi.

Sumber : zonaekis.com

Larangan Riba Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah

Umat islam di larangf mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.
Larangan riba dalam al-Qur’an
Larang riba yang terdapat dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melaikan diturunkan dala empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqqoruf kepada allah SWT. Itu di dalam surah AR-RUUM ayat 39.
Tahap kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Itu di dalam surah an-nisaa ayat 160-161.
Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupan fenomena yang banya dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirma dalam surah ALI-IMRAN ayat 130.
Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Dalam surah AL-BAQARAH ayat 278-279.
Larangan riba dalam hadis
Pelarang riba dalam islam tidak hanya merujuk pada al qur’an melainkan juga al hadis. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang tel;ah digariskan melalui al qur’an pelarang riba dalam hadis lebih terperinci. Dalam amanatnya pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 hijriah, rasuluallah saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba.
“ingatlah bahwa kamu akan memghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tudak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.

Sumber : zonaekis.com

Sabtu, 18 Februari 2012

Lilin Babi Ngepet

 Published By
 (http://www.resensi.net)

Babi ngepet. Salah satu profesi menyimpang dari tatanan agama samawi ini punya pesan yang merangsang jemariku membuat catatan ini. Profesi ini membuat seseorang mampu mendapatkan harta dengan memuja jin. Orang yang sudah buntu pikirannya ini akan berubah menjadi babi jadi-jadian yang lihai mencuri uang, kemudian hidup dan matinya tergantung lilin yang dijaga oleh partnernya. Lilin harus tetap menyala. Jika padam, maka orang yang sedang beroperasi mencuri dengan fisik babi itu akan secara otomatis menemukan bad ending-nya mati alias koit.
Babi ngepet. Aku tertarik. Tapi, bukan untuk menjadi seorang babi ngepet, tapi aku tertarik dengan lilinnya. Hehehe. Kenapa? Karena lilin sangat penting bagi kehidupan si babi ngepet. Padam lilin, matilah si babi.
Imajinasi nakalku menganalogikan hidup dan mati kita juga bergantung pada sebuah lilin layaknya si babi ngepet. Padam lilin itu, maka jadilah kita mayat hidup, bahkan mungkin mayat sungguhan. Hehehe.
lilin yin yangApa lilin itu? Lilin itu adalah semangat. Adakah dari kita yang mampu survive mengarungi hidup tanpa semangat? Nihil. Tak satupun kita yang akan mampu. Hidup punya bergudang-gudang tantangan yang mutlak kita hadapi.
Bagaimana agar semangat tetap hidup? Adalah penting bagi kita agar tetap memiliki visi yang tetap terjaga visualisasinya dalam hati, pikiran maupun bentuk-bentuk yang tertangkap oleh mata kita (bisa dalam bentuk tulisan ataupun gambar).
Namun perlu diketahui, persoalan baru akan muncul tatkala kita terjebak pada visi yang membuat kita bingung, resah dan gelisah alias tak tenang. Kondisi seperti ini akan terjadi jika antara visi dan realita punya gap yang jauh. Contoh, mungkin saja kita sudah merasa berusaha maksimal namun visi tak kunjung tergenggam. Kondisi ini akan mudah membuat seseorang menjadi tak bersemangat. Artinya padamlah lilin itu dan akhirnya innalillahi. Hehehe.
Padahal, jika mau bijak, visi yang telah ditetapkan tak sedikitpun bersalah. Yang salah adalah sang perealisasi visi tersebut. Dia sendiri yang memadamkan lilin semangat, bukan visi. Sang perealisasi visi lupa bahwa lilin tersebut akan tetap menyala jika dijaga konsisten oleh tiga partner penjaga lilin yang bernama sabar, syukur, dan tawakal. Inilah tiga partner penjaga lilin semangat dalam hidup kita.
  1. Sabar. Apapun yang terjadi, yakinilah bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita. Yakinilah tak pernah ada buah pahit dari sabar. Semuanya manis.
  2. Syukur. Tak ada rasa berkekurangan jika syukur tetap memeluk hati. Tak ada keluh kesah. Yang ada hanya ucapan terimakasih atas segala sesuatu yang terjadi atas kita. Tak ada gelap, yang ada hanya terang. Tak ada susah, yang ada hanya senang. Tak ada kegagalan, yang ada hanya proses menuju kesuksesan.
  3. Tawakal. Serahkan segala sesuatunya kepada Tuhan yang Maha Tunggal dan Maha Berkuasa. Tugas kita hanyalah berusaha, berusaha, dan berusaha dengan niat bersih. Dia maha adil. Siang 12 jam, malampun 12 jam. Hasil akan sebanding dengan usaha. Ini pasti. Yakinilah Dia itu maha pengasih dan penyayang. Kesal dan berkeluh kesah adalah bentuk sikap yang melecehkan eksistensi kemahapengasihan dan kemahapenyayangan Nya. Hasil urusan Tuhan Yang Maha, berusaha urusan kita. Dijamin pusing, bingung dan resah jika urusan kita tak kita pikirkan, malahan kita sibuk pikirkan urusan Tuhan. Manusia berusaha, Tuhan memberikan hasil. Jadi, terserah Dia saja. Dan ingat, Dia itu maha adil lho. Hehehe.
misi dari hatiInilah ketiga penjaga lilin semangat dalam diri kita untuk menjinakan hidup. Bervisilah asal hati tetap tenang. Masa depan boleh dipikirkan tapi jangan dibingungkan. Sesuatu yang benar pasti menenangkan hati. Maka pilihlah visi yang menenangkan hati.
Kita semua bisa. Yakinlah anda bisa. Kita semua pasti bisa. Bisa jadi pribadi visioner yang sukses dan mengagumkan, bisa juga jadi babi ngepet. Tinggal pilih saja siapa penjaga lilin kita. Kalau penjaganya adalah tiga partner penjaga, maka kita adalah sang visioner. Kalau penjaganya adalah seorang manusia biasa, maka kita adalah sang? Tahu kan?

Bisnis Syariah Adalah Solusi, Bukan Alternatif!


Ditulis oleh Achmad Iqbal [ 24-11-2008 ]
 Sistem ekonomi syariah awal kehadirannya di Indonesia hanya dijadikan sebagai alternatif solusi krisis moneter, namun saat ini ekonomi syariah tidak lagi hanya sekadar menjadi alternatif, tetapi ekonomi syariah menjadi solusi dalam berbagai persoalan umat manusia. Demikian diungapkan Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) KH Ma'ruf Amin menanggapi peranan ekonomi syariah dalam pertumbuhan ekonomi Nasional.
"Fakta sudah berbicara, bahwa sistem ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional, yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak, " jelasnya.
Sebaliknya, menurutnya, ekonomi syariah justru membawa perbaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Seperti yang terjadi saat krisis moneter 1997 silam, lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya bank syariah, mampu bertahan dengan baik. Sedangkan bank-bank konvensional yang diandalkan menjadi roda ekonomi, mengalami masa sulit.
Lebih lanjut Ma'ruf Amin mengatakan, keunggulan ekonomi syariah sudah tidak diragukan lagi. "Sudah banyak contoh keunggulan ekonomi syariah. Sayangnya, masih banyak masyarakat muslim yang belum melaksanakannya secara konsekuen, " ujarnya.
Ia menjelaskan, ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi utamanya menegakkan nilai-nilai akhlak dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan, ataupun negara.
Senada diungkapkan Pakar Ekonomi Syariah Adiwarman A Karim, dibandingkan dengan ekonomi konvensional, pertumbuhan ekonomi syariah jauh lebih pesat. Meskipun faktanya, aset perbankan syariah hingga saat ini belum mencapai dua persen pada tahun 2007. Namun Ia optimis, target Bank Indonesia terhadap pangsa pasar syariah sebesar lima persen di akhir tahun 2008 ini akan tercapai.
"Sebagai praktisi perbankan syariah, saya tetap optimis ekonomi syariah akan berkembang lebih baik, " ungkapnya.(novel/ht)

Sumber : eramuslim.com
(dalam : http://www.ekonomisyariah.net)

Karena Jujur, Presiden pun Meneleponnya

 Penulis : Tim AndrieWongso


Kapan seorang presiden tertarik menelepon rakyatnya? Ternyata Presiden Taiwan Ma Ying-jeou melakukannya setelah ia membaca berita tindakan seorang warga Taiwan bernama Chen Shui Hui. Suatu ketika pada 1 Februari 2012, Chen yang bekerja di toko Duty Free Airport di Bandara Internasional Taiwan menemukan uang tunai sebesar US$11 ribu. Dalam kurs rupiah saat ini berarti sekitar Rp 99 juta. Merasa itu bukan miliknya Chen segera membawa uang itu ke kantor polisi dengan harapan polisi akan menyerahkannya pada sang pemilik.
Tak lama kemudian Chen kedatangan seseorang yang ingin memberinya sesuatu. Ternyata dia itu si pemilik uang. Ia berterima kasih pada Chen karena dengan jujur telah mengembalikan uang itu. Tetapi Chen menolak, karena menurutnya, itu sudah kewajibannya. Siapa pun akan mengembalikan uang itu karena bukan miliknya.
Si pemilik uang kagum pada Chen. Entah bagaimana ceritanya, kejujurannya Chen tiba-tiba muncul di surat kabar. Presiden Ma yang membaca berita itu segera memintahkan asistennya mencari nomor telepon Chen. Setelah didapat, ia sendiri yang menelepon Chen pada 4 Februari lalu.
Pada awalnya Chen tak percaya kalau itu Presiden Ma. Namun sebelum pembicaraan berakhir, baterai telepon selulernya habis. Lalu ibunya memperingatkan karena bisa saja itu penipuan dengan kedok ngaku-ngaku sebagai Presiden Ma. Meski begitu Chen menelepon balik untuk meminta maaf karena pembicaraan tadi terputus gara-gara baterainya habis. Yang menerima telepon adalah asisten presiden.
Ternyata tak berapa lama Presiden Ma menelepon lagi dan menjelaskan kalau dirinya benar-benar Presiden Ma, bukan penipu. Ia memuji tindakan Chen, apalagi Chen bekerja di bandara sehingga bisa jadi ujung tombak dalam mempromosikan pariwisata Taiwan.
Presiden Ma memang belakangan sedang berbunga-bunga setelah sejumlah orang Taiwan menjadi perhatian dunia karena perbuatan terpujinya. Selain bercerita tentang kejujuran Chen di sejumlah kesempatan ia juga sempat membicarakan kehebatan pebasket New York Knicks keturunan Taiwan, Jeremy Lin, yang menghebohkan karena prestasinya.

Sumber: 

Jumat, 17 Februari 2012

Ekonomi Syariah Sebagai Solusi

ada lima hal penting dalam pengembangan ekonomi syariah ilustrasi  110802095419 284 Ekonomi Syariah Sebagai Solusi 
Krisis ekonomi Indonesia sampai saat ini masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda untuk segera pulih. APBN kita masih dikuras dalam jumlah besar untuk pengeluaran membayar bunga utang baik utang luar negeri maupun bunga utang dalam negeri dalam bentuk bunga obligasi rekap bank konvensional. Seharusnya dana APBN ratusan triliun digunakan untuk pemberdayaan rakyat miskin, tetapi justru untuk mensubsisi bank-bank ribawi melalui bunga rekap BLBI dan SBI.

Ini terjadi karena pemerintah telah terperangkap kepada sistem riba yang merusak perekonomian bangsa. Menaiknya harga BBM semakin memperparah penderitaan rakyat Indonesia dan semakin membengkakkan angka kemiskinan. Inflasi meningkat secara tajam.
Semua para ekonom hebat di negeri ini memprediski inflasi hanya 8,7 persen, tetapi kenyataannya melejit di luar dugaan, lebih dari 18 persen. Ekonom hebat tersebut keliru besar dalam memprediksi. Angka inflasi 18 persen, yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sebagai indikator penting bagi perekonomian negara, maka inflasi wajib dipandang secara kritis. Sebab, inflasi yang melonjak tinggi bermakna gong marabahaya bagi ekonomi rakyat.
Pada saat ini, tercatat jika sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai Rp1,282 triliun. Angka tersebut, setara dengan 52 persen dari produk domestik bruto. Komposisi utang itu, 49 persen persen utang luar negeri. Sementara 51 persen utang dalam negeri.
Selain problem utang Indonesia yang amat besar, ancaman terhadap kesinambungan fiskal dan pembiayaan pembangunan juga menjadi problem besar. Demikian pula buruknya infrastruktur, rendahnya investasi dan pertumbuhan ekonomi, terpuruknya sektor riil, menurunnya daya saing, serta akan masih meningkatnya angka pengangguran akibat kenaikan BBM lalu.
APBN kita masih berada pada titik yang kritis, sebab faktor eksternal seperti naiknya harga minyak, bisa membuat beban APBN membengkak dan memperbesar defisit APBN. akibat ikut membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pengeluaran pemerintah yang terkait dengan luar negeri. Belum lagi ancaman depresiasi nilai rupiah yanag selalu membayang-bayangi.
Keterpurukan ekonomi Indoiensias juga ditandai oleh masih belum bergairahnya sektor riil akibat lumpuhnya fungsi intermediasi perbankan konvensional. LDR bank konvensional masih belum optimal bahkan masih jauh, berkisar di angka 50-an persen. Lain lagi NPL 2 bank konvensional raksasa yang semakin meningkat. Peningkatan NPL (kredit macet) tersebut telah berada pada titik yang membahayakan, yaitu 24 persen dan 20 persen. Inilah kondisi bank-bank ribawi, LDR rendah sementara NPL tinggi. Realitas ini berbeda dengan bank syariah, FDR tinggi, NPF rendah. Sehingga mendorong pertumbuhan sektor riil. Sementara bank konvensional sebaliknya.
Kesimpulannya, ekonomi Indonesia benar-benar terpuruk dan terburuk di bawah sistem ekonomi kapitalisme. Indonesia hanya unggul atas negara-negara Afrika seperti Malawi, Uganda, Kenya, Zambia, Mozambik, Zimbabwe, Mali, Angola dan Chad. Peringkat daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia, nyaris sama dengan Ethiopia yang pernah hancur-lebur oleh perang serta wabah kelaparan.
Syariah Sebagai Solusi
Salah satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam me-recovery ekonomi Indonesia adalah penerapan ekonomi syariah. Ekonomi syariah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan keadilan pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.
Ekonomi syariah yang menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman), dsb.
Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis. Sistem ekonomi Islam yang diwakili lembaga perbankan syariah telah menunjukkan ketangguhannya bisa bertahan karena ia menggunakan sistem hasil sehingga tidak mengalami negatif spread sebagaimana bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang sangat sulit tersebut.
Sementara bank-bank raksasa mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada likuidasi, sebagian bank konvensional lainnya terpaksa direkap oleh pemerintah dalam jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN kita dikuras lagi oleh keperluan membayar bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN yang seharusnya diutamakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat, tetapi justru digunakan untuk membantu bank-bank konvensional. Inilah faktanya, kalau kita masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.
Selama ini, sistem ekonomi dan keuangan syariah kurang mendapat tempat yang memungkinkannya untuk berkembang. Ekonomi Islam belum menjadi perhatian pemerintah. Sistem ini mempunyai banyak keunggulan untuk diterapkan, ekonomi Islam bagaikan pohon tumbuhan yang bagus dan potensial, tapi dibiarkan saja, tidak dipupuk dan disiram. Akibatnya, pertumbuhannya lambat, karena kurang mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan pihak-pihak yang berkompeten, seperti Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Industri, Bappenas, DPR dan menteri yang terkait lainnya.
Keberhasilan Malaysia mengembangkan ekonomi Islam secara signifikan dan menjadi teladan dunia internasional, disebabkan kebijakan Mahathir yang secara serius mengembangkan ekonomi Islam. Mereka tampil sebagai pelopor kebangkitan ekonomi Islam, dengan kebijakan yang sungguh-sungguh membangun kekuatan ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Indonesia yang jauh lebih dulu merdeka dan menentukan nasibnya sendiri, kini tertinggal jauh dari Malaysia.
Kebijakan-kebijakan Mahathir dan juga Anwar Ibrahim ketika itu dengan sistem syariah, telah mampu mengangkat ekonomi Malaysia setara dengan Singapura. Tanpa kebijakan mereka, tentu tidak mungkin ekonomi Islam terangkat seperti sekarang, tanpa kebijakan mereka tidak mungkin terjadi perubahan pendapatan masyarakat Islam secara signifikan. Mereka bukan saja berhasil membangun perbankan, asuransi, pasar modal, tabungan haji dan lembaga keuagan lainnya secara sistem syariah, tetapi juga telah mampu membangun peradaban ekonomi baik mikro maupun makro dengan didasari prinsip nilai-nilai Islami.
Aplikasi ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan umat Islam saja. Penilaian sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu keliru, sebab ekonomi Islam yang konsen pada penegakan prinsip keadilan dan membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi umat Islam saja, dan karena itu ekonomi Islam bersifat inklusif.
Penutup
Momentum Indonesia Syariah Expo hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata pemerintah untuk melirik dan menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian Indonesia. Pemerintah harus melihat ekonomi syariah dalam konteks penyelamatan ekonomi Nasional.
Sehubungan dengan itu, pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) perlu kembali diwujudkan dengan memasukkan para pakar ekonomoi syariah di dalamnya. Ekonomi syariah di Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya di masa krisis dan lagi pula dalam praktik perekonomian di Indonesia selama ini, Indonesia sudah menerapkan dual sistem, konvensional dan sistem ekonomi syariah, terutama yang berkaitan dengan lembaga perbankan dan keuangan.

Oleh: Agustianto
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
Sumber : Padangekspres (zonaekis.com)

Kamis, 16 Februari 2012

Black Market dalam Perspektif Ekonomi Islam


 1685912 Black Market dalam Perspektif Ekonomi IslamBlack Market (BM) mempunyai dampak negatif bagi perekonomian. Selain masuk tanpa pajak, juga berkategori gharar (tidak jelas asal usulnya).
Dalam perspektif hukum Islam, praktek transaksi jual-beli termasuk sesuatu yang dibolehkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2]: 275. “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”.

Ayat ini, sesuangguhnya masih bersifat umum. Sebab, tidak semua model transaksi jual-beli, dihalalkan dalam syariah Islam. Karena itu, ada beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang merinci (men-takhsish) ayat tersebut.
Ditemukan beberapa hadits Nabi yang menjelaskan transaksi jual-beli yang masuk dalam kategori dilarang untuk dipraktekkan.
Beberapa transaksi jual-beli yang dilarang dalam Islam, di antaranya adalah ba’i al-gharar/jahalah (jual-beli yang mengandung unsur ketidakjelasan), ba’i al-ma’dum (transaksi jual-beli yang obyek barangnya tidak ada), ba’i an-najash (jual-beli yang ada unsur penipuan), talaqi rukban (transaksi jual-beli yang menciptakan tidak lengkapnya informasi di pasar, karena penjualnya dihadang di tengah jalan), transaksi jual-beli pada obyek barang yang diharamkan, dll.
Adapun praktek transaksi jual-beli barang Black Market termasuk dalam transaksi yang dilarang, karena beberapa sebab. Di antaranya adalah, transaksi BM merupakan bentuk transaksi yang ilegal. Sebab, barang BM adalah barang yang statusnya tidak diakui di pasar. Karena masuknya ke pasar melalui selundupan, agar tidak kena bea cukai.
Selain itu, transaksi jual-beli BM akan mengganggu keseimbangan pasar. Dalam hal ini, barang-barang BM yang telah beredar di pasar akan mempengaruhi harga barang sejenis yang dijual secara legal. Biasanya, barang yang berstatus BM akan dijual lebih murah, dibanding dengan barang yang memang statusnya diperoleh secara legal.
Rasulullah SAW melarang bentuk transaksi yang berakibat pada terganggunya mekanisme pasar. Dari sisi penawaran (supply), kondisi harga pasar akan terganggu. Hal ini sama dengan model transaksi talaqi rukban yang dilarang untuk dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Karena efeknya sama-sama mempengaruhi mekanisme pasar.
Lalu, ajaran Islam memberikan panduan bagi umatnya untuk menggunakan barang atau produk yang halal. Produk BM termasuk dalam kategori produk yang tidak jelas (gharar) asal usulnya. Bisa jadi, produk BM berasal dari praktek yang dilarang dalam Islam, seperti hasil pencurian atau penipuan dll.
Dalam hal ini, produk BM bisa masuk kategori dalam transaksi yang gharar (tidak jelas) yang prakteknya dilarang dalam ajaran Islam.
Diberitakan, setelah menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia, Randy (29) dan Dian Yudha (42) ditangkap dan diadili. Mereka dituduh melakukan penjualan ilegal (black market). Transaksi dilakukan pada 24 November 2010 di City Walk, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena tidak memiliki buku manual berbahasa Indonesia.
Keduanya, juga dijerat dengan Pasal 52 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena iPad belum dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi. Ancamannya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun penjara. Kasus ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya saat ini sedang menunggu putusan hakim.
Sumber : Inilah.com (dalam zonaekis.com)

Koreksi Terhadap Produk Gadai Emas Di Bank Syariah

Selain sebagai tempat untuk menyimpan dan menyalurkan dana kepada pihak ketiga, bank syariah mempunyai banyak fungsi seperti dapat melakukan jual beli (murabahah), menerima zakat, menyalurkan zakat, bahkan sebagai tempat gadai (rahn). Tapi dalam hal ini bank syariah hanya bisa menerima emas sebagai barang yang bisa digadai. Karena emas adalah salah satu komoditas yang paling likuid. Bahkan jika melihat selama sepuluh tahun harga emas terus mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
Karena begitu potensial, hampir semua bank syariah membuka diri menjadi tempat gadai emas. Bahkan adanya gadai emas yang dilakukan bank syariah dimanfaatkan beberapa orang untuk melakukan spekulasi. Berdasarkan berita yang dilansir oleh Bisnis Indonesia, ada nasabah gadai yang mempunyai modal 10 milyar dan bisa mendapatkan portofolio hingga 105 milyar rupiah. Yang dilakukan nasabah tersebut yaitu dengan mengadaikan emasnya untuk dibelikan emas kembali. Sedangkan emas yang sudah dibeli untuk digadai kembali dan begitu seterusnya. Leverage yang tinggi, hal inilah yang ditakutkan, sehingga BI (Bank Indonesia) melakukan intervensi di awal tahun 2012. Yaitu dengan pembatasan gadai dan juga pelarangan bagi nasabah yang melakukan gadai dengan tujuan spekulasi. Walaupun peraturan tertulisnya masih dalam proses untuk dibuat.
Menurut tulisan Ustadz Siddiq Al Jawie yang berada di situs wakalanusantara.com, sejujurnya gadai emas yang dilakukan oleh bank syariah tidak syariah dan lebih condong kepada riba yang terselubung dan hukumnya haram. Ada tiga alasan yang mendasari gadai emas yang dilakukan oleh bank syariah hukumnya haram. Yang pertama, dalam gadai emas terjadi pengambilan manfaat atas pemberian utang. Walaupun disebut upah (ujrah) atas jasa penitipan, namun hakikatnya hanya rekayasa hukum untuk menutupi riba, yaitu pengambilan manfaat dari pemberian utang, baik berupa tambahan atau manfaat lainnya. Padahal manfaat-manfaat ini jelas merupakan riba yang haram hukumnya.
Yang kedua, pengambilan upah jasa (Ujrah) dari biaya titip merupakan hal yang salah. Karena seharusnya yang menanggung biaya itu seharusnya adalah pihak yang menerima barang gadai, bukan pemilik barang. Dan yang terakhir yaitu, dalam gadai syariah terdapat akad rangkap, sehingga produk gadai emas ini menjadi haram dalam sudut pandang Islam.
Ketiga argumen yang diungkapkan oleh Ustadz Siddiq al Jawie berlandaskan hadist Rasulullah. Pada argumen yang pertama dijelaskan adanya pengambilan manfaat dalam hutang, berikut dalil yang memperkuat argumen Ustadz Siddiq al Jawie. “Dari Anas RA, bahwa Rasulullah berkata, Jika seseorang memberi pinjaman, janganlah dia mengambil hadiah”. (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir). Melihat hadist tersebut, jika kita mau menghubungkan dengan gadai. Gadai emas itu sendiri sebenarnya adalah hutang. Sedangkan emas itu sebagai barang yang ditahan yang nantinya akan ditebus. Dan mengambil manfaat dengan dalih biaya titip adalah riba.
Sedangkan pada argumen yang kedua adalah tentang pengambilan upah dengan dalih biaya titip, merupakan suatu kesalahan besar. Karena biaya titip baru bisa dibebankan jika barang yang dititipkannya adalah makhluk hidup atau kendaraan. Karena makhluk hidup itu sendiri butuh biaya perawatan agar hewan tersebut tetap hidup. Begitu pula dengan kendaraan. Kendaraan butuh biaya perawatan rutin agar kendaraan itu tidak rusak ketika dititip. Dalilnya yaitu, Rasulullah SAW bersabda, Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya, dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i). Bahkan menurut Imam Syaukani, hadits itu memberikan pengertian jika terkait dengan kepentingan penerima gadai seperti hanya penitipan barang jaminan, maka yang harus menanggung biayanya adalah penerima gadai bukan yang menggadaikan barang. (Imam Syaukani, As-Sailul Jarar, hlm. 275-276).
Dan yang terakhir adalah adanya akad rangkap antara gadai (rahn) dan juga biaya upah (ijarah) sehingga tidak boleh menurut hukum Islam. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA, beliau berkata, Rasulullah SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (HR Ahmad). Akan tetapi ada beberapa ulama yang membolehkan adanya akad rangkap. Namun, ulama yang membolehkan adanya akad rangkap sebenarnya melarang penggabungan akad tabarru’ yang bersifat non-komersial (seperti gadai) dengan akad yang komersial (seperti ijarah). (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, 29/62; Fahad Hasun, Al-Ijarah al-Muntahiyah bi At-Tamlik, hlm. 24).
Sebenarnya gadai itu boleh. Bahkan Nabi Muhammad pernah melakukan gadai, dengan riwayat hadist berikut ini. “Dari Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tunda sampai waktu yang ditentukan, dan Beliau menggadaikan (menjaminkan) baju besi Beliau.” (HR. Bukhari 2326). Dalam hadist tersebut tidak dijelaskan adanya biaya titip kepada Rasulullah. Maka apa yang dilakukan bank syariah dengan membebankan biaya titip adalah suatu kesalahan.
Disisi lain dengan didukung dengan mudahnya persyaratan, yaitu cukup mempunyai emas. Keberadaan gadai emas sebagai produk di bank syariah hanya dimaanfatkan oleh nasabah untuk berspekulasi dan memperoleh untung dari fluktuasi harga emas. Sedangkan melakukan spekulasi (maysir) dalam transaksi adalah hal yang dilarang dalam Islam. Akhirnya, tujuan bank syariah tidak tercapai sebagai sarana memberikan dana secara cepat dan juga mempermudah rakyat kecil dalam masalah permodalan. Oleh karena itu dibutuhkan peraturan yang mengikat kepada bank syariah agar terhindar dari nasabah yang ingin melakukan tindakan spekulasi. Bank syariah juga selayaknya tidak membebankan biaya titip emas. Karena bank juga sebenarnya sudah mendapat keuntungan dengan memberikan 80% – 90% dana kepada nasabah dari harga taksiran harga emas. Dan yang terpenting bank syariah harus lebih memperhatikan nasabah bermodal kecil yang lebih membutuhkan dana dibanding nasabah bermodal besar yang bertujuan untuk berspekulasi.

Sumber: zonaekis.com

Selasa, 14 Februari 2012

Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh


Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan.

Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5 dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra’ (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; Adz-Dzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; Al-Ma`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3.
Senafas dengan al-Qur’an, al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Qur’an, juga membincang persoalan ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruan-perguruan tinggi non Islam yang mempelajari hukum Islam.
Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 – 852 H). Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are forbidden (46 hadis);
2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);
3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of `Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);
6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency and seizure (10 hadis);
7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);
8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);
9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership and agency (8 hadis);
10. Bab al-iqrar (bab tentang – pernyataan – pengakuan), confession (1 hadis);
11. Bab al-`ariyah (bab tentang pinjaman), atau loan (5 hadis);
12. Bab al-ghashb (bab tentang mengganggu hak orang lain), atau wrongful appropriation (6 hadis);
13. Bab as-syuf`ah (bab tentang hak pilihan untuk membeli harta yang dimiliki secara bersekutu), atau option to buy neighbouring property (6 hadis);
14. Bab al-qiradh (bab tentang peminjaman modal kepada orang lain dengan motif bagi untung antara pemilik modal dan yang menggunakan modal), atau giving someone some property to trade with, the profit being shared between the two but any loss falling on the property (2 hadis);
15. Bab al-masaqah wal-ijarah (bab tentang pemeliharaan kebun dan upah atau gaji), atau tending palm-trees and wages (9-10 hadis);
16. Bab Ihya’ al-mawat (bab tentang penggarapan/pengelolaan tanah tidak bertuan), atau bringing barren lands into cultivation (5-6 hadis);
17. Bab al-waqf (bab tentang wakaf), atau mortmain (3 hadis);
18. Bab al-hibah, wa-al-`umra, wa-ar-ruqba (bab tentang hibah, umra dan penjaga upahan), atau gifts, life-tenancy, and giving property which goes to the survivor (11 hadis);
19. Bab al-luqathah bab tentang luqatah), atau finds (6 hadis);
20. Bab al-fara’idh (bab tentang kewarisan), atau shares inheritance (13 hadis);
21. Bab al-washaya (bab tentang wasiat), atau wills (6-7 hadis);
22. Bab al-wadi`ah (bab tentang penitipan), atau trust (satu hadis).
Selain kitab hadis Bulugh al-Maram yang disebutkan di atas, masih banyak lagi buku-buku hadis lainnya — terutama hadis-hadis hukum – yang hampir atau bahkan semuanya memuat hadis-hadis tentang ekonomi dan keuangan (al-hadits al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah). Terutama di dalam kitab-kitab hadis yang tergabung dalam kelompok kutub as-sunan – berikut syarahnya – semisal: Sunan al-Awza`i, karya besar al-Imam Abdurrahman bin Amr al-Awza`i (88 – 157 H), Sunan Abi Dawud, karya monumental al-Imam al-Hafizh Abi Dawud Sulaiman ibn al-Asy`ats as-Sijistani al-Azdi (202 – 275 H), Sunan an-Nasa’i, karya terpopuler al-Hafizh Abu Abdirrahman bin Dinar an-Nasa’i (214/215-303 H), Sunan at-Tirmidzi, karangan ternama al-Imam al-Muhaddits Abu `Isa Muhammad bin `Isa bin Saurah at-Tirmidzi (209-279 H), Sunan ad-Dar Quthni, karya besar al-Imam al-Kabir Ali bin Umar ad-Dar Quthny (305 – 385 H) dan lain-lain.
Pembahasan ekonomi Islam/Syariah akan semakin terasa meluas dan mendalam tatkala kita membaca literatur-literatur Islam yang lain terutama dalam berbagai kitab fiqih (hukum Islam) yang jumlahnya tidak lagi puluhan apalagi belasan; akan tetapi, telah mencapai ratusan dan bahkan ratusan ribu. Hampir atau bahkan semua kitab fikih — terutama yang bersifat umum dan berukuran tebal apalagi berjilid-jilid — pasti membahas persoalan muamalah khususnya dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Selain kitab-kitab fikih yang membahas berbagai persoalan hukum Islam dalam bentuknya yang bersifat umum dan komprehensif, juga teramat banyak kitab-kitab fikih – klasik maupun kontemporer – yang secara spesifik membahas ihwal ekonomi-bisnis dan keuangan ala Islam secara khusus. Perhatikan misalnya karya Abi Abdul Qasim bin Salam (1408 H/1988 M), Kitab al-Amwal, dan buah pena Ahmad Isa Asyur, al-Fiqh al-Muyassar fil-Mu`amalat [t.t.]. Yang pertama merepresentasikan karya-karya fikih keuangan klasik; sedangkan yang kedua, mewakili kitab-kitab fikih ekonomi kontemporer.
Pendeknya, hukum ekonomi Islam sebagaimana dapat ditelusuri dalam berbagai literatur yang ada dan tersedia, memiliki jangkauan yang sangat luas. Hanya saja, bagaimana cara kita menggali dan mengembangkan norma-norma hukum ekonomi Islam yang terserak-serak di dalam berbagai literatur dimaksud, inilah tantangan yang harus dijawab dan dicarikan solusinya.

sumber: zonaekis.com

Mengedukasi Publik Tentang Perbankan Syariah: Cara Mencapai Target Market Share Yang Signifikan


 Mengedukasi Publik Tentang Perbankan Syariah: Cara Mencapai Target Market Share Yang Signifikan Perkembangan perbankan syariah dalam beberapa dekade belakangan ini telah menunjukkan angka yang sangat signifikan. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya perbankan syariah yang tidak hanya di negara muslim, akan tetapi menyebar luas di negara-negara eropa yang notabene mayoritas penduduknya adalah non-muslim. Perhatian ini juga di tunjukkan oleh para ekonom, bankir, penasehat syariah dan para stake-holder lainnya. Bahkan IMF dan World Bank akan menjadikan perbankan syariah salah satu prioritas mereka. Ketika saya bertemu salah satu direktur IMF –berkewarganegaraan Jordan- di Global Islamic Finance Forum (GIFF) 2010, beliau menceritakan bahwa IMF tertarik untuk mengadopsi akad syariah dalam pembiayaan mereka, hingga saat ini, mereka sedang proses dalam menyaring tenaga professional yang mengerti di bidang syariah dan perbankan. Hal ini terbukti, mingu kemarin saya mendapat email dari ekonom di eropa, beliau mengatakan, dalam rapat tahunan IMF, mereka telah meletakkan Islamic Finance menjadi priority project untuk mengembangkan pembiayaan yang ada di IMF.
Dari data terakhir yang dihimpun oleh Bank Indonesia jumlah bank syariah di Indonesia hingga tahun 2011 ini mencapai 22 bank, termasuk yang sudah spin off dari induknya, unit usaha syariah, hingga bank-bank daerah yang telah menyatakan niat baiknya untuk membuka bank syariah yang sedang dalam proses. 22 bank di atas adalah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Syariah, Bank Syariah BRI, Bank Victoria Syariah, Bank BCA syariah, Bank Jabar Banten Syariah, BNI Syariah, UUS Bank Danamon, UUS Bank Permata, UUS BII, UUS CIMB Niaga, UUS OCBC NISP, UUS HSBC, UUS Sinarmas, UUS BTN, UUS BPTN, UUS Bank Pembangunan Daerah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Dengan membludaknya peminat dalam perbankan syariah baik dari segi institusinya maupun dari aspek demand dari masyarakat yang sangat tinggi, pendidikan yang berkenaan dengan perbankan syariah baik di tinjau dari fikih, ekonomi dan ilmu perbankan sangatlah penting untuk diketahui. Jika tidak, maka akan tercipata jarak antara bankir dan syariah scholars. Problem ini masih dialami di beberapa negara di dunia, meskipun dibeberapa negara seperti Malaysia dan Timur Tengah sudah memiliki SDM yang memadai, tidak hanya ahli di bidang syariah, akan tetapi ahli di bidang perbankan, akutansi dan bahkan ahli terhadap ekonomi.
Begitu juga di Indonesia, untuk menjawab tantangan pasar sumber daya insani sangatlah penting untuk mencapai target market share bank syariah mencapai 5%. Seharusnya, target market share 5% ini sudah harus bisa dicapai bank syariah di Indonesia sejak tahun 2008, akan tetapi pada kenyataannya, hingga 2011 pun target ini baru bisa mencapai 3.7-3.8% pangsa pasar di Indonesia.
Pertanyaannya adalah, kenapa target pangsa pasar yang cuma 5% ini sulit dicapai oleh bank syariah di Indonesia? Menurut analisa saya, salah satu aspek yang sangat penting dan itu kurang di laksanakan oleh perbankan syariah di Indonesia adalah meng edukasi publik dan memahamkan mereka secara detail bagaimana konsep, sistem, dan operasi perbankan syariah, serta bagaimana perbedaannya secara detail dengan bank konvensional di tinjauk dari aspek fikih, ekonomi, dan keuangan.
Realita perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Dari sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 yang menjadi pionir berdirinya bank syariah lainnya di Indonesia. Berdirinya Bank Muamalat Indonesia atas dukungan Majlis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pemerintah saat itu, merupakan sebagai jawaban kebutuhan masyarakat Indonesia yang mulai ngeh dengan konsep perbankan syariah. Seorang muslim sangat diharamkan untuk membaur dengan konsep bunga yang ada di perbankan konvensional. Pada saat itu, karena bank Muamalat baru terdapat di kota-kota besar di Indonesia, maka banyak masyarakat yang ingin hijrah dari konvensional ke syariah sangat kesulitan mencari alternatif. Oleh karenanya, hukum bagi mereka yang tidak mempunya akses ke bank syariah pada masa itu di perbolehkan untuk menitipkan uang di bank konvensional karena berdasarkan kaidah fikih
“al-hajah tanzilu manzilatud dharurah fi ibahatil mahzhur”
“seseuatu kebutuhan kedudukannya menjadi dharurat dan membolehkan sesuatu yang haram”
Perkembangan Bank Muamalat Indonesia yang menunjukkan angka yang sangat signifikan, ternyata diikuti oleh bank-bank lainnya yang tidak mau ketinggalan dan kehilangan pangsa pasarnya seperti Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Dengan keadaan yang demikianlah sekrang bisa dilihat beramai-ramai bank-bank konvensional yang membuka counter syariah (Islamic windows) demi menjaga nasabah mereka agar tidak pindah ke bank lain. Meskipun pada tahun 1998-1999 Bank Muamalat menghadapi permasalahan yang terjadi karena imbas krisis moneter tahun 1997-1998, akan tetapi bank Muamalat mendapatkan suntikan dana dari Islamic Development Bank (IDB) sehingga mampu bangkit dari keterpurukan dan menghasilkan laba. Sampai tahun 2011, tercatat 22 lebih bank syariah yang ada di Indonesia.
Kalau di lihat dari pendekatan berdirinya Bank Syariah di tanah air, Indonesia berbeda dengan Negara tetangga, Malaysia. Berdirinya bank syariah di Indonesia diawali dengan keinginan masyarakat Indonesia yang sangat besar akan kebutuhan terhadap Bank Syariah, bukan inisiatif dari pemerintah (Bottom-up Approach). Dibandingkan dengan Malaysia, berdirinya Bank Syariah di negara tetangga adalah berdasarkan inisiatif dari pemerintah Malaysia terhadap pentingnya membuat bank syariah untuk menjawab tantangan pasar (Top-Down Approach). Sehingga kalau dilihat dari implikasi ke depannya akan sangat berbeda sekali. Oleh karena itu, perbankan syariah di Malaysia sangat maju jika kita bandingkan dengan perbankan syariah di Indonesia.
Dari aspek legalitasnya, Bank Syariah di Indonesia telah didukung dan di atur dalam Undang-undang di UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan dan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan kedua UU tersebut dapat memperkokoh keberadaan perbankan syariah di tanah air.
Pengalaman Negara Tetangga Malaysia
Munculnya perbankan Syariah di Malaysia dipionirkan oleh Bank Islam Malaysia Berhad pada tahun 1983 di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad. Hal ini di anggap penting karena sang Perdana Menteri melihat potensi perbankan syariah ke depan dan ingin menjadikan Malaysia sebagai Pusat Islam Asia. Untuk menjawab tantangan sumber daya manusia di bidang perbankan syariah beberapa tahun ke depan, beliau juga mendirikan Kampus atas kerjasama pemerintah Malaysia dengan Negara Muslim (Organization of The Islamic Conference (OIC) Members).
Problematika perbankan syariah di Malaysia meskipun terjadi banyak permasalahan syariah di beberapa produk yang ditawarkan baik di industri asuransi syariah, perbankan syariah bahkan pasar modal syariah, akan tetapi semangat untuk menjadi international hub terus ditunjukkan oleh mereka dengan lahirnya institusi-institusi yang bertaraf international seperti Islamic Financial Board yang disahkan pada bulan November 2002. Tidak hanya itu, untuk memastikan ke-syariah compliant-an setiap produk yang di terbitkan oleh lemabaga keuangan syariah disana, Bank Central Malaysia dan Securities Commission membuat organisasi Syariah Advisory Council Bank Negara Malaysia (SAC BNM).
Dari sejarah diatas memperlihatkan betapa seriusnya pemerintah Malaysia dalam hal pengembangan industri keuangan syariah yang diakui oleh negara-negara lain. Dari sini, mungkin Indonesia harus belajar dengan Malaysia bagaimana supaya menjadi leader di industri ini.
Edukasi Publik, Untuk Mencapai Target
Pendidikan adalah hal yang sangat urgent dalam pengembangan setiap institusi. Hal yang paling penting adalah bagaimana supaya ide yang bagus dan konsep yang immune ini bisa diketahui keberadaannya oleh seluruh bangsa Indonesia, tidak hanya dipusat kota, akan tetapi harus menembus pelosok desa sehingga khittoh berdirinya perbankan syariah itu mengenai sasaran sebagai rahmat bagi semesta alam yang tidak hanya bagi muslim akan tetapi juga untuk non-muslim.
Dari beberapa obervasi dan investigasi kita ke beberapa wilayah, jangankan ke kota-kota kecil, di Bandung dan sekitarnya atau Jawa Barat saja, secara umum masih sangat minim pemahaman masyarakatnya tentang pentingnya membumikan bank syariah atau ekonomi syariah. Hal ini dibuktikan dengan minimnya minat masyarakat untuk menginvestasikan dananya ke lembaga-lembaga keuangan syariah. Masih tertanam di dalam diri mereka bahwasa konsep yang ditawarkan perbankan syariah itu sama saja seperti perbankan konvensional. Kadang-kadang hal ini tidak hanya datang dari masyarakat, bahkan dari praktisi yang melayani setiap kebutuhan masyarakat saja masih belum bisa memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai perbankan syariah, ditambah lagi dengan ilmu yang mereka miliki sangat minim sekali. Bahkan tidak jarang karena pernah bekerja di bank konvensional, mereka menjelaskan konsep yang ada di bank syariah itu sama seperti yang ada dikonvensional.
Maka dari itu, jangan heran jika kita masih sering mendengar maupun menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri masih banyak orang yang mengatakan bank syariah itu sama saja seperti bank konvensional malah ditambah dengan kata “lebih ribet dan lebih mahal”.
Peran Perbankan Syariah
Oleh sebab itu, pemasalahan diatas bisa kita jadikan pelajaran supaya ada gebrakan baru yang dilakukan oleh perbankan syariah yang bisa bekerjasama dengan institusi-institusi pendidikan yang ada disetiap daerah untuk membumikan perbankan syariah.
Memang perlu waktu untuk menanamkan ke setiap individu masyarakat mengenai pentingnya membumikan perbankan syariah, baik dari sisi ekonominya maupun dari sisi spiritualnya. Kalau kita lihat sejarah bagaimana bank ini muncul, dahulu mungkin orang tidak mengenal apa itu bank dan apa saja produknya. Namun karena hal ini terus-menerus di informasikan melalui iklan yang terus ditawarkan ke masyarakat, lama kelamaan masyarakat mengerti apa itu perbankan sehingga bisa mencapai pertumbuhan yang sangat baik.
Salah satu solusi nya adalah tenaga ahli dalam bidang ekonomi syariah, perbankan syariah, asuransi syariah dan pasar modal syariah bekerjasama dengan lembaga keuangan syariah untuk membuat grand training yang mengundang semua aspek masyarkat, baik itu dari akademisi (mahasiswa dan dosen), praktisi (praktisi di perbankan syariah, pasar modal syariah, asuransi syariah, BMT, Koperasi Syariah, Notaris, Lawyer, pengadilan dll), dan masyarakat secara umum untuk diajak berdiskusi dan berdialog mengenai cara kerja perbankan syariah, bagaimana perannya dalam memperbaiki ekonomi tanah air.
Dari edukasi ini masyarakat akan merasakan dan mengetahui keberadaan perbankan syariah secara utuh. Seperti yang akan kami laksanakan nanti dipelopori oleh Iqtishad Consulting dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) akan melakukan Grand Training yang di organisir oleh mahasiswa-mahasiswa di Bandung. Grand Training ini akan diberikan secara gratis kepada para peserta yang tentunya harus didukung oleh institusi-institusi terkait.
Grand Training ini akan dipandu langsung oleh Tokoh Syariah Nasional yang juga anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bapak Drs. Agustianto, MA dan Ahli Keuangan Syariah Bapak H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin yang juga mantan peneliti pembantu Dr. Aznan Hassan Syariah Advisory Council Bank Negara Malaysia. Tentunya acara ini tidak akan berjalan baik jika tidak mendapat dukungan dan sponsor dari lembaga keuangan syariah.
Penutup
Permasalahan diatas adalah satu permasalahan kenapa perbankan syariah di Indonesia ini cukup sulit untuk mencapat target 5% yang dicanangkan untuk tercapai di tahun 2008. Namun sampai sekarang di tahun 2011 ini hanya bisa mencapai pangsa pasar di 3.7%, masih jauh dari target. Maka dari itu, edukasi adalah hal terpenting bagaimana supaya bisa mencapai target yang maksimal, tidak hanya 5%, bahkan 10% pun bisa kita capai seandainya edukasi ke masyarakat berjalan dengan baik.
Meskipun disana masih banyak harus dilaksanakan, tidak hanya edukasi, mungkin ada ide-ide lain yang bisa kita lakukan supaya perbankan syariah di Indonesia ini mencapai target yang membanggakan. Wallahua’lam
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin
Penulis adalah Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES

Sumber : PKES Interaktif (zonaekis.com)

Sifat Sistem Ekonomi Islam


Zona Ekonomi Islam–Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam.
Karena dasar sistem Islam sendiri berbeda dari sosialisme dan kapitalisme, yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha apapun untuk memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau sosialisme hanyalah akan memperlihatkan kekurang-pengertian tentang ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.

Disamping itu, sistem Islam betul-betul diabdikan kepada persaudaraan umat manusia yang disertai keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan yang adil, dan kepada kemerdekaan individu dalam konteks kesejahteraan sosial.
Dan perlu dinyatakan disini, bahwa pengabdian ini berorientasi spiritual dan terjalin erat dengan keseluruhan jalinan nilai-nilai ekonomi dan sosialnya. Berlawanan dengan ini, orientasi kapitalisme modern pada keadilan ekonomi dan sosial dan distribusi pendapatan yang adil hanyalah bersifat parsial saja, dan merupakan akibat desakan-desakan kelompok masyarakat, bukannya merupakan dorongan dari tujuan spiritual untuk menciptakan persaudaraan umat manusia, dan tidak merupakan bagian integral dari keseluruhan filsafatnya.
Sedang orientasi sosialisme, walaupun dinyatakan sebagai hasil dari filsafat dasarnya, tidaklah benar-benar berarti, karena tiadanya pengabdian kepada cita persaudaraan umat manusia dan kriteria keadilan dan persamaan yang adil berdasarkan spiritual di satu pihak, dan di pihak lain karena hilangnya kehormatan dan identitas individu yang disebabkan karena tidak diakuinya kemerdekaan individu, yang merupakan kebutuhan dasar manusia.
Komitmen Islam terhadap kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari sosialisme atau sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam, adalah merupakan syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini bersumber dari ayat Al-Qur’an: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang tidak benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan” (QS. 4:29).
Satu-satunya sistem yang sesuai dengan semangat kebebasan dalam way of life Islam ini adalah sistem dimana pelaksanaan sebagian besar proses produksi dan distribusi barang-barang serta jasa diserahkan kepada individu-individu atau kelompok-kelompok yang dibentuk dengan sukarela, dan dimana setiap orang diijinkan untuk menjual kepada, dan membeli dari siapapun yang dikehendakinya dengan harga yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Kebebasan berusaha, berlawanan dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan literatur fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan zakat dan warisan.
Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan hak milik pribadi atas sebagian besar sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh Islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam, karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan dilain pihak, pasar memberikan kesempatan kepada para konsumen untuk mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah kepada umat manusia.
Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis. Tetapi karena adalah mungkin untuk menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, dan dengan demikian membawa kepada berbagai penyakit ekonomi dan sosial, maka Islam menempatkan pembatasan-pembatasan moral tertentu atas motif mencari keuntungan, sehingga motif tersebut menunjang kepentingan individu dalam konteks sosial dan tidak melanggar tujuan-tujuan Islam dalam keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu difahami dikarenakan oleh dua alasan penting:
Pertama, dalam sistem Islam, walaupun pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status amanat. Qur’an berkata:
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi” (QS. 2:84).
“Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah kamu semua berfikir?” (QS. 23:84-85).
“Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu” (QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang kesejahteraan masyarakat umum.
Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya.
asulullah saw bersabda:
“Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik, sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang” (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728). Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber : zonaekis.com

Pandangan Islam Mengenai Bisnis di Dunia Maya


 Bisnis online atau dalam wajah lain dkenal dengan istilah bisnis maya pada dasarnya sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab :
1) Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online)
2) Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan dan kerusakan.
3) Karena melanggar perjanjian atau mengandung unsur penipuan.
4) Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Ketika kita terjun ke bisnis online, banyak sekali godaan dan tantangan bagaimana kita harus berbisnis sesuai dengan koridor Islam. Maka dari itu kita harus lebih berhati-hati. Jangan karena ingin mendapat dolar yang banyak lalu menghalalkan segala macam cara. Selama kita berbisnis online sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang didapat akan berkah.
Sebagaima telah disebutkan, didengungkan dan dpapatkan dalam setiap makalah, tulisan dan karya-karya ilmah bisnis lainnya bahwa hukum asal mu’amalah adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya. Sebagai pijakan dalam berbisnis online, kita harus memperhatikan hal di bawah ini.
Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.
Rukun-Rukun Jual Beli Menurut Jumhur Ulama :
1. Ada penjual.
2. Ada pembeli.
3. Ijab Kabul.
4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309)
Syarat-Syarat Sah Jual Beli itu adalah :
1. Syarat-syarat pelaku akad : bagi pelaku akad disyaratkan, berakal dan memiliki kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil (yang belum bisa membedakan) tidak bisa dinyatakan sah.
2. Syarat-syarat barang yang diakadkan :
* Suci (halal dan baik).
* Bermanfaat.
* Milik orang yang melakukan akad.
* Mampu diserahkan oleh pelaku akad.
* Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
* Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad. (Fiqih Sunnah Juz III hal 123)
Hal yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
Transaksi online dibolehkan menurut Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan menurut Islam, khususnya dianalogikan dengan prinsip transaksi as-salam, kecuali pada barang/jasa yang tidak boleh untuk diperdagangkan sesuai syariat Islam

Sumber : zonaekis.com

Perbankan Syariah Indonesia terus maju dengan pertumbuhan tinggi

  Perbankan Syariah Indonesia terus maju dengan pertumbuhan tinggiMenjelang 2015-2020: Perbankan Syariah Indonesia terus maju dengan pertumbuhan tinggi
Dari kacamata pakar perbankan syariah internasional antara lain Prof. Volker Nienhaus (Professor ekonomi dan Presiden Universitas Marburg Jerman), perbankan syariah Indonesia dinilai telah berkembang pesat termasuk aspek syariahnya. Industri perbankan syariah Indonesia pun dinilainya tidak kalah dibandingkan industri sejenis di negara-negara lainnya. Hal yang sama diutarakan pula oleh delegasi bank sentral Uganda yang pernah melakukan studi banding bank syariah ke berbagai negara termasuk berkunjung ke Bank Indonesia. Menurut pendapat mereka, sistem regulasi, pengawasan dan model bank syariah Indonesia adalah yang paling cocok untuk diterapkan di negaranya. Penilaian ini sungguh menggembirakan dan menambah semangat para penggiat ekonomi syariah, di tengah upaya penyempurnaan sistem perbankan syariah Indonesia yang dilakukan terus menerus.

Selanjutnya dalam rangka terus memajukan dan membawa industri perbankan syariah Indonesia ke dunia internasional, tanggal 20-21 April 2011, bertempat di Yogyakarta, Bank Indonesia menyelenggarakan seminar internasional perbankan syariah. Seminar ini mengundang para pakar dunia dan Islamic bankers dari dalam dan luar negeri. Selama ini acara-acara seminar, workshop, training Islamic banking di dominasi oleh penyelenggara dari Malaysia, Bahrain, dan Dubai. Seminar internasional Bank Indonesia ini diharapkan berdampak strategis dan positif bagi peningkatan citra Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan internasional Islamic banking and finance. Event ini sekaligus juga merupakan sarana infomasi dan upaya untuk menjaring investor domestik maupun luar negeri agar menanamkan modalnya dalam industri perbankan syariah.
Selain itu, secara akademis dan praktis, seminar ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan perbankan syariah, memberikan masukan yang optimal bagi pengembangan perbankan syariah dan dapat menjawab isu-isu yang tengah berkembang dewasa ini yang terkait dengan industri perbankan syariah utamanya: pertama, peran perbankan syariah dalam mendukung kesejahteraan ekonomi dan stabilitas keuangan, kedua, peranan pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendukung pengembangan perbankan syariah yang sehat dan kredibel, ketiga, kesiapan sumber daya manusia untuk menggerakan roda-roda kegiatan perbankan syariah baik secara kuantitatif maupun kualitatif, keempat harmonisasi aspek syariah di berbagai negara, serta terakhir terkait dengan tantangan dalam inovasi dan pengembangan produk dan jasa perbankan syariah.
Berkaitan dengan isu mendasar peran perbankan syariah dalam mendukung kesejahteraan ekonomi dan stabilitas keuangan maka peranan tersebut merupakan hal yang sangat valid dikaitkan dengan model-model pembiayaan bank syariah yang seluruhnya berorientasi kepada sektor riil. Bank syariah dapat dikatakan sebagai mesin ampuh penggerak roda-roda skala usaha menengah, kecil dan mikro. Industri perbankan syariah juga diharapkan tahan terhadap krisis ekonomi dan berperan besar dalam stabilitas keuangan karena aturan syariah tidak membolehkan bank menyentuh kegiatan yang berbasis spekulatif dan derivatif. Selain itu, peran pemerintah dan Bank Indonesia sangat penting dalam menetapkan regulasi dan memberikan insentif untuk merangsang kemajuan industri namun tetap dibarengi dengan dengan pengawasan yang prudent dan tegas untuk mewujudkan perbankan syariah yang sehat dan kredibel dilapangan maupun di hati masyarakat.
Isu berikutnya yang dibahas pada seminar yang sekarang mendapat perhatian penuh adalah kesiapan sumber daya manusia atau sumber daya insani sebagai aset bank untuk menggerakan kegiatan perbankan syariah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Disini diperlukan kompetensi yang handal dan ruh syariah yang mendalam mulai dari jajaran pucuk pimpinan bank syariah tertinggi hingga pegawai di level terendah.
Selain itu, isu-isu harmonisasi aspek syariah di berbagai negara juga mendapat porsi dalam seminar ini. Sebenarnya, upaya harmonisasi aspek syariah telah lama dilakukan dan sekarang ini telah menghasilkan berbagai fatwa di berbagai yurisdiksi wilayah dan lembaga. Upaya ini diharapkan akan semakin mencapai hasil yang diharapkan melalui serangkaian pembahasan dan pertemuan para syariah scholar di salah satu sesi seminar. Hasil yang diharapkan antara lain tercapainya kesepahaman masing-masing otoritas syariah di Indonesia dan berbagai negara dan lembaga terkait tanpa terlalu banyak menonjolkan kepentingan bisnis dan pencapaian angka statistik kinerja industri perbankan syariah semata. Sebaliknya, yang dituju adalah kemaslahatan yang paling optimal bagi masyarakat dan kredibilitas bank di mata rakyat dan pemerintah.
Isu terakhir dari pembahasan seminar yang menarik terkait dengan tantangan dalam inovasi dan pengembangan produk dan jasa perbankan syariah. Inovasi produk yang didukung teknologi sangat dekat dengan keunggulan daya saing dan pencapaian kinerja bank syariah. Saat ini landasan akad produk bank syariah menggunakan model bagi hasil, berkongsi usaha, jual beli, sewa dan sewa beli, pinjaman tanpa imbalan, gadai dan jasa. Beberapa produk yang akan menjadi pembahasan menarik adalah produk yang akadnya masih dipandang kontroversi seperti tawarruq atau perjanjian jual beli dalam rangka mendapatkan dana tunai bank yang banyak digunakan sebagai dasar produk komoditi murabahah.
Tantangan pembentukan produk bank syariah ke depan adalah produk yang mampu memenuhi kebutuhan investasi dan transaksi nasabah tetapi masih tetap tinggi tingkat kepatuhan syariahnya. Apakah hal itu sulit dilakukan atau dicapai? Jawabannya tentu saja tidak sulit sepanjang terus bekerja keras melakukan riset dan pengembangan disertai dengan edukasi yang intensif dan segmentif mengenai tujuan mendasar operasi bank syariah dan manajemen hubungan bank dan nasabah yang mumpuni. Semua isu di atas akan dibahas para pakar dalam seminar dan tentu saja akan berdampak dengan terus meningkatnya kualitas perbankan syariah Indonesia yang memang telah terbukti terus meningkat dengan skala pertumbuhan yang tinggi.
Beberapa kegiatan internasional perbankan syariah tahun 2011 yang akan meramaikan industri keuangan dan perbankan syariah ke depan sudah dijadwalkan di Indonesia yaitu Joint Conference Islamic Banking and Finance antara Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia pada bulan Juli 2011, serta Workshop Islamic Micro Finance dalam kerangka kegiatan kelompok D8 Islamic Countries (Indonesia, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Mesir, Nigeria, Iran dan Turki) yang direncanakan untuk diselenggarakan secara back to back dengan Joint Conference BI-BNM tersebut.

Oleh: Dhani Gunawan Idat dan Rifki Ismal, Peneliti Bank Indonesia
Sumber : IBnews Eramuslim