Oleh:
Imha Addin S.
Perdagangan bebas yang di Indonesia CAFTA(China ASEAN Free Trade Area),merupakan
perjanjian perdagangan antara China dengan Negara-negara di wilayah ASEAN
Perdagangan bebas telah berlangsung dari 1 januari 2010 yang lalu.Banyak pro
dan kontra yang menyertai perjanjian CAFTA.Salah satu masalah adalah kesiapan
Indonesia dalam menghadapi ‘gempuran’
barang-barang impor dari Negara lain,terutama China yang telah kita ketahui
produk-produknya telah membanjiri pasar Indonesia mulai dari mainan anak-anak
sampai dengan kebutuhan hidup masyarakat.
Perdagangan bebas merupakan turunan dari
sistem ekonomi kapitalisme yang salah satu doktrinnya adalah kebebasan dalam
memiliki dan melakukan transaksi ekonomi. Perdagangan bebas dipandang sebagai
metode untuk mendistribusikan barang dan jasa secara efisien. Dengan kebijakan
tersebut berbagai hambatan tarif dieliminasi(di hapuskan). Harga barang pun
semakin murah dan mudah didistribusi-kan ke negara lain. Kompetisi tak
terelakkan. Barang yang diproduksi dan dipasarkan secara efisien akan eksis
sementara yang tidak efisien akan tersingkir secara alamiah.Namun kenyataannya
tidak sesederhana itu. Negara-negara miskin dan berkembang justru makin merana
dengan model perdagangan tersebut. Serbuan produk-produk impor dari negara maju
yang tidak jarang biaya produksi dan pemasarannya disubdisi besar-besaran oleh
negara justru menggilas perekonomian mereka. Mereka pun akhirnya hanya menjadi
negara konsumtif.
Lalu bagaimanakah pandangan ekonomi
Islam mengenai perdagangan bebas ini,Islam merupakan satu-satunya agama yang
mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi semua segi kehidupan manusia, Perdagangan
lintas Negara memang sudah di contohkan oleh rasullullah sejak belia seperti
saat di ajak pamannya Abi Thalib berdagang ke Syam,dan lain sebagainya.Tidak
hanya membicarakan tentang nilai-nilai ekonomi. Islam juga telah menanamkan
kerangka kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang sama dan adil
bagi penganutnya untuk mengarahkan mereka ke arah kehidupan ekonomi yang
seimbang.
Sebagai sebuah agama dan ideologi,
Islam memiki sejumlah regulasi mengenai perdagangan luar negeri yang sangat
kontras dengan perdagangan bebas.
Pertama, aktivitas perdagangan merupakan
hal yang mubah. Hanya saja, karena perdagangan luar negeri melibatkan negara
dan juga warga negara asing, maka negara Islam, dalam hal ini khalifah,
bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan
ketentuan syariah. Membiarkannya bebas tanpa adanya kontrol dan inter-vensi
negara sama dengan membatasi kewenangan negara untuk mengatur rakyatnya.
Padahal Rasulullah SAW : "Imam itu
adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."
Kedua, seluruh barang yang halal pada
dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas
tertentu dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan
dharar bagi negara Islam. Misalnya ekspor senjata atau bahan-bahan yang bisa
memperkuat persenjataan negara luar, seperti uranium, dll. Sebab, komoditas
semacam ini bisa memperkuat negara luar untuk melakukan perlawanan kepada
negara Islam. Khalifah juga boleh melarang ekspor komiditas tertentu yang
jumlahnya terbatas dan sangat dibutuhkan di dalam negeri, sehingga kebutuhan
dalam negeri bisa terpenuhi. Dalam kaedah ushul dinyatakan: "Setiap bagian
dari perkara yang mubah jika ia membahayakan atau mengantarkan pada baha-ya,
maka bagian tersebut menjadi haram sementara bagian lain dari perkara tersebut
tetap halal."
Ketiga, hukum perdagangan luar negeri
dalam Islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagang (pemilik barang), bukan
pada asal barang. Jika pemilik barang adalah warga negara Islam, baik Muslim
maupun kafir dzimmi, maka barang yang dia import tidak boleh dikenakan
cukai. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang
memungut cukai". Namun jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam
adalah milik warga negara asing, maka barang tersebut dikenakan cukai sebesar
nilai yang dikenakan negara asing tersebut ter-hadap warga negara Islam; atau
sesuai kesepakatan perjanjian antara negara Islam dengan negara asing tersebut.
Namun demikian demi kemaslahatan Islam,
umat dan dakwah Islam, khalifah diberikan kewenangan untuk mengatur besar tarif
tersebut. Ketika misalnya pasokan komoditas yang dibutuhkan oleh penduduk
negara Islam langka sehingga menyebabkan inflasi, maka tarifnya dapat
diturunkan. Dari Abdullah bin Umar ia berkata: "Umar mengenakan setengah
'usyur (5 persen) untuk minyak zaitun dan gandum agar barang tersebut lebih
banyak dibawa ke Madinah. Sementara untuk quthniyyah (biji-bijian seperti kacang) beliau
mengambil sepersepuluh (10 persen) (HR. Abu Ubaid)."
Keempat, pedagang dari negara kafir
mu'ahid (negara kafir yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam),
ketika memasuki wilayah negara Islam akan diperlakukan sesuai isi perjanjian
yang disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi pedagang dari negara
kafir harbi (negara kafir yang memerangi negara Islam, seperti AS, Inggris,
India, Cina, Israel, dll), ketika memasuki wilayah negara Islam harus memiliki
izin (paspor) khusus.
Kelima, membolehkan perdagangan bebas dengan alasan sejalan dengan
Islam, karena adanya larangan Islam terhadap penarikan cukai (al-maks) atas
barang import milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena
perdagangan bebas asasnya adalah kapitalisme. Sementara Islam mengharamkan
berbagai hadharah yang tidak bersumber dari aqidah Islam meski bisa jadi ada
kemiripan.
Keenam, pada kenyataannya perdagangan bebas telah menjadi salah satu
strategi negara-negara kapitalis untuk mendominasi negara lain. Sementara di
dalam Islam haram hukumnya membiarkan negara-negara kafir menguasai kaum
muslim. Allah SWT berfirman: "Dan Allah tidak membolehkan orang-orang
kafir menguasai kaum muslim." (QS: an-Nisa [3]: 141).
Menurut pandangan Ekonomi Islam
Perdagangan bebas pada dasarnya boleh dilakukan,karena kita sadari juga bahwa
kegiatan perdagangan antar Negara telah menjadi suatu hal yang sangat perlu
dilakukan,mengingat antarnegara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan
sehingga dibutuhkan suatu hal untuk memperlancar perdagangan internasional.
Salah satunya dengan di terapkannya perdagangan bebas, asalkan dalam
perdagangan bebas tersebut tidak bertentangan dengan azaz-azaz di atas dan menerapkan
strategi yang tepat dan melakukan proteksi terhadap perekonomian dalam negeri
supaya tidak menjadi bumerang yang malah merugikan bangsa kita ,juga perdagangan bebas harus
tetap mendapat kontrol dari pemerintah,karena walau bagaimanapun juga harus
tetap ada pengawas (mashalih) yang bertugas memantau lalu lintas orang
yang masuk dan keluar dari perekonomian negara.
0 Pendapat:
Posting Komentar