Oleh:
Anam Lutfi
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Solo
Ketika
terdengar kata pahlawan sebagian orang akan langsung mengapresiasikan ke masa
penjajahan dulu, seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan lain
sebagainya. Pengertian pahlawan untuk era modern ini haruslah dimaknai lebih
luas bukan hanya pahlawan ketika terlibat perang angkat senjata ataupun pistol
tetapi pahlawan adalah seorang yang mampu menjadi pemenang yang menebar manfaat
bagi lingkungan sosialnya.
Kita
ketahui bahwa era penjajah telah berlalu, dan bagaimana sebagai generasi muda
mampu mengambil hikmah sejarah yang pernah terjadi di negeri kita. Tentunya
pahlawan pendahulu berjuang melawan penjajah dengan penuh semangat dan rasa
tanpa pamrih. Ada beberapa hal yang perlu kita jadikan panutan sebelum menjadi
pahlawan yang melibatkan orang banyak, tetapi menjadi pahlawan bagi diri kita.
Bagimana menjadi sosok yang berarti, bermanfaat dan bermartabat?
Sosok
pahlawan yang melawan banyak kita baca dan pelajari. Tetapi kita masih memahami
luaran saja belum mendalam dalam meresapi jiwa seorang pahlawan. Sebagai
contoh, kita tahu bahwa dalam catatan sejarah seorang guru SD yang menjadi
panglima perang kemerdekaan dan walaupun sakit beliau masih berjuang melawan
penjajah, padahal kemampuan berjalannya kurang baik sehingga harus ditandu,
tapi hasilnya luar biasa beliau mampu mengomando pasukannya menyerang dengan
semangat yang berkobar. Ya, sosok Jendral Soedirman yang masih melekat dibenak
kita. Sebagai generasi muada tentunya kita dapat menhgambil hikmah untuk itu.
Bagaimana
hikmahnya? Pertanyaan ini akan terjawab ketika kita mampu mengetahui siapa kita
dan mengapa kita ada? Jendral Soedirman tentu pasti mengetahui betul misi
hidupnya dan penyebab dirinya ada di dunia ini. Kita bisa membanyakan sebelum
Jendral Soedirman mengambil keputusan perang walaupun dengan keadaan sakit,
tentunya pemahaman sikap beliau yang berhasil mengalahkan musuh-musuh dalam
dirinya, yaitu kemalasan, keputusasaan, kesombongan dan ketidakikhlasan.
Musuh-musuh itu beliau gempur dengan senjata keteguhan hati, pantang menyerah
dan visi misi jelas yang berorientasikan keikhlasan serta mampu mengoptimalkan
potensi yang ada dalam sebuah keterbatasan. Perjalanan hidup beliau juga
memberikan contoh sikap yang santun dan memiliki kewibawaan walaupun dalam
keadaan yang tidak sehat. Kita akan mengambil sebuah refleksi sejarah tentang
perjuangan Ir. Soekarno dan beberapa tokoh diplomasi Indonesia dlam konferensi
Linggarjati. Dalam konferensi tersebut beliau mau menerima apa yang dikehendaki
Belanda yaitu pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat). Walaupun keadaan
politik saat itu masih labil sehingga banyak pendapat yang menyudutkan delegasi
perundingan tersebut. Dalam hal ini tentunya misi tersembunyi yang dijadikan
sebagai peluang dalam sebuah kesempitan dankesabaran yang ekstra, sehingga RIS
hanya dapat berdiri di bumi NKRI selama beberapa bulan saja.
Sikap
seorang pahlawan sejati tentunya memiliki karakter diri yang kuat dalam
orientasi hidup dan konsep hidupnya. Pahlawan yang miliki tujuan dan visi misi
jelas dalam menjalani hidup. Perang gerilya yang berlaku digalakan untuk
membentuk pribadi yang kuat karakternya. Seperti yang kita ketahui bahwa usaha
yang dilakukan pahlawan dulu adalah penyeimbangan kemampuan individu dan
kemampuan sosial yang ada. Tetapi sebelumnya tentu kemampuan individu akan
menjadi ponadasi awal yang harus tahan badai dan terjangan musuh. Karena
sejatinya bukan hanya musuh yang terlihat mata saja tetapi musuh yang tak
tampak lebih kuat dalam menerjang kita.
Beberapa
tahun terakhir ini banyak kita mendengar berita tentang berbagai konflik,
pembunuhan, pergaulan bebas, narkoba dan korupsi. Mengapa semua terjadi?
Kembali kepermasalahan awal bahwa sebagai generasi muda punya andil besar tidak
hanya sebagai agent of change tetapi
lebih pada owner of change. Kita
bukan hanya agen yang terlewati tetapi kita adalah yang memiliki perubahan itu. Kepemilikan perubahan inilah yang mampu
menjadikan kita sebagai sentra pembangunan dalam mengatasi berbagai
permasalahan bangsa. Keterlibatan dalam
manajemen dirilah yang lebih menentukan hal ini. Manajemen diri inilah yang
dilakukan para pahlawan terdahulu sebelum beliau-beliau turun di medan
pertempuran.
Pembangunan
seseorang menjadi sosok yang tangguh dalam memanajemen kehidupannya akan
menjadikan dirinya pahlawan bagi dirinya sendiri. Dengan pengertian lain,
sebelum angkat senjata melawan musuh secara eksternal tetapi, melawan musuh
yang terselubung dalam diri kita yaitu secara internal. Karena kita harus
mengawali langkah dari dalam diri kita walaupun hal itu kecil. Sekecil apapun
hal ini adalah pondasi utama sebelum menjadi pahlawan yang sejati.
Musuh-musuh
dalam diri kita yang oerlu kita terjang adalah sikap kemalasan dalam diri kita.
Kemalasan dapat menghambat berbagai mimpi-mimpi kita ataupun cita-cita kita
untuk menjalani hidup. Kemalasanlah yang membuat kehancuran awal jiwa seorang
pahlawan sejati. Disamping kemalasan, kita harus menekan musuh sikap
keputusasaan. Sikap inilah yang dapat membuat seseorang benar-benar dalam kerugian.
Sikap ini harus dilawan dengan komitmen tinggi dan pantang menyerah. Kita bisa
membanyangkan jika pada saat perang seperti dulu seorang Jendral Soedirman
mengalami keputusasaan tentunya akan berakibat cukup fatal dan mungkin saja
nama beliau tidak tercatat dalam sejarah. Walaupun saat itu dalam keadaan sakit
yang cukup parah tetapi, beliau bangkit dengan gelora semangat yang mampu
membakar jiwa-jiwa pasukannya untuk maju perang bersama. Dismaping itu beliau
menanamkan kuat sikap pantang menyerah untuk melawan keterbatasan dan rasa
sakitnya.
Pengorbanan
dapat dikaitkan dengan perbuatannya, hal ini yang menjadi arah orientasi
seseorang untuk melakukan perjuangan. Visi misi harus jelas dan dapat dijadikan
jiw sehingga mampu menjadikan motivasi internal yang membara. Ketika zaman Nabi
Muhammad kita mengetahui bahwa para sahabat membela panji islam dengan gelora
semangat berapi-api, mengapa? Karena mereka meyakini bahwa jihad fi sabilillah mampu
mengantarkan mereka berdampingan dengan Tuhan dan Kekasih-Nya. Sehingga
pertempuran tersebut dijadikan sebagai visi misi dalam diri mereka dengan
mempertebal keikhlasan. Dengan kata lain, tujuan kita tentang apa yang
dilakukan harus diorientasikan jelas untuk apa? Kepada siapa? Bagaimana caranya? Orientasi inilah yang
dapat ditanamkan dalam diri kita untuk menjadi pahlawan dalam diri kita
sehingga mampu memberikan manfaat kepada orang lain.
Kesabaran
juga merupakan landasan awal untuk berpijak, senjata seorang pahlawan sejati
adalah menjadi kesabaran sebagai langkah strategis untuk memikirkan langkah ke
depan dan wujud tawakal kepada Tuhan. Kesabaran bukan berarti menyerah, tetapi
kesabaran adalah sikap penyerahan diri dengan penuh optimisme yang tenang dalam
mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Kesabaran dibutuhkan setiap jiwa untuk
melawan rasa ceroboh dan menghindari keputusan yang salah. Tindakan inilah yang
memberikan sebuah semangat yang mampu melahirkan seseorang pahlawan baik
dirinya maupun secara sosial kemasyarakatan. Dalam kesabaran memperjuang
sesuatu diperlukan sebagai sikap pengatur kestabial emosi dalam diri kita. Setelah
beberapa sikap yang harus dimiliki tersebut mungkin seorang pahlawan mampu
menjadikan dirinya pahlawan untuk dirinya sendiri dan pahlawan dimasyarakat
Sebagai generasi muda hendaknya mulai membangun
diri dulu sebelum kita memberikan ilmu atau sumbangsih kita kepada masyarakat
bangsa ataupun negara. Hal ini dilakukan secara bersama, jangan saling
mendahului. Dengan pengertian pembentukan sikap diri diutamakan bersama
mengimplimentasikannya di masyarakat. Jadilah pengubah diri sebelum menjadi
kaum pengubah bangsa Negara, jadilah pahlawan dirisendiri sebelum menjadi
pahlawan didepan orang lain atau masyarakat. Generasi muda jadilah pahlawan
sejati bukan pahlawan yang pragmatis. Lakukan dari diri kita sendiri.
0 Pendapat:
Posting Komentar