Adalah Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu, salah seorang yang
berangkat hijrah ke negeri Madinah dari Mekah tanpa berbekal apapun,
beliau melangkah menuju Allah dan Rasul-Nya. Sesampainya para sahabat di
Madinah, masing-masing mendapatkan seorang rekan dari penduduk Madinah
yang dijalinkan persahabatan mereka oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Abdurrahman bin Auf mendapatkan rekan Sa’ad Bin Rabi Al
Anshari radhiallahu ‘anhuma. Saking kuat persahabatan yang dijalinkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam antara mereka, Sa’ad bin
Rabi’ serta merta berkata pada Abdurrahman. “Silahkan ambil separuh
hartaku untukmu.” Namun, apa jawaban Abdurrahman? Beliau menolak dengan
halus seraya berkata, “Terima Kasih, Semoga Allah memberkahi hartamu,
tunjukkan saja padaku di mana letak pasar!”
Mulai sejak itu beliau berwirausaha sehingga menjadi salah seorang
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kaya raya. Sungguh
menakjubkan sikap yang ditunjukkan Abrurrahman bin Auf ini, beliau
lebih memilih untuk memulai usaha dari nol daripada menerima pemberian
orang lain. Inilah sikap yang harus ditiru oleh para wirausahawan
muslim, yaitu: sikap Berani untuk memulai usaha.
Beranjak dari hikmah yang dapat kita ambil dari sahabat ini, maka
kami akan mengajak para wirausahawan muslim terutama para pemula, untuk
membangkitkan keberanian dalam beberapa hal, di antaranya:
Sudah rahasia umum, bahwa seorang dilanda rasa takut untuk memulai
suatu usaha karena yang terbayang di hadapannya adalah “bagaimana kalau
gagal”.
Maka, untuk menepis perasaan ini, marilah kita buat perhitungan:
Kalau kita mau mulai, ada dua kemungkinan yang menanti: mungkin berhasil
atau mungkin gagal. Tapi, kalau kita tidak pernah memulai, cuma ada
satu kepastian yang menghampiri, pasti gagal. Nah, sekarang silahkan
pilih,
Berani mencoba = 50% gagal – 50% berhasil
Takut / tidak mau mencoba = 100% gagal?
Takut / tidak mau mencoba = 100% gagal?
Rasa takut bercampur khawatir yang diderita oleh setiap pemula usaha
adalah suatu yang wajar adanya. Karena mereka sekarang sedang memasuki
“dunia lain”. Tapi bukan berarti ketakutan itu harus dipelihara menjadi
semak belukar. Malah seharusnya dipangkas sehingga bisa memantapkan
langkah untuk menapak.
Jangan khawatir wahai pebisnis muslim! Tanpa kita sadari, sebenarnya
kita sudah memiliki modal “berani” yang kita bawa sejak lahir. Bukankah
ketika kita masih berumur 9 bulan, kita sudah berani untuk mulai berdiri
dan berjalan? Walau kita tahu akan jatuh bahkan sering mengalaminya.
Apakah ketika itu kita menyerah karena sering gagal? Ternyata tidak,
kita berani melawan karena kita yakin akan tiba di tujuan, walau
jalannya banyak ditaburi ranjau kegagalan. Kini lihatlah buktinya! kita
telah bisa berjalan dan berlari. Ini semua berawal dari keberanian kita
untuk memulai sesuatu yang baru.
Berani yang kami maksudkan di sini adalah berani yang penuh
perhitungan, memperhatiakan rambu-rambu dan peraturan. Bukan berani
“nekat” atau membabi- buta, yang pada dasarnya adalah bergerak tanpa
perhitungan.
Tawakkal bukan dilakukan karena takut memulai. Tapi sebaliknya, setelah kita berani melangkah dan memulai, baru kita tawakkal. Karena kita tahu manusia hanya berikhtiyar dan mencoba sekuat tenaganya, adapun yang menentukan rezeki hanyalah Allah Ta’ala.
Tawakkal bukan dilakukan karena takut memulai. Tapi sebaliknya, setelah kita berani melangkah dan memulai, baru kita tawakkal. Karena kita tahu manusia hanya berikhtiyar dan mencoba sekuat tenaganya, adapun yang menentukan rezeki hanyalah Allah Ta’ala.
2. Berani Bertahan atau Berani Bersaing
Setelah langkah pertama dimulai, kini dituntut keberanian lain, yaitu keberanian bertahan dalam persaingan bisnis.
Persaingan dalam dagang atau dunia usaha adalah hal lumrah dan pasti adanya, karena kita bukan sedang berjualan di hutan. Akan ada yang berjualan atau memproduksi benda seperti punya kita, maka beranilah dalam menghadapi persingan ini. Anggaplah persaingan adalah pemicu adrenalin untuk menambah semangat kita dalam berusaha.
Persaingan dalam dagang atau dunia usaha adalah hal lumrah dan pasti adanya, karena kita bukan sedang berjualan di hutan. Akan ada yang berjualan atau memproduksi benda seperti punya kita, maka beranilah dalam menghadapi persingan ini. Anggaplah persaingan adalah pemicu adrenalin untuk menambah semangat kita dalam berusaha.
Bila Anda dulu pernah sekolah di SMP atau SMA, coba Anda bayangkan!
Bila dalam kelas Anda tidak ada saingan, hanya Anda anak yang pintar.
Pasti Anda akan puas dengan nilai 7 karena sudah menempati rangking
pertama. Tapi, bila ada pesaing yang mampu meraih nilai 9, pasti Anda
akan lebih giat belajar untuk memperoleh nilai 10 agar memperoleh
peringkat pertama.
3. Berani Tampil Beda
Tampil beda kebutuhan paling urgen dalam menghadapi persaingan.
Mungkin produk atau jasa yang kita jual adalah barang umum di pasaran.
Oleh karena itu, jalan menggaet pelanggan adalah dengan berani tampil
beda dalam berbagai hal, baik dalam iklan, pelayanan, tampilan, dan lain
sebagainya.
Ini adalah beberapa contoh praktik “tampil beda” dari pelaku usaha yang mungkin pernah kita jumpai:
Anda pernah membaca slogan salah satu super market: “Anda dapat harga yang lebih murah dari kami, maka kami ganti selisihnya”. Saya yakin sekali, pasti ada salah satu barang yang dijual di tempat lain dengan harga lebih murah, tapi pernahkah ada yang datang untuk komplain? Jadi, apa fungsi slogan itu? Tak lain hanyalah untuk tampil beda guna memikat daya tarik konsumen.
Anda pernah membaca slogan salah satu super market: “Anda dapat harga yang lebih murah dari kami, maka kami ganti selisihnya”. Saya yakin sekali, pasti ada salah satu barang yang dijual di tempat lain dengan harga lebih murah, tapi pernahkah ada yang datang untuk komplain? Jadi, apa fungsi slogan itu? Tak lain hanyalah untuk tampil beda guna memikat daya tarik konsumen.
Pernah tahu ada warung bakso namanya “ora pathe enak” (bahasa jawa),
yang artinya: gak begitu enak. Kira-kira kalau Anda seorang penggemar
bakso, apa Anda akan tertarik untuk mencobanya? Nah, berawal dari
mencoba inilah yang akan mengalir ke ketagihan.
Pernah dengar ada rumah makan melayani para tamunya bukan dengan
menghidangkan makanan, tapi dengan mempersilahkan mereka memasak
sendiri, yang tentunya di bawah bimbingan chef yang profesional.
Ternyata ide itu sangat menarik bagi orang yang hobi dunia kuliner.
Boleh-boleh saja untuk tampil beda, selama itu masih dalam koridor dibolehkan oleh syariat.
Sumber: PengusahaMuslim.com
2 Pendapat:
Subhanallah, sangat menginspirasi..
Tapi akankah lebih baik jika diangkat dalam buletin, agar masyarakat FE juga tercerahkan dari sejarah shahabat Nabi yang satu ini.
Cuma masukan..
Ditunggu artikel lainnya.
terima kasih untuk komentar dan masukannya.. semoga bisa di realisasikan...
Posting Komentar