Ekonomi
Islam tidak melihat sebagai suatu kesalahan bagi pemerintah untuk
membiayai pembangunan ekonomi dengan sistem pembiayaan anggaran defisit.
Cara ini, dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara
menciptakan/mencetak uang (money creation) di bawah otoritas Bank
Sentral (Bank Indonesia). Namun, dalam menciptakan uang, ekonomi Islam
mensyaratkan agar uang itu hendaklah disalurkan pada sektor-sektor
produktif. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang masing-masing berbunyi:
"Apabila seorang Islam menanam sebatang pohon atau mengusahakan sebidang
tanah, lantas seekor burung atau manusia atau binatang memakan hasil
tanaman tersebut, niscaya amalan tersebut dikira sebagai sedekah" (H.R.
Bukhari); dan "Orang yang menjual rumah (tanpa keperluan), tetapi tidak
menginvestasikan hasilnya dalam sesuatu yang setaraf dengannya, niscaya
Allah SWT tidak akan memberkati hasil itu"(H.R. Thabrani).
Inilah yang menyebabkan ekonomi Islam dianggap lebih memungkinkan untuk mengatasi problema ekonomi di bandingkan dengan ekonomi ribawi yang sering menciptakan uang tanpa memerhatikan apakah uang itu disalurkan pada sektor-sektor produktif atau tidak. Implikasi dari usaha ini, menciptakan uang dan kemudian menyalurkan pada sektor-sektor produktif, adalah akan mendorong naiknya tingkat produktivitas ekonomi sehingga, pada gilirannya, akan meningkatkan jumlah produk dan jasa yang tersedia dalam masyarakat.
Inilah yang menyebabkan ekonomi Islam dianggap lebih memungkinkan untuk mengatasi problema ekonomi di bandingkan dengan ekonomi ribawi yang sering menciptakan uang tanpa memerhatikan apakah uang itu disalurkan pada sektor-sektor produktif atau tidak. Implikasi dari usaha ini, menciptakan uang dan kemudian menyalurkan pada sektor-sektor produktif, adalah akan mendorong naiknya tingkat produktivitas ekonomi sehingga, pada gilirannya, akan meningkatkan jumlah produk dan jasa yang tersedia dalam masyarakat.