Islam
menempatkan kaum buruh sedemikian tinggi, sebagaimana yang diriwayatkan dalam
suatu hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim, Amsyu bin Maqruri
Bin Suwaid, berkata, “Kami melewati Abu Dzar di Rabadzah dan ia mengenakan
Burdun (baju rangkap) begitu juga budaknya.
Abu
Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, “Pernah
terjadi kata-kata kasar antara saya dan saudara saya yang Ibunya bukan bangsa
Arab (Sahaya), saya hinakan ia dari segi Ibunya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salam.
Maka
setelah saya berjumpa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa salam, Beliau berkata, “Kamu
ini orang yang memiliki sifat Jahiliyah, hai Abu Dzarr ”.
Saya
berkata, “Barang siapa yang memaki-maki
orang tentu bapak dan ibunya akan dimaki-maki pula.”
Sabda
beliau, “Sesungguhnya kamu ini orang yang
memiliki sifat jahiliyah, sahaya-sahaya itu adalah saudara kamu pula yang
kebetulan di bawah tangan kamu. Maka berilah makan seperti kamu makan, berilah
pakaian seperti kamu pakai, dan janganlah mereka dipaksa bekerja lebih dari tenaga
mereka, jika akan dipaksakan juga mereka harus kamu bantu.”
Dari
hadist tersebut terkandung ajakan untuk memperlakukan para pekerja/buruh
sebagaimana memperlakukan diri kita sendiri. Selain itu terdapat juga ajakan
untuk lemah lembut dan tidak merasa mempunyai strata sosial dibandingkan para
buruh. Dengan demikian gap yang ada antara pimpinan/bos dengan buruh dapat
terminimalisir. Sehingga berlakulah ayat Al Ahqaf: 19 yang berarti, “Dan bagi masing-masing mereka derajat
menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka
(balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.”
Selanjutnya
apabila sudah terjadi keharmonisan antara buruh dan pimpinannya, dibutuhkan
juga peran serta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur sistem honor
di setiap perusahaan yang ada dalam suatu negara. Setidaknya ada empat jenis
tindakan yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatur kehidupan perekonomian
industri yang berkaitan dengan para buruh dan pimpinannya, yaitu:
1. Membuat
regulasi dan memastikan kesesuaiannya dengan penerapan di industri melalui
edukasi dan sosialisasi, disertai dengan pemberian hukuman apabila ada yang
melanggar regulasi yang telah ditetapkan
2. Pemeliharaan
kondisi investasi yang aman dan sehat serta berfungsi dengan baik
3.
Memodifikasi alokasi sumber daya dan pendistribusian pendapatan
4.
Mengambil langkah-langkah strategis dalam bidang produksi dan pembentukan modal
guna mempercepat pertumbuhan
Dengan
demikian konsep pensejahteraan buruh dalam pandangan islam bertujuan guna
memenuhi kebutuhan dasar (makanan,pakaian,dan perumahan) dari setiap individu
tanpa adanya pembedaan untuk mendapatkan sumber daya yang tersedia secara
bijaksana. Karena pemenuhan kebutuhan dasar membuat para buruh akan mampu untuk
melakukan kegiatan produksi secara maksimal dan bekerja dengan optimal. Dengan
demikian para pimpinan/bos juga dapat meraih keuntungan lebih di perusahaannya,
dan juga pemerintah akan merasakan kebermanfaatannya dengan kemajuan
perekonomian suatu negara. Sehingga benarlah pendapat Umar Chapra salah seorang
ekonomi Islamic Development Bank (IDB), bahwa tujuan Syariah islam untuk
merealisasikan kesejahteraan manusia tidak hanya terdapat pada kesejahteraan
secara ekonomi, tetapi juga persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi, kedamaian
dan kebahagiaan jiwa, serta keharmonisan keluarga sosial.
Buruh
Beraksi, Pengusaha Menepati Janji, Pemerintah Membuat Regulasi.
Sumber: http://www.dakwatuna.com
0 Pendapat:
Posting Komentar