Sungguh, peluang perniagaan secara online sama besarnya dengan
potensi pelanggaran syariat yang mungkin timbul pada bisnis online.
Karena itulah, setiap pengusaha dituntut memahami aturan ekonomi dalam
syariat.
“Riba adalah suatu akad/transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syariat, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya.” (Muhammad Asy Syirbiniy; Mughnil Muhtaj, 6/309)
Sejak internet pertama kali diperkenalkan pada awal 1990-an, berangsur-angsur cara berkomunikasi dan berinteraksi manusia di seluruh dunia menjadi serba cepat dan praktis. Informasi begitu cepat bisa diakses. Perubahan dan perkembangan di belahan bumi mana pun seolah hadir di hadapan kita. Dunia menjadi tanpa batas. Tanpa sekat geografis. Tanpa terkendala jarak. Internet adalah temuan terbesar abad ke-20 yang membuat dunia seolah-olah berada dalam genggaman.
Seperti biasa, hasil penemuan baru selalu disertai dengan terbukanya peluang bisnis. Begitu jaringan terhubung—terkoneksi ke rumah, perkantoran di penjuru negeri serta ke berbagai negara—penawaran dan permintaan pun tersambung. Perlahan-lahan pasar terbentuk di dunia online, menambah marak perdagangan dan model bisnis bersama perniagaan konvensional yang sudah lebih dulu berkembang.
Peningkatan jumlah pengguna internet yang terus meningkat membuka kesempatan lebih besar kepada para pebisnis online. Data internet orld stats menunjukkan, pada 2011 pengguna internet di Indonesia baru 16,1% dari jumlah penduduk. Sekarang diperkirakan telah meningkat dua kali lipat. Di tingkat dunia, pengguna internet diestimasi mencapai sekitar sepertiga jumlah penduduk. Sungguh, ini pasar yang menggiurkan.
Wikipedia.org mencatat, Pizza Hut adalah pembuat fasilitas penawaran online pertama (1994). Kemudian amazon.com muncul sebagai toko online pertama (1995). Tahun-tahun berikutnya menjadi tahun kejayaan bisnis online. Terjadi pertumbuhan cepat yang didukung perubahan gaya hidup para pembeli yang beroleh kenyamanan dan kemudahan bertransaksi secara online. Sistem kerja online berjalan 24 jam. Jangkauan penawaran ke calon pembeli dapat berlangsung ke seluruh dunia. Hal ini amat menjanjikan siapa saja untuk terjun ke bisnis ini. Berjualan pun bisa dilakukan dari rumah. Bahkan, sekali pun pebisnis online sedang tidur, transaksi masih bisa terjadi. Kini, sebagian besar toko offline juga telah mengonlinekan barang-barang dagangannya. Bahkan banyak toko online dibuka tanpa merasa perlu memiliki stok barang sehingga lebih sebagai broker.
Fenomena perniagaan melalui internet seolah-olah menegaskan salah satu pertanda akhir zaman tentang pasar yang berdekatan. Bahkan fitnah yang kemudian timbul sejak jauh-jauh hari telah disabdakan oleh rasul mulia penutup para nabi, Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, bahwa akan tiba suatu zaman dimana manusia tidak lagi peduli halal atau haram.
Bagi para pebisnis online yang cuma bermodal pengetahuan, peluangnya saja tanpa lebih dahulu mencari tahu aturan syariat dalam muamalat, niscaya akan terjerumus pada riba dan melanggar larangan-larangan syariat lainnya. Sudah sepatutnya para pebisnis online mempelajari ilmu agama yang wajib untuk diketahui. Terutama yang menyangkut muamalah yang hendak dikerjakannya. Sungguh, peluang perniagaan secara online sama besarnya dengan potensi pelanggaran syariat yang mungkin timbul pada bisnis online.
Pentingnya Ilmu Agama
Kaidah asal dalam muamalat adalah boleh dan halal. Kecuali ada dalil yang mengharamkan. Maka, setiap Muslim yang berbisnis apa saja harus membuka diri dan membangun kepekaan terhadap larangan-larangan syariat seputar aktivitas usahanya. Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap orang berlaku bagi para pebisnis yang hendak berjual-beli, sewa-menyewa dan bentuk-bentuk bermuamalah lainnya. Terlebih lagi dalam bisnis secara online banyak celah terjadinya riba dan pelanggaran syariat. Mulai barang-barang yang diniagakan secara fisik hanya bisa dilihat, bahkan ada yang hanya sekadar bisa dibaca. Belum lagi waktu penyerahan barang dan uang pembelian yang tertunda. Juga tidak adanya stok barang, status kepemilikan dagangan hingga cara-cara berdagangnya, patut dipastikan lebih dulu tidak melanggar larangan syariat.
Kendala-kendala berbisnis secara online tersebut ada solusinya dalam syariat. Misal, jual-beli salam bagi penjual yang tidak memiliki stok atau menerima fee/upah sebagai broker dari kegiatan membantu menjualkan. Setiap solusi mempunyai syarat dan rukun yang harus diikuti. Di sinilah pentingnya mempelajari ilmu agama sehingga para pebisnis tahu hal-hal apa saja yang harus diperhatikan. Aturan-aturan syariat memberikan rambu-rambu larangan dalam bermuamalat, dan hal ini demi rasa keadilan sesama manusia dan menghindari kezaliman yang mungkin timbul dari rasa tamak kita.
Bisnis sebagai upaya manusia membangun kemandirian hidup tidak akan berarti tanpa kesungguhan manusia menggapai kesuksesan akherat. Sementara setiap hal di dunia yang kita kumpulkan akan habis. Yang kita bangun akan hancur. Yang kita perbanyak akan kita tinggalkan. Tapi di kehidupan akherat, seluruh amal saleh yang kita lakukan akan menetap.
Dalam konteks bisnis online yang kita rintis dan terus bangun, menjaga diri dari setiap hal yang dilarang padanya adalah jalan sukses kehidupan sesungguhnya. Sarana-sarana mendekatkan diri kepada Maha Pemberi Rezeki banyak dijumpai di dunia maya. Tetapi pada saat yang sama, internet juga bisa menjadi sebab seorang pebisnis semakin jauh dari tuntunan Rabb-nya.
Mengabaikan kewajiban menuntut ilmu agama atau bermudah-mudah dalam transaksi-transaksi gharar di antara berbagai bentuk muamalat yang paling sering menjadi modus pelanggaran dalam bisnis online. Ini di antara hal yang dapat menjauhkan para pebisnis dari hidayah. Bisnis sebagai kegiatan mengambil untung, jangan sampai justru menimbulkan rugi di kemudian hari; kerugian yang tidak bisa ditutupi oleh penyesalan dan kesadaran memperbaiki diri lagi.
Pondasi setiap hal yang dilakukan setiap orang adalah keimanan pada hari akhir. Yakni suatu hari saat harta, jabatan dan anak-anak tidak lagi punya arti. Dalam kerangka berbisnis, pengabaian rambu-rambu muamalat demi peroleh keuntungan dunia akan membuat pelakunya bangkrut di akherat. Akan merugi usaha yang didasari pertimbangan jangka pendek. Sebagaimana lumrah bahwa tindakan-tindakan instan dalam berbisnis, kalau pun beroleh hasil, hanya berlangsung sebentar.
Banyak larangan dalam bermuamalat yang kita temui sebagai antisipasi rasa tamak dan kemalasan manusia, yang kemudian menjadi kezaliman pada manusia lain. Pada transaksi yang menjadi tindakan suka sama suka saja masih mungkin timbul kerusakan-kerusakan. Apalagi pada tindakan yang secara langsung atau tidak mengambil keuntungan sepihak. Hikmah adanya syariat Islam menjadi terasa jelas dalam menjaga hubungan antarmanusia dan bagi kesinambungan fitrah.
Pada bisnis konvensional di masa lampau pernah muncul larangan pergi ke pasar yang ditujukan kepada para pedagang yang belum paham ilmu agama. Jika begitu, dalam pasar online sekarang, larangan tersebut boleh jadi meningkat: jangan pernah berfikir berbisnis online jika belum memahami ilmu agama! Waallahu ‘alam.
Sumber: http://pengusahamuslim.com
“Riba adalah suatu akad/transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syariat, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya.” (Muhammad Asy Syirbiniy; Mughnil Muhtaj, 6/309)
Sejak internet pertama kali diperkenalkan pada awal 1990-an, berangsur-angsur cara berkomunikasi dan berinteraksi manusia di seluruh dunia menjadi serba cepat dan praktis. Informasi begitu cepat bisa diakses. Perubahan dan perkembangan di belahan bumi mana pun seolah hadir di hadapan kita. Dunia menjadi tanpa batas. Tanpa sekat geografis. Tanpa terkendala jarak. Internet adalah temuan terbesar abad ke-20 yang membuat dunia seolah-olah berada dalam genggaman.
Seperti biasa, hasil penemuan baru selalu disertai dengan terbukanya peluang bisnis. Begitu jaringan terhubung—terkoneksi ke rumah, perkantoran di penjuru negeri serta ke berbagai negara—penawaran dan permintaan pun tersambung. Perlahan-lahan pasar terbentuk di dunia online, menambah marak perdagangan dan model bisnis bersama perniagaan konvensional yang sudah lebih dulu berkembang.
Peningkatan jumlah pengguna internet yang terus meningkat membuka kesempatan lebih besar kepada para pebisnis online. Data internet orld stats menunjukkan, pada 2011 pengguna internet di Indonesia baru 16,1% dari jumlah penduduk. Sekarang diperkirakan telah meningkat dua kali lipat. Di tingkat dunia, pengguna internet diestimasi mencapai sekitar sepertiga jumlah penduduk. Sungguh, ini pasar yang menggiurkan.
Wikipedia.org mencatat, Pizza Hut adalah pembuat fasilitas penawaran online pertama (1994). Kemudian amazon.com muncul sebagai toko online pertama (1995). Tahun-tahun berikutnya menjadi tahun kejayaan bisnis online. Terjadi pertumbuhan cepat yang didukung perubahan gaya hidup para pembeli yang beroleh kenyamanan dan kemudahan bertransaksi secara online. Sistem kerja online berjalan 24 jam. Jangkauan penawaran ke calon pembeli dapat berlangsung ke seluruh dunia. Hal ini amat menjanjikan siapa saja untuk terjun ke bisnis ini. Berjualan pun bisa dilakukan dari rumah. Bahkan, sekali pun pebisnis online sedang tidur, transaksi masih bisa terjadi. Kini, sebagian besar toko offline juga telah mengonlinekan barang-barang dagangannya. Bahkan banyak toko online dibuka tanpa merasa perlu memiliki stok barang sehingga lebih sebagai broker.
Fenomena perniagaan melalui internet seolah-olah menegaskan salah satu pertanda akhir zaman tentang pasar yang berdekatan. Bahkan fitnah yang kemudian timbul sejak jauh-jauh hari telah disabdakan oleh rasul mulia penutup para nabi, Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, bahwa akan tiba suatu zaman dimana manusia tidak lagi peduli halal atau haram.
Bagi para pebisnis online yang cuma bermodal pengetahuan, peluangnya saja tanpa lebih dahulu mencari tahu aturan syariat dalam muamalat, niscaya akan terjerumus pada riba dan melanggar larangan-larangan syariat lainnya. Sudah sepatutnya para pebisnis online mempelajari ilmu agama yang wajib untuk diketahui. Terutama yang menyangkut muamalah yang hendak dikerjakannya. Sungguh, peluang perniagaan secara online sama besarnya dengan potensi pelanggaran syariat yang mungkin timbul pada bisnis online.
Pentingnya Ilmu Agama
Kaidah asal dalam muamalat adalah boleh dan halal. Kecuali ada dalil yang mengharamkan. Maka, setiap Muslim yang berbisnis apa saja harus membuka diri dan membangun kepekaan terhadap larangan-larangan syariat seputar aktivitas usahanya. Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap orang berlaku bagi para pebisnis yang hendak berjual-beli, sewa-menyewa dan bentuk-bentuk bermuamalah lainnya. Terlebih lagi dalam bisnis secara online banyak celah terjadinya riba dan pelanggaran syariat. Mulai barang-barang yang diniagakan secara fisik hanya bisa dilihat, bahkan ada yang hanya sekadar bisa dibaca. Belum lagi waktu penyerahan barang dan uang pembelian yang tertunda. Juga tidak adanya stok barang, status kepemilikan dagangan hingga cara-cara berdagangnya, patut dipastikan lebih dulu tidak melanggar larangan syariat.
Kendala-kendala berbisnis secara online tersebut ada solusinya dalam syariat. Misal, jual-beli salam bagi penjual yang tidak memiliki stok atau menerima fee/upah sebagai broker dari kegiatan membantu menjualkan. Setiap solusi mempunyai syarat dan rukun yang harus diikuti. Di sinilah pentingnya mempelajari ilmu agama sehingga para pebisnis tahu hal-hal apa saja yang harus diperhatikan. Aturan-aturan syariat memberikan rambu-rambu larangan dalam bermuamalat, dan hal ini demi rasa keadilan sesama manusia dan menghindari kezaliman yang mungkin timbul dari rasa tamak kita.
Bisnis sebagai upaya manusia membangun kemandirian hidup tidak akan berarti tanpa kesungguhan manusia menggapai kesuksesan akherat. Sementara setiap hal di dunia yang kita kumpulkan akan habis. Yang kita bangun akan hancur. Yang kita perbanyak akan kita tinggalkan. Tapi di kehidupan akherat, seluruh amal saleh yang kita lakukan akan menetap.
Dalam konteks bisnis online yang kita rintis dan terus bangun, menjaga diri dari setiap hal yang dilarang padanya adalah jalan sukses kehidupan sesungguhnya. Sarana-sarana mendekatkan diri kepada Maha Pemberi Rezeki banyak dijumpai di dunia maya. Tetapi pada saat yang sama, internet juga bisa menjadi sebab seorang pebisnis semakin jauh dari tuntunan Rabb-nya.
Mengabaikan kewajiban menuntut ilmu agama atau bermudah-mudah dalam transaksi-transaksi gharar di antara berbagai bentuk muamalat yang paling sering menjadi modus pelanggaran dalam bisnis online. Ini di antara hal yang dapat menjauhkan para pebisnis dari hidayah. Bisnis sebagai kegiatan mengambil untung, jangan sampai justru menimbulkan rugi di kemudian hari; kerugian yang tidak bisa ditutupi oleh penyesalan dan kesadaran memperbaiki diri lagi.
Pondasi setiap hal yang dilakukan setiap orang adalah keimanan pada hari akhir. Yakni suatu hari saat harta, jabatan dan anak-anak tidak lagi punya arti. Dalam kerangka berbisnis, pengabaian rambu-rambu muamalat demi peroleh keuntungan dunia akan membuat pelakunya bangkrut di akherat. Akan merugi usaha yang didasari pertimbangan jangka pendek. Sebagaimana lumrah bahwa tindakan-tindakan instan dalam berbisnis, kalau pun beroleh hasil, hanya berlangsung sebentar.
Banyak larangan dalam bermuamalat yang kita temui sebagai antisipasi rasa tamak dan kemalasan manusia, yang kemudian menjadi kezaliman pada manusia lain. Pada transaksi yang menjadi tindakan suka sama suka saja masih mungkin timbul kerusakan-kerusakan. Apalagi pada tindakan yang secara langsung atau tidak mengambil keuntungan sepihak. Hikmah adanya syariat Islam menjadi terasa jelas dalam menjaga hubungan antarmanusia dan bagi kesinambungan fitrah.
Pada bisnis konvensional di masa lampau pernah muncul larangan pergi ke pasar yang ditujukan kepada para pedagang yang belum paham ilmu agama. Jika begitu, dalam pasar online sekarang, larangan tersebut boleh jadi meningkat: jangan pernah berfikir berbisnis online jika belum memahami ilmu agama! Waallahu ‘alam.
Sumber: http://pengusahamuslim.com
0 Pendapat:
Posting Komentar