Bulan Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan, penuh
ampunan, rahmat, dan kasih sayang Allah. Di bulan ini, Allah mewajibkan seluruh
orang yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa, sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Melihat keutamaan Ramadhan yang banyak, nampak
banyak kaum muslimin yang menunaikan zakatnya dibulan tersebut dengan keyakinan
lebih utama daripada dibulan lainnya. Memang Rasulullah menjadi sangat dermawan
bila dibulan Ramadhan seperti disampaikan ibnu Abbas dalam pernyataan beliau,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ، حِينَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan Beliau menjadi lebih besar lagi
apabila di bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemui beliau
setiap malam dari Ramadhan, lalu melakukan mudarasah al-Qur`an. Waktu itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dermawan dalam
memberikan kebaikan dari angin yang berhembus. (HR. Bukhori no. 6 dan Muslim
no. 2308).
Imam An-Nawawi mengomentarai hadis ini dengan
menyatakan: Dalam hadis ini ada pelajaran penting, diantaranya adalah
disunnahkan memperbanyak berderma pada bulan Ramadhan. Lalu bagaimana dengan
zakat?
Syarat Haul Dalam Zakat
Sudah dimaklumi, kewajiban zakat memiliki beberapa
syarat, diantaranya adalah harta yang telah mencapai nishab (ukuran standar
kewajiban zakat) telah berlalu selama setahun.
Syarat ini ditetapkan berdasarkan hadis-hadis Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Diantaranya hadis ‘Aisyah bahwa beliau mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُولَ
عَلَيْهِ الْحَوْلُ
"Tidak ada zakat dalam harta hingga berlalu
setahun lamanya (HR Ibnu Majah no. 1792 dan dishahihkan al-Albani dalam shahih
sunan Ibnu Maajah 2/98).
Demikian pula hadis Ali, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ
عَلَيْهِ الْحَوْلُ
"Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu
setahun lamanya (HR Abu Daud no. 1573 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih
Sunan Abi Daud 1/346).
Dalam hadis Ibnu Umar, Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ
عَلَيْهِ، حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الحَوْلُ عِنْدَ رَبِّهِ
"Siapa yang memanfaatkan harta maka tidak ada
zakatnya hingga berlalu atasnya setahun di tangan pemiliknya.” (HR At-Tirmidzi
dalam sunannya no. 631 & dishahihkan al-Albani dalam Shahih sunan
At-Tirmidzi 1/348).
Maksudnya adalah tidak ada zakat pada harta hingga
berlalu masa penyimpanan dua belas bulan dari kepemilikannya.
Syarat ini hanya berlaku sebagai syarat wajib zakat
pada tiga jenis harta; yaitu hewan ternak yang digembalakan, emas dan perak
(Atsmaan) dan zakat barang perdagangan.
Dengan demikian kewajiban untuk mengeluarkan zakat,
terjadi di awal waktu berlalunya setahun. Misalnya, pada tanggal 2 muharram
1432 H, harta kita mencapai nilai 85 gram emas, yang berarti sudah masuk nishab
zakat. Pada tanggal 2 Muharram 1433 H harta kita mencapai Rp 100 juta.
Ketika tanggal 2 Muharram 1433 H tersebut, kita wajib mengeluarkan zakatnya
karena telah berlalu satu tahun setelah mencapai nishab.
Bolehkah Disegerakan?
Sangat jelas keutamaan mensegerakan pengeluaran
zakat harta diwaktu jatuh tempo pembayarannya pas di hari pertama habisnya masa
setahun dari masuknya harta satu nishab. Sebab Allah berfirman,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ
لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ
يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
"Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Hadid: 21).
Imam Ibnu Bathaal menyatakan: Kebaikan sepatutnya
disegerakan (pelaksanaannya), karena waktu berjalan dan faktor penghalang bisa menghadang,
kematianpun tidak bisa dipastikan dan menunda-nunda sesuatu adalah perkara
tidak terpuji.
Dengan demikian mengundurkan pembayaran zakat
setelah berlalunya waktu wajib zakat dilarang dalam Islam kecuali ada udzur
alasan yang dibenarkan. Namun bila dibayar sebelum masa jatuh tempo pembayaran
zakat, diperbolehkan menurut pendapat mayoritas ulama.
Bagaimana Membayar Zakat Hanya di Bulan
Ramadhan?
Fenomena semangat membayar zakat hanya di bulan
Ramadhan memang harus didudukkan dan diluruskan. Pasalnya, fenomena ini telah
menjadi salah satu kebiasaan msyarakat kita. Dikhawatirkan nantinya akan
membentuk opini di masyarakat awam bahwa zakat hanya dibayar dibulan Ramadhan
saja.
Melihat syarat haul (disimpan selama setahun) sejak
harta tersebut mencapai nishab, maka sikap kaum muslimin yang membayar zakat di
bulan ramadhan, terbagi menjadi tiga kelompok:
Pertama, kelompok yang memiliki
harta satu nishab ketika bulan Romadhan. Keadaannya jelas, dia harus
membayarnya di bulan Ramadhan tahun berikutnya. Dengan demikian, orang ini
membayar zakat tepat pada waktunya.
Kedua, kaum muslimin yang memiliki
harta senishab setelah Ramadhan. Masa tempo normal untuk pembayaran zakatnya
adalah setelah Ramadhan. Ketika orang ini membayarnya pada bulan Romadhan,
berarti dia menyegerahkan pembayaran zakat. Dalam istilah fikih sikap semacam
ini dinamakan “Ta’jil az-Zakaat” (mempercepat pembayaran zakat).
Para ulama membolehkan hal ini berdasarkan beberapa
riwayat, diantaranya dari Ali radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memajukan pembayaran zakat dari Abbas (paman beliau) dua
tahun (HR. Abu Ubaid dalam al-Amwaal no. 1885 dan dinilai hasan oleh al-Albani
dalam Irwa’ al-Ghalil 4/316 no. 857).
Dalil yang lain adalah riwayat yang menyatakan,
أَنَّ الْعَبَّاسَ سَأَلَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ،
فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ
"Sesungguhnya al-Abbas bertanya kepada Nabi
tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum jatuh tempo pembayaran, lalu
beliau memberikan keringanan kepadanya dan mengizinkannya.” (HR. Abu dawud no.
1624 dan dihasankan al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud).
Hanya saja, bolehnya menyegerahkan pembayaran zakat
ini dengan syarat hartanya sudah mencapai nishab. Jika belum mencapai nishab maka
tidak sah untuk dinilai sebagai zakat mal (harta).
Ketiga, Kelompok yang memiliki
harta satu nishab sebelum Ramadhan, sehingga seharusnya jatuh tempo
pembayarannya sebelum masuk bulan Ramadhan. Namun orang ini ingin membayarkan
zakatnya di bulan ramadhan, sehingga pembayaran zakatnya mengalami penundaan.
Perbuatan ini hukumnya terlarang, karena berarti mengakhirkan waktu pembayaran
zakat, kecuali jika ada alasan yang diperbolehkan syariat.
Syeikh Ibnu Utsaimin menjelaskan:
Diperbolehkan mengakhirkan pembayaran zakat karena
mempertimbangkan maslahat fakir miskin, sehingga tidak menyusahkan mereka.
Misalnya, ketika di bulan Ramadhan banyak orang yang mengeluarkan zakatnya,
sehingga para fakir miskin atau mayoritas fakir miskin, tidak membutuhkan
zakat. Akan tetapi di musim dingin yang tidak bertepatan dengan romadhan,
mereka lebih membutuhkan (harat zakat tersebut), namun sedikit yang bayar zakat
waktu itu. Maka disini boleh mengakhirkan pembayaran zakat, karena ada
kemaslahatan bagi orang yang berhak menerimanya. (Syarhu al-Mumti’ 6/189).
Demikian, semoga bermanfaat.
Ditulis oleh Ustadz. Kholid Syamhudi, Lc.
Disadur dari http://pengusahamuslim.com
0 Pendapat:
Posting Komentar